16 | Thanks

242 32 5
                                    

Carla POV

Kulihat Setya sedang membenarkan kacamatanya yang melorot. Aku dan dia tengah duduk di Starbucks. Akibat aku yang tak sengaja menabraknya.

Tadi dia sedang berjalan-jalan bersama teman sebayanya, yang aku tidak tahu siapa. Dia lalu mengajakku kemari karena melihatku begitu buruk. Aku baru teringat kalau aku baru saja menangis, jadi pastinya penampilanku sangat acak-acakan.

Aku meminum Peppermint Mocha yang aku beli tadi. Kini aku berhadapan dengan Setya yang sepertinya enggan menggusahku untuk cerita.

Aku terus meminum sambil melihat keadaan diluar kaca. Starbucks di sini memang dekat dengan parkir valet. Jadi aku bisa melihat daerah luar. Pekatnya malam. Sepekat perasaanku saat ini.

Setelah dia menanyakan aku mau membeli apa, kami tidak berbincang apa-apa lagi. Hanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku yang memikirkan Naomi, dan entah Setya memikirkan apa.

"Ehm." Setya mendeham. Menyita perhatianku dari pemandangan di luar kaca ini. Aku menoleh padanya. Lagi, dia membetulkan kacamatanya.

"Jadi?"

Aku merengut. "Apanya yang jadi?"

"Jangan pura-pura lupa begitu. Aku rela membayarmu minum di sini demi cerita. Kau lupa?"

"Aku tak memintamu membawaku ke sini." protesku diikuti dengan kekehan. "Jadi bukan salahku dong."

"Hahh iya deh iya." gumamnya dengan nada pasrah. Aku tersenyum geli.

"Sedang apa kamu di Mall ini sendirian?" tanya Setya padaku. Dia menopangkan dagunya dengan tangannya yang diletakkan di atas meja.

"Hmm." Aku meletakkan minuman yang tadi aku minum. Lalu menyandarkan punggungku ke sofa. "Awalnya aku ke sini bareng Naomi." 

"Oh ya? Lalu dimana dia sekarang?" Setya celingukan sana-sini. Seperti mencari seseorang yang baru saja aku sebutkan namanya.

Aku bergidik tak mengerti. "Kau tau, aku dikhianati olehnya."

Mau tak mau aku cerita pada Setya. Setya juga lumayan dekat denganku, bukan? Jadi apa salahnya?

"Maksudmu?" Nada suaranya menaik, tanda heran.

"Yah. Kamu tahu tentang kotak itu bukan?" tanyaku pada Setya. "Devian cerita gak?"

"Iya dia cerita. Aku tau. Lalu apa hubungannya dengan Naomi?" Dia bertanya seperti tidak sabar akan jawabanku.

"Yang memberi kotak itu Naomi, beserta secret sidekick-nya" jawabku. Sambil menirukan nada bicara Naomi saat mengucapkan secret sidekick.

Setya terbelalak kaget. Lalu beberapa detik kemudian kembali datar seperti biasanya. Hebat sekali reaksinya.

"Hmm .. sudah kuduga."

"Hah?"

"Sebenarnya aku dan Devian memang mencurigai anak itu. Ternyata memang dia." Raut wajah Setya berubah menjadi serius. Aku hanya mengangguk-angguk mendengarnya.

"Ceritalah." tambahnya.

Kata-katanya seolah menyuruhku untuk bercerita. Tatapannya sangat datar namun mengintimidasi. Jadi, mau nggak mau aku pun harus menceritakan.

Aku menceritakan semuanya. Mulai dari saat di toilet tadi, sampai embel-embelku yang kesal karena sikapnya.

Setya hanya mengangguk-angguk saat bercerita. Dia menghargaiku. Bahkan tidak menyelaku saat bercerita.

"Udah tahu kan gimana sakitnya aku sekarang? Tadi aku minta Devian ke sini biar ngehibur aku plus nganterin aku pulang eh dia nggak bisa." Aduku dengan bersungut-sungut. Setya terkekeh mendengarnya.

The Difference On UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang