PART 1 CHESS UDAH DI-PUBLISH. CEK AYUKK :*
_____________________________________
Saturday, 19 September 2015
Ada yang bilang diam itu emas. Ada juga yang bilang bahwa diam itu hanya membuang-buang waktu.
Diam. Tiap orang memiliki pendapat yang berbeda tentang hal itu.
Runa duduk sambil memangku kakinya, menatap Edward yang duduk di sofa di seberangnya, yang sedang duduk sambil bertopang dagu, matanya tertutup sementara alisnya bertaut. Pria itu sepertinya sedang fokus dengan pikirannya, dan itu membuat Runa kesal. Jika benar pria itu ingin datang ke sini untuk berbicara, berarti dia sudah menyiapkan apa yang ingin dia bicarakan. Dalam hati Runa merasa sedikit senang karena Edward menampakkan batang hidungnya atas kemauannya sendiri, bukan karena dia yang memintanya.
"Edward, kalau kau tidak–"
"Baiklah."
Runa diam seribu bahasa, karena Edward pada akhirnya buka suara. Mata hijau itu kini menatapnya dalam, dan kali ini, Runa merasakan jantungnya berdetak dengan cepat karena gugup. Edward selalu memiliki aura itu, aura mengintimidasi. Runa sebenarnya sudah tidak merasa takut pada pria itu, hanya saja, semua hal yang terjadi pada tubuhnya berada di luar kontrolnya.
"Jadi, kakak tirimu menantangku balapan." Edward memulai, dan Runa hanya balas menatapnya, menyuruhnya untuk melanjutkan. Mendengar Edward mengungkit soal Zayn, membuat Runa teringat soal cerita Myra tentang hubungan mereka dengan Zayn. Runa berharap Edward menganggap tawaran ini sebagai ajang balas dendam.
"Aku menerimanya." Senyum Runa merekah, tapi pudar lagi sedetik kemudian, seolah-olah dia menyesal telah tersenyum beberapa detik sebelumnya. Nada suara Edward, tidak terdengar mencurigakan. Runa harap ini bukan pertanda buruk.
"Aku tahu alasannya bukan untuk menang atau kalah," Edward menyambung, bibirnya sedikit berkedut menahan senyuman. Dia agak geli dengan sikap Runa tadi, tersenyum sedetik lalu cemberut lagi. Tapi dia bersyukur dia masih bisa menahan senyumannya.
"Aku datang kesini untuk mengajakmu taruhan." Edward mengatupkan kedua tangannya dan dia menumpukan sikunya pada kedua lutut.Alis Runa kembali bertaut.
"Balapanku dengan Zayn mungkin akan jadi yang terakhir kali juga." Edward menyambung, dan kali ini Runa langsung berceloteh. "Kenapa?" Edward menatapnya sekilas lalu membuang muka, dan Runa menggigit pipinya dari dalam dengan kesal.
"Tapi aku lebih senang kalau balapan terakhirku itu melawanmu."
Runa menatap Edward dengan tatapan tidak percaya, sementara pria itu membuang muka, melihat ke sekeliling ruang tamu Runa. Sudut bibir Runa terangkat, dan dia nyaris tertawa tapi dia menahannya.
"Lalu, apa taruhannya?"
"Kalau aku menang, kau boleh terus dekat denganku dan Myra," Edward menoleh dan menatap Runa, lalu melanjutkan, "Tapi kalau kau kalah, kau harus menciumku lagi."
Runa memelototi Edward dengan wajah berapi-api, dan andai tadi dirinya adalah kereta api, asap pasti sudah keluar dari kedua lubang telinganya. Edward terkekeh, dan ekspresi Runa sedikit melunak ketika mendengar suara kekehan itu.
"Bercanda. Kalau kau kalah, kau harus menjauh." Edward mengutuk dirinya sendiri karena terkekeh tadi, tapi memutuskan untuk tetap bertingkah seperti biasa. Dia memang sengaja mengungkit soal hal itu karena ingin melihat reaksi Runa. Tendangan Runa hari itu benar-benar mematikan, tapi Edward tidak begitu keberatan. Lagipula dia layak mendapatkannya. Edward sanggup tersenyum sendiri jika memikirkan hal itu, tapi dia menahannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Take You Home [Sequel To NEY]
Fiksi PenggemarRuna kini sudah berada dalam masa-masa kuliahnya, sendiri. Harry memang sudah tidak ada, tapi permintaan Harry akan selalu diingatnya, untuk menemukan Edward. Masalah pertama sudah diselesaikan, Runa berhasil menemukan pria itu. Tapi maukah Edward...