9 | I'm Your Protector

329 86 5
                                    

Devian

Aku terus men-scroll down dan membaca jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Sungguh, aku marah sekali. Kenapa Carla yang tidak cerita apapun padaku tentang hal ini. Kalau seandainya dia cerita, aku akan benar-benar melindunginya.

Ketika aku serius membaca, tiba-tiba ada yang menarik hp itu dari tanganku. Sontak aku menolehkan wajahku pada orang yang berani-beraninya merebut itu.

Dan ternyata si-empunya hp.

Aku melihat dia menatapku dengan tatapan sinis. Dia marah? Oh oke, aku memang lancang. Tapi, salahkan dia karena tidak cerita padaku.

Aku jadi salah tingkah. Aku membenarkan dudukku sambil mengacak-acak rambutku.

"Kenapa?"

Aku mengeluarkan suara untuk menghancurkan kecanggungan ini.

Dia hanya menolehkan wajahnya padaku sebentar, lalu berpaling lagi.

"Kenapa kamu tidak-"

"Apa? Tidak cerita?" dia menyela perkataanku dengan begitu sinisnya. Aku jadi diam dibuatnya. "Untuk apa, toh kamu sudah mengetahui semuanya, kan?"

"Iya maksudku tadi—"

"Sekarang kalau kamu sudah tahu apa yang terjadi padaku, kau akan apa? Akan memberiku tatapan kasihan?" tanyanya.

Oh TUHAN! Aku nggak bermaksud seperti itu! AARGH

Aku menghela nafas, lelah.

"Sekarang apa?" tanyanya lagi.

"Tolong jangan sela ucapanku sebelum aku menyeselesaikannya." ujarku. Nada suaraku memberat. 

"Aku hanya membaca beberapa. Tidak semua. Tapi aku bisa mengambil kesimpulan dari apa yang aku baca. Kenapa aku sampai nggak sopan dengan menggeledah begitu? Jawabannya cuma 1, karena kamu nggak mau cerita apa yang terjadi padamu. Dan begitu aku tahu, ternyata kamu dijahati. Kamu tahu, ditindas itu berat."

"Aku. Tidak. Ditindas." dia menekankan pada tiap katanya. "Jangan kamu berkata tindas menindas, itu membuat harga diriku jatuh. Memalukan."

"Hhh okelah terserah. Pokoknya intinya begitu." lagi, aku menghela nafas. Entah kenapa aku sering sekali menghela nafas. "Kenapa kamu nggak cerita? Apa gunanya pacar kalau nggak dijadikan tempat cerita, mencari solusi, atau apa gitu."

"Aku sudah cerita pada Naomi."

"Apa Naomi pacarmu?"

"Ya bukan, tapi setidaknya bebanku sedikit berkurang kan?"

"Carla! Aku tanya, KENAPA. KAMU. NGGAK. CERITA. PADAKU?"

"YA JAWABANNYA CUMA 1, KARENA AKU NGGAK MAU KAMU TAHU!"

Dia melotot padaku. Suaranya naik satu oktaf. Ya ampun dia mengerikan.

"Misi mas, mbak. Ini pesanannya."

Waitress ini datangnya nggak tepat waktu. Batinku. Aku sampai melirik sinis pada si waitress. Waitress itu memberikan pesanan yang tadi dipesan dengan agak kikuk. Saat dia meninggalkan meja kami, aku hanya menatap makananku.

Meski lapar, tapi aku sudah kehilangan nafsu makanku. Meski seharum apa pun makanan di hadapanku ini, tetap tak ada nafsu. Hilang.

Tapi berbeda dengan Carla. Dia memakan spaghetti yang tadi dipesannya. Begitu lahap malahan. Mungkin dia memang sedang lapar. Akhirnya aku menunda acara debat yang baru saja terjadi. Nggak enak juga kan ya kalau lagi makan diajak debat.

The Difference On UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang