12 | Aneh

246 60 4
                                    

Carla POV

Aku terbangun dari tidurku, pening. Aku tidak yakin bisa menjalani hari ini dengan baik.

Aku duduk di kasur. Memegang kepalaku yang terasa hendak pecah. Lalu melirik jam dinding yang digantung di atas pintu kamar. Masih jam 04.50. batinku kesal.

Aku menghela nafas, meraih ponsel yang kuletakkan di meja belajar. Segera menyalakannya. Lalu membuka-buka akun sosmed-ku satu persatu. Masih ada kecaman-kecaman, tapi tidak sebanyak saat awal lalu.

Aku pergi keluar kamar menuju ruang keluarga. Aku mendengar Bunda tengah berbincang dengan Ayah. Bunda di dapur dan Ayah di ruang keluarga. Kulirik Ayah, sudah siap dengan kemeja kantornya, sangat rapi, dan tampan. Tentu saja aku bilang tampan, beliau 'kan Ayahku!

"Pagi Bunda, Ayah." sapaku pada mereka, sambil terus berjalan hingga duduk di sofa depan TV, berada disamping Ayah.

"Pagi Carla." balas mereka berdua nyaris bersamaan. "Tumben bangun pagi?"

Aku mengangkat kedua bahu tak mengerti, "Nggak tau Bun, Yah. Aku pusing. Diapain ya enaknya?"

"Ya diobatin sayang." dengan cepat Bunda menjawab dari dapur. "Nanti habis sarapan minum obat dulu. Jangan keburu berangkat."

Aku mengangguk, meski aku tahu Bunda tidak dapat melihat anggukanku karena masih sibuk dengan masakan.

"Oh ya Carla. Udah bilang mas Devian buat jemput kamu pagi ini? Ayah mau berangkat setelah ini." ujar Ayah padaku, sambil mengusap-usap kepalaku, biasa dilakukan Ayah kalau aku pusing. Hm, padahal aku udah SMA.

Oh, iya. Belum bilang sih.

Aku menyengir ke Ayah, "Belum Yah, kan Ayah baru ngomong. Aku nggak tau."

"Ya sudah, cepat diberi tau mas Deviannya."

Aku mengangguk, lalu menyalakan ponsel yang tadi aku bawa, lalu mengetik pesan untuk Devian.

Dev, Ayah kerja. Gak bilang-bilang. Nanti dijemput ya, jangan lupa, jangan telat.

Saat aku hendak mengirim pesan tersebut, Bunda datang dan berkata, "Ayah, ini sarapannya." Beliau memberikan tas karton yang aku tebak berisi kotak makan dan botol minum. Aku meliriknya. Ayah berdiri lalu meraih tas tersebut. Diciumnya kedua pipi Bundaku. Aku bersemu merah. Mempalingkan wajah dari pemandangan barusan dan berpura-pura tidak melihatnya.

"Ih Ayah, ada Carla lho. Itu lihat sampai merah gitu mukanya." Bunda mencubit pinggang Ayah. Ayah hanya nyengir nggak jelas. Dasar. Udah umur berapa sih kok perilakunya masih seperti itu.

"Ayah berangkat ya Carla, hati-hati nanti sama mas Devian." Ayah menujuku lalu mencium puncak kepalaku. Aku salim padanya.

"Iya, hati-hati."

Ayah berjalan menuju pintu rumah. Lalu membukanya. Aku mengikuti dari belakang. Aku lihat langit di luar. Masih gelap. Wajar, ini masih pagi, subuh tepatnya.

Ayah bekerja di kota sebelah. Di perusahaan keluarga besar. Kotanya tidak terlalu jauh sih, jadi Ayah berangkat pagi pulang malam itu sudah biasa. Meski aku terkadang merasa kasian, apa nggak capek ya?

Begitu aku melihat mobil Camry hitam menghilang dari padangan, aku kembali masuk ke rumah dan menuju lantai atas. Hendak mandi, bersiap-siap untuk sekolah.

***

Aku berdiri di pintu rumah. Sambil melipat tanganku di depan dada. Aku kembali melirik jam tanganku, masuk tinggal 15 menit lagi. Devian telat 5 menit menjemputku. Aku mulai khawatir. Jangan-jangan dia lupa? Jangan-jangan dia nggak jemput aku? Duh. Jangan-jangan..

The Difference On UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang