12.

1.2K 236 60
                                    

Wanita itu adalah Anne Styles.

Orang yang Runa ingin hindari selama ini, dan kini wanita itu ada di hadapannya, berjarak kira-kira tiga meter jauhnya.

Anne tersenyum, dan berjalan mendekat ke arah Runa.

"Apa kabarmu?" Dengan santai Anne menyapa, lalu menggamit lengan Runa, mengajaknya untuk duduk bersama. Runa akhirnya membawa langkahnya ke meja yang tadi dia
duduki, berusaha bersikap kasual dan santai.
"Aku baik. Mom?" Runa tersenyum sambil duduk di kursinya, dan Mom Anne duduk di kursi yang tadi diduduki Myra.
"Mom juga. Oh iya, gadis yang tadi kutabrak tanpa sengaja, apakah dia dari tadi disini?" Mom Anne bertanya dengan nada menginterogasi, dan Runa menjaga sikapnya. Dia mengambil secangkir kopinya, lalu menyesapnya, sebelum menjawab.
"Ya. Kalau tidak salah duduk di bangku yang di sebelah sana. Ada apa, Mom?" Runa bertanya balik dengan senyum manis yang terukir di bibirnya, dan Mom Anne tersenyum simpul lalu menggeleng.
"Tidak, tidak ada apa-apa." Mom Anne melambaikan tangannya ke udara, memberi sinyal pada pelayan untuk datang ke meja mereka.

"Jadi, Runa, apa yang kau lakukan disini?" Mom Anne melipat tangannya di atas meja, dan Runa tersenyum.
Berbohonglah.
"Aku hanya ingin menenangkan diriku dari tugas kuliah," Runa terkekeh di akhir kalimatnya, begitu pula dengan Anne.
"Kau di NYU kan?" Anne bertanya, dan Runa mengangguk.
"Oke Mom Anne, aku pamit dulu." Runa meletakkan secangkir kopinya yang sudah habis dengan beberapa lembar uang, dan berjalan keluar setelah berpamitan dengan Mom Anne.

Anne duduk dengan dagu yang ditumpukan pada kedua tangannya yang dikepalkan, dan memikirkan sesuatu.

"Maya Isabelle Styles."

Anne menggumamkan nama itu, dan mengingat-ingat lagi wajah gadis yang tanpa sengaja ditabraknya tadi. Anne lalu menggelengkan kepalanya sambil matanya menutup, dan ketika dia membuka mata, ada sesuatu yang menyita pandangannya. Anne mengernyitkan kening, dan menajamkan penglihatannya pada benda yang ada di bawah meja itu.

Anne membungkuk, mengambil kertas yang entah kenapa menyita perhatiannya itu. Ketika dia membukanya, alisnya bertaut, dan Anne memutuskan untuk membuang kertas itu karena ternyata tidak ada apa-apanya.

Tanpa dia sadari, sebenarnya kertas itu bisa menjadi petunjuk atas kematian putranya sendiri.

~~~

Bulan telah keluar dari peraduan, menggantikan tugas matahari. Waktu telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, dan seperti biasa jalanan kota New York masih ramai. Hujan telah reda, dan aktivitas kota kembali berjalan seperti biasa.

Runa, gadis itu tidak bisa tidur. Dia sedang duduk di tempat tidurnya, menatap keluar melalui jendela kamar. Pertemuan dengan Anne tadi masih terbayang-bayang di otaknya, tapi dia rasa semuanya masih baik-baik saja.

Runa mengubah posisinya menjadi berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut dari atas sampai bawah, dan bermain dengan ponselnya.

Suatu kebetulan, tiba-tiba saja ponselnya berdering, tanda ada panggilan masuk, dari nomor tidak dikenal. Runa mengernyitkan kening, tapi dia memutuskan untuk mengangkat panggilan itu.

"Hal-"

"Turun ke lobby sekarang. Jangan banyak tanya."

Setelah itu terdengar nada 'tuut', tanda bahwa panggilan telah diputuskan secara sepihak, dan Runa memutar bola matanya dengan kesal. Dia tahu itu siapa, Edward tentunya. Runa sedikit senang karena Edward-lah yang menelefonnya duluan, tapi di sisi lain dia merasa kesal karena sikap pria itu.

Dengan malas Runa bangkit dari tempat tidur, mengikat rambutnya dengan asal-asalan, dan mengambil skinny jeans hitam andalannya. Tak lupa Runa mengambil jaket kulit hitam, dan berjalan keluar. Dia menutup pintu apartemen dengan hati-hati agar tidak membangunkan Lea, dan menguncinya lalu berjalan menuju lift.

Take You Home [Sequel To NEY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang