Lea May hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika dia tidak mendapat respon untuk kesekian kalinya dari Runa. Semalam, Lea tidur duluan walaupun dia sebenarnya khawatir, karena sampai jam dua belas, Runa belum juga pulang. Dan pagi ini, dilihatnya saudara sepupunya itu sedang duduk bersila di sofa dengan secangkir kopi di tangannya. Matanya merah seperti habis menangis, dan wajahnya kusut.
Lea sudah bertanya tentang apa yang terjadi, tapi Runa tidak menyahut sedikitpun. Bahkan menatap Lea saja tidak dia lakukan.
Akhirnya Lea menyerah, lalu pergi sendiri. Dia terpaksa naik bus karena Runa tidak mengantarnya. Lea memang tidak bisa mengendarai motor ataupun mobil, jadi dengan berat hati dan sedikit kesal dia pergi naik bus.
Runa Blackburn menatap kepulan asap dari cangkir kopi di tangannya, ini sudah kopinya yang ke-sembilan sejak semalam. Dia tidak bisa tidur, sekeras apapun dia mencoba. Runa meraih ponselnya, lalu mengirimkan pesan pada Lea untuk mengisi absennya. Mungkin ini terkesan sangat sombong, tapi Runa benar-benar tidak memikirkan tentang apa-apa lagi sekarang.
Pada akhirnya dia bangkit dari sofa, dan meminum habis kopinya, lalu membawa cangkir itu ke dapur. Runa lalu memandang keluar dari jendela dapur, dan mendapati bahwa cuaca hari itu cukup bersahabat. Tapi tidak dengan hatinya.
Batinnya berperang hebat, bertanya-tanya siapakah Edward Styles sebenarnya. Pria itu tahu lebih banyak dari yang Runa duga. Awalnya Runa memang menangis saat sampai di apartemen, saat itu sudah jam tiga dini hari. Dia tidak langsung pulang setelah bertemu Edward. Dia pergi ke bar Liam dan minum disana. Hebatnya lagi, dia tidak merasa mual atau pusing kepala sekarang. Malah meminum kopi dalam jumlah yang tidak sedikit. Bisa-bisa saja lambungnya mengalami gangguan nantinya. Runa memang sedikit menyesal karena dia pergi ke bar tadi malam, tapi dia membuang pikiran itu jauh-jauh. Ada lebih banyak hal yang perlu dia khawatirkan sekarang. Dia menangis bukan karena Edward, atau karena hal lain. Dia menangis karena sudah tidak ada yang bisa dia lakukan.
Masalahnya sekarang, adalah Runa kehilangan jejak Edward, lagi. Kedua, pria itu melarangnya untuk mendekatinya lagi. Ketiga, Edward tahu siapa Runa. Keempat, dia mengetahui banyak hal. Runa takut, kalau dia mencoba mencari pria itu, rahasia-rahasia yang sebaiknya tidak dia ketahui malah terbongkar. Tapi bukan Runa Blackburn namanya kalau tidak penasaran akan hal-hal seperti itu. Apalagi ini menyangkut tentang hidupnya sendiri. Selama ini Runa pikir semua rahasia sudah dia ungkap, tapi kemudian muncul Edward. Dan sayangnya sekarang dia tidak punya tempat untuk berbagi cerita. Harry sudah tidak ada. Dia tidak mungkin menceritakannya pada Lea. Atau Liam, Niall, siapa saja.
Runa menyentuh kaca jendela di hadapannya. "Harry, bantu aku," ucapnya dengan lirih.
~~~
Jam kuliahnya sudah berlalu, dan Runa tetap tidak datang. Dia meminta Lea untuk menyampaikan izinannya, karena sakit. Tapi nyatanya disinilah dia sekarang, dengan motornya, lengkap dengan pakaian serba hitam, memasuki halaman rumah lamanya. Margareth bilang dia bisa ke sini kapan saja, jadi dia lakukan. Kebetulan sekali dia sedang butuh bantuan Margareth yang dia harapkan bisa memberikannya berbagai informasi yang cukup berguna.
Runa berjalan dengan santai menuju lift, dan seperti biasa memasukinya dan menekan tombol satu. Dilihatnya tampilannya di kaca lift, setidaknya tidak sekacau tadi. Pintu lift terbuka, dan Runa melangkah keluar. Lagi, Margareth sedang duduk di sofa. Kacamata bertengger di hidungnya, dan dia sedang menulis sesuatu.
"Apakah aku mengganggu?" Runa berdehem, dan Margareth berbalik. Dia tampak sangat terkejut, tapi pada akhirnya dia tersenyum. "Kupikir kau tidak akan datang lagi. Ayo duduk di sini," Margareth sedikit bergeser ke kanan, dan Runa duduk di tempat yang tadinya diduduki oleh tantenya itu. Dalam hati Margareth bertanya-tanya tentang maksud kedatangan Runa ke sini. Tidak mungkin gadis itu hanya akan datang untuk berbasa-basi.
"Begini, aku datang ke sini hanya untuk bertanya-tanya sedikit soal masa lalu saja. Kau keberatan?" Runa bertanya to the point. Dia sedang tidak ingin bertele-tele. Margareth memperbaiki letak kacamatanya dan tersenyum simpul. "Tidak apa-apa kok. Baiklah, mulai darimana?" Margareth menumpukan sikunya di atas paha, dan menatap Runa dari balik lensa kacamatanya. Runa tersenyum kecil, berusaha terlihat santai dan tidak mencurigakan. "Kalau tidak salah, kau punya anak bukan, dari pernikahan dengan Robin?" Runa memasang tampang polos, dan bisa dilihatnya ekpresi Margareth menegang. Persetan. Mau itu menyinggung perasaannya, Runa tidak peduli.
"Aku memang punya anak dengan Robin tapi dia tidak dirawat olehku. Sejak lahir, orang tua Robin langsung mengambilnya dariku. Kalau kau mengira Gemma adalah putriku, jawabannya adalah bukan." Margareth menggertakkan gigi, dan Runa membelalak kaget. Di surat Harry, pria itu menuliskan bahwa Gemma bukanlah kakak kandungnya, dan Mom Anne-lah yang memberitahukan itu padanya. Runa memang tidak pernah membicarakan soal ini kepada Mom Anne, karena menurutnya itu tidak perlu dan terlalu privasi. "Aku turut sedih soal hal itu. Kupikir, Gemma itu anakmu. Karena Harry pernah cerita, dulu." Runa menyenderkan punggungnya di sofa,berusaha bersikap santai. Dia menajamkan penglihatannya, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan. Margareth menggeleng. "Tidak. Gemma itu anak kandung Anne dan Robin." Runa mengangguk-angguk, lalu menyiapkan pertanyaan kedua.
"Harry juga cerita bahwa dia punya kembaran, namanya Edward. Apakah kau tahu sesuatu tentang dia?" Runa menatap Margareth lekat-lekat. Siapa tahu Margareth berbohong. Karena jawaban atas pertanyaan pertama tadi sudah membuat Runa bingung. Sepertinya dia akan mengecek ulang semua surat dari Harry. Margareth tersenyum. "Ah ya. Aku tahu dia. Walaupun dia anak Anne, dia dekat denganku." Ekspresi Margareth tampak begitu tenang saat menceritakan tentang Edward, seolah-olah anak itu adalah anak baik-baik. Atau itukah Edward yang dulu?
"Kau tidak ingat apa-apa tentangnya Runa? Dulu dia pernah bermain bersamamu, saat almarhum ayahmu masih hidup." Ekspresi Runa menegang ketika nama ayahnya disangkut-pautkan, tapi dia menggeleng. Dia tidak perlu mencemaskan soal itu dulu sekarang. Dia ingat dengan perkataan Edward yang bilang kalau dia pernah bertemu dengan pria itu dulu. Mungkin saja dia tidak bercanda."Kalian hanya bertemu satu kali sih, tapi aku punya satu foto lucu," Margareth tersenyum genit, membuat Runa mengernyitkan kening. "Fotonya adalah saat kalian sedang membuat istana pasir di halaman belakang, lalu Ed menciummu. Tepat di bibir," Margareth tertawa lepas, dan refleks Runa menepuk bahunya main-main. "Jangan bercandaa," Runa memanyunkan bibirnya. Tiba-tiba saja dia merasa senang bisa berbicara dengan Margareth. "Nanti akan kucarikan fotonya ya. Tapi dengan kata lain, kau sudah tahu kan kalau kau memiliki hubungan darah dengan Harry?" Tanya Margareth hati-hati. Runa terdiam, lalu mengangguk. Dalam hati dia tidak peduli dengan hal itu. Mungkin Margareth akan setuju dengan pendapat Harry bahwa mereka tidak seharusnya berpacaran, tapi Runa tidak peduli. Dia dengan Harry itu hanya sepupu jauh yang sangat jauh sekali, apalagi setelah Gemma tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Margareth, setidaknya begitu. Mungkin saja Margareth berbohong, entahlah. Runa akan mengecek semua hal yang mungkin saja bisa membantunya.
"Kalau aku jadi kau, seandainya Harry masih hidup ya, aku tidak akan peduli. Aku mungkin akan kawin lari dengannya, tapi aku tidak peduli. Cinta itu bisa terjadi karena apa saja. Lagipula menurutku kalian tidak punya hubungan darah kok. Bayangkan saja, dia anak Robin dan Anne. Lalu, Robin hanyalah mantan suamiku karena perjodohan orang tua. Lalu? Tak ada lagi kan?" Margareth menghempaskan tubuhnya di sofa, dia terdengar seperti anak remaja yang sedang bergosip ria sekarang. Runa melongo menatapnya. Dia tidak mengira Margareth akan mengatakan itu. Sepertinya orang yang akan setuju dengannya bertambah satu. Runa lalu tertawa, membuat Margareth menatapnya. Sudut bibir Margareth terangkat ketika melihat Runa tertawa. Sekilas mirip dengan almarhumah kakaknya, tapi sedikit mirip juga dengan almarhum kakak iparnya.
"Tapi Runa, kau perlu tahu, kalau sejarah keluarga kita begitu rumit." Margareth lalu menyampaikan hal yang sangat ingin diberitahukannya kepada Runa sejak dulu. Runa menghentikan tawanya dan menatap Margareth. "Keluarga Blackburn, Wells, dan Styles. Semuanya punya koneksi sejak dulu. Dan – oh jangan lupa, keluarga Anne. Twist. Semuanya punya koneksi." Margareth mengangkat jari telunjuk dan tengah di tangan kiri dan kanannya, dan Runa menatap jari-jari itu bergantian. Koneksi?
"Akan kuceritakan semua yang aku tahu, kalau kau mau."
______________________
Muna or Rargareth?
Enakan Muna wakakakaka. Btw MUNA RISE !!!
Banyak deh rahasianya disini. Dan lebih banyak ide dadakannya. Ini kayaknya bakal pendek. 15-an chapter barangkali :3
betewe, ken ai get 20++ vouts antil neks cepter? Tengkyu :*( #RIPEnglish )
KAMU SEDANG MEMBACA
Take You Home [Sequel To NEY]
FanficRuna kini sudah berada dalam masa-masa kuliahnya, sendiri. Harry memang sudah tidak ada, tapi permintaan Harry akan selalu diingatnya, untuk menemukan Edward. Masalah pertama sudah diselesaikan, Runa berhasil menemukan pria itu. Tapi maukah Edward...