Carla POV
Aku mengerjapkan mata setengah sadar. Sulit untuk mengumpulkan kembali semua kesadaran yang melayang entah kemana.
Aku berusaha untuk duduk dari kasur yang sepertinya sudah dari tadi aku tiduri. Saat aku berhasil duduk, sapu tangan biru yang basah terjatuh dari dahiku. Membuatku merengut heran.
Sekelibat memori lewat di otakku. Memaksa otakku untuk memproses dan mengingat apa yang sudah terjadi. Tapi nihil, semakin aku berusaha mengingat, justru aku makin pusing.
Aku menghela nafas panjang. Aku memegangi dahi, hangat. Apa aku baru saja panas? Kenapa ada sapu tangan yang menjadi kompres ini?
Aku memandang kosong ke depan. Ruangan putih. Dengan bau obat-obatan yang menusuk. Membuatku menggidikkan bahu. Sini, biar kutebak. Aku sedang berada di UKS sekolah. Tapi kenapa bisa?
Aku berusaha untuk mengingat, tapi pusing. Ah sudahlah, lebih baik aku istirahat lagi.
Saat aku hendak menidurkan badanku lagi, aku mendengar pintu terbuka. Membuatku mau tidak mau pun menoleh ke arahnya. Seorang guru wanita masuk dengan membawa beberapa tumpukan kertas. Lalu guru itu duduk di meja yang dekat dengan pintu masuk.
Sepertinya beliau tidak sadar kalau aku sudah terbangun. Hingga guru itu mempalingkan wajah ke arahku, dan beliau tersenyum.
"Sudah sadar, nak?"
Pertanyaan retoris. Guru itu sudah tahu aku sadar namun masih menanyakan hal tersebut. Aku mengangguk sambil tersenyum. Aku tahu itu hanya basa-basi.
"Kamu tadi pingsan di depan kelas empat semester." Guru itu beranjak dari bangkunya. Lalu menghampiriku. "Tadi teman-temanmu yang membawamu kemari."
Aku mengangguk. Guru itu menempelkan tangannya ke dahiku. Sepertinya mengecek suhu badan. "Badanmu masih panas, tapi suhu badanmu sudah lebih baik daripada saat pingsan tadi. Ngomong-ngomong, Ibu tadi sudah menelpon orangtuamu agar menjemputmu. Tapi sampai sekarang belum datang juga."
Aku tersenyum tipis. Tentu saja, keluargaku tidak ada yang bisa menjemput. Ayah kerja, Bunda nggak bisa menyetir, kak Alisha ada kuliah, begitu juga dengan kak Dito.
"Makasih Bu sudah ditelpon, tapi saya baik-baik saja kok." balasku berbohong, agar guru di hadapanku ini tidak khawatir lagi. Guru itu hanya mengangguk mengerti.
"Kalau begitu, istirahat saja di sini dulu." Guru itu berbalik dan kembali duduk di tempatnya semula. Aku kembali memandang kosong depanku. Aku seperti melupakan suatu hal yang penting.
Aku berusaha mengingat, tapi di sisi lain aku juga menolak untuk mengingat.
Tok tok
Aku mendengar suara pintu diketuk. Membuatku kembali menoleh ke pintu UKS. Guru itu beranjak dari tempatnya lalu membuka pintu tersebut.
Begitu pintu terbuka, aku mendengar suara laki-laki yang begitu khas, sering aku dengar.
"Bu, Carlanya di dalam? Dia nggak apa kan?"
Kak Dito.
***
Aku kembali ke kelas untuk mengambil barang bawaanku. Didampingi oleh kak Dito yang mengikutiku. Aku sudah bilang padanya agar menunggu saja di depan gerbang sekolah, tapi dia ngotot ingin ikut.
Begitu aku masuk, semuanya yang semula ramai—sibuk dengan mainannya dan gosipannya masing-masing—mendadak sunyi senyap. Guru sedang tidak ada menyebabkan murid di sini kalap.
Aku sudah memakai tasku, saat aku siap untuk pergi, Alexandra berdiri lalu mendeham. Menyita perhatianku. Dia mau berbuat ulah lagi?
"Ehm.. Carla.. kami, turut bersedih ya." Ujarnya. Dengan wajah sedih yang dibuat-buat. Membuatku muak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Difference On Us
RomansaPunya pacar famous itu enggak enak Hal tersebut sudah dialami oleh Carla Emallina Nathan. Dia berpacaran dengan Devian Pratama Garlanova semenjak SMP. Ketika mereka berdua menginjak bangku SMA, Carla mulai mengalami manis banyak pahitnya berpacaran...