1 | Devian's

1.4K 199 44
                                    

Carla POV

Aku melangkahkan kaki secepat mungkin. Berusaha tidak berjalan disamping Devian yang kini berada dibelakangku. Kalau kau bertanya mengapa aku berjalan secepat ini? Jawabannya tetap sama meski kamu menanyakan hal yang serupa kelak. Yaitu karena, aku tidak mau berjalan berdampingan dengannya.

Tidak! Itu bukan karena aku jijik dengannya!

Uh, mari aku perkenalkan.

Dia Devian Pratama Garlanova. Putra pertama dari keluarga Garlanova. Asal kalian tahu, Ayahnya merupakan pemilik perusahaan interior dan eksterior yang dapat dibilang sukses di tanah air tercinta ini. Dia mendadak beken begitu masuk di SMA, selain karena dia anak dari keluarga Garlanova, penampilannya bisa dibilang berbeda, alias, mencolok.

Perawakannya tinggi, sekitar 179 cm, sedikit berisi, tapi tidak gemuk. Potongan rambutnya selalu berbeda tiap tahun. Waktu masuk SMA dulu dia menggunakan model spikes sehingga menarik perhatian banyak orang termasuk kakak-kakak OSIS. Mana saat itu rambutnya hitam kecoklatan. Sedangkan sekarang, dia memakai model rambut classic undercut. Agak aneh memang perubahannya. Tapi itu tidak merubah pandangan orang lain kepadanya.

Terutama para gadis di SMA ini.

Devian orang yang supel, dia ramah pada siapa pun. Terkadang saking ramahnya, ingin sekali aku menjambaknya. Karena nggak jarang ada gadis yang baper ke dia. Terus dampaknya justru ke aku. Terlebih lagi, dia pintar, bahkan bisa masuk dalam peminatan IPA, 4 semester. Kebayang nggak?

Omong-omong, kenalin ya, aku pacarnya.

Apa? Kamu gak percaya juga?

"Tunggu dong, Carla." Suara bariton-nya terdengar. Yang selalu sukses membuatku merinding. Dia berusaha mengimbangi langkah kakiku yang semakin cepat. "Untuk apa kita buru-buru?" lanjutnya lagi.

Agar kita tidak berjalan beriringan, batinku. Namun tentu saja aku tidak melontarkan kalimat itu. Bisa kacau nantinya.

Aku terus melangkahkan kaki menyusuri koridor sekolah. Hendak keluar pagar, pulang. Tenang, kami sedang tidak berusaha kabur karena pelajaran kok, seperti kebanyakan anak nakal biasanya. Ini memang sudah jam pulang sekolah.

"Kamu ada yang jemput?" tanya Devian padaku. Sepertinya mencoba memecahkan keheningan yang sempat menyelimuti kami. Padahal, entah ini sudah keberapa kalinya dia bertanya hal yang sama.

Aku menggumam malas, "Nggak ada, Ayah kerja."

"Kalau gitu kita lama-lamaan saja di sekolah." Dia lalu menunjukkan raut muka mesumnya padaku. Aku sempat berpikir ingin menampar dia karena reaksinya.

Aku tersenyum masam. Siapa yang bakal mengira bahwa anak dari keluarga Garlanova memiliki sifat bejat yang bahkan aku tak bisa menjelaskan. Kebanyakan orang luar seperti orang yang dulu membicarakanku tertipu dengan penampilan Devian yang terlihat alim dan polos.

Orang yang hanya mengambil kesimpulan dengan cepat pasti akan salah kaprah.

"Sayang. Dengerin dong kalau ada orang ngomong." Lalu Devian menarik tanganku, membuatku terpaksa berhenti berjalan dan berhadapan dengannya. Ya Tuhan, kenapa dia melakukan ini ketika ada banyak murid berkeliaran? Tolong sadarkan dia, Tuhan. Ampuni Hamba.

Dan lagi, orang-orang yang lewat di sekitar kami saling berbisik, sebenarnya nggak bisa dibilang berbisik sih, buktinya aku bisa mendengarnya. Terutama para gadis yang sirik melihat aku dengan Devian.

Tanpa aku duga, Devian menarikku, mengikis jarak di antara kami, kemudian mengelus pipiku yang tembam ini, tanpa sadar jarak wajahku dengan dia mulai begitu dekat. Bahkan nafasnya bisa kurasa menerpa kulit wajahku.

The Difference On UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang