Devian POV
Sialan.
Gara-gara kejadian tadi pagi, seharian ini aku jadi nggak bisa konsen pada pelajaran.
Aku memikirkan keadaan Carla. Kalau seandainya topiku tidak hilang hari ini, mungkin untuk seterusnya aku tidak mengetahui hal tersebut.
Sialan!
Aku memukul mejaku dengan sedikit keras. Hingga memancing perhatian dari banyak murid. Guru yang seharusnya mengajar hari ini absen, karena anak semata wayangnya kecelakaan, makanya kosong dan diberi tugas.
Jadi aku berani-berani saja membuat 'sedikit' kekacauan disini.
Aku menelungkupkan wajahku diantara kedua tanganku yang aku letakkan di atas meja. Aku tidak bisa memikirkan satu pun jawaban dari tugas yang diberikan. Pikiranku terus melayang pada Carla.
Aku menghindarinya hari ini. Karena aku bingung harus menatapnya seperti apa. Kalau aku menatapnya, perasaanku jadi nggak karuan. Antara kecewa, sedih, marah, merasa bersalah, semua bercampur jadi satu.
Aku takut salah bertindak, yang dapat menyebabkan masalah ini makin runyam. Tapi kalau aku tidak bertindak, ada kemungkinan besar dia akan terus diteror. Dan aku tidak bisa melihatnya belajar dengan tenang di sekolah ini.
Aku menghela nafas.
Puk!
Satu tepukan halus mendarat di pundakku. Aku menoleh. Setya.
"Kenapa?" tanyanya padaku. Aku mempalingkan wajahku darinya. Aku ragu antara diam saja atau bercerita padanya.
Aku menggumam, "Hmm.." aku enggan menjawabnya.
"Kenapa?" dia mengulangi pertanyaannya lagi. Tampak dia menunggu jawaban dariku yang aku gantung sekitar beberapa detik.
"Kamu tahu kan masalahnya Carla?"
Dia mengangguk.
"Nah itu, aku bingung..."
Aku menceritakan semua yang terjadi pada pagi hari ini. Meski aku tidak menceritakan secara detail. Hanya inti-intinya saja. Aku yakin Setya cukup pintar untuk mengambil kesimpulan dari itu semua. Dia pintar, bukan?
"Oalah." begitu respon darinya saat aku selesai bercerita.
"Jadi aku harus gimana?" tanyaku padanya. Dia tampak sedang berpikir. Aku merengut karena dia berpikir sambil memejamkan mata. Dan tangan kanannya memegang dagunya. Terkesan sok sih.
"Kamu pengen masalahnya Carla selesai bukan?" ucapnya. Aku mengangguk. "Kalau begitu ya temukan pelakunya. Setelah itu kalian bicara empat mata. Tanya apa yang pelaku mau."
"Problem solved." sambungnya lagi.
Aku memutar bola mataku. Seraya mendengus sebal. "Lo kok lama-lama nyebelin sih. Ya gak segampang itu lah! Masa semua siswi di sekolah ini ditanyain satu-satu, 'Eh, kamu ya yang masukin kotak ke kolongnya Carla?' nggak mungkin kan!"
Setya menepuk dahinya. Dia lalu mendorongku pelan. "Kamu itu bego atau tolol!" hinanya. Aku merengut lagi. Apa maksudnya sih pakai ngehina aku?
"Populer sih populer, sayang otaknya nggak dipake." cibir Andi lagi. Aku melotot padanya.
"Tenangin dirimu sendiri. Kalau kamu sambil emosi gitu, kamu nggak bakal aku kasih tahu jalan keluarnya." kali ini dia mengguruiku. Oke, aku sadar. Aku udah mirip cewek-cewek PMS.
Aku melengos, lalu pergi keluar kelas. Mencari udara segar. Kelas tadi serasa begitu pengap. Minim oksigen. Maklum.
Begitu di luar. Aku menyandarkan punggungku ke dinding. Memijat-mijat keningku yang sedari tadi terasa pening. Ini bukan aku yang merasakan diteror, kenapa sebegini melelahkannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Difference On Us
RomansaPunya pacar famous itu enggak enak Hal tersebut sudah dialami oleh Carla Emallina Nathan. Dia berpacaran dengan Devian Pratama Garlanova semenjak SMP. Ketika mereka berdua menginjak bangku SMA, Carla mulai mengalami manis banyak pahitnya berpacaran...