Part 23

10.4K 501 8
                                    

Rasa hangat menjalar di kedua bola mataku, menghantarkan bulir bening yang meluruh seiring dengan pelukanku pada dada bidangnya. Untaian nada syukur ku ucapkan pada Tuhan yang dengan caraNya tersendiri telah mempertemukan aku dan dia yang selalu ada disampingku. Dia telah mengetahui sisi yang paling ku rindukan di hatiku paling dalam.

Malaikat seolah tersenyum melihat ku mendapatkan kebahagiaanku. Entah apa jadinya jika aku menuruti keinginan nafsu dendamku pada Rendra, berkawan dengan yang namanya kegelapan. Mungkin jika hal itu sampai terjadi aku tak kan bisa mendampingi Vandra lagi.

Vanno membuka pintu hatiku yang selama ini diliputi rasa amarah dan sakit hati. Tanpa pernah ku sadari rasa sakit hati itu masih bercokol dalam hatiku dan tumbuh menjadi dendam yang tak berkesudahan ketika hidupku mulai diusik lagi. Vanno mengatakan agar aku berdamai dengan masa lalu, mengikhlaskan segala sesuatu yang telah terjadi sebagai skenario yang Tuhan berikan dalam hidup kita sebagai umatNya. Jika Tuhan saja mau memaafkan umatNya, lantas mengapa kita yang hanya sebutir debu di hadapan Tuhan tak bisa memaafkan sesama kita. Sebab rasa sakit dihadirkan agar datang dia yang bisa menjadi penyembuhnya. Mengapa harus ada tangis agar setiap kita bisa mensyukuri pribadi yang dihadirkan untuk membuat kita tertawa.

Padaku Vanno meminta agar aku mulai mencoba berdamai dengan rasa sakit hatiku. Dia juga yang memintaku untuk menemui Rendra untuk menyelesaikan masalah diantara kami. Bukan hal yang mudah untuk ku melakukan hal demikian. Tak mungkin secepat itu hatiku bisa sembuh dari rasa sakit yang ada, tetapi Vanno selalu memintaku untuk terus mencoba dan mencoba.

Pada akhirnya sebulan setelah kejadian yang sempat membutakan hatiku, aku bersepakat untuk bertemu dengan Rendra untuk membicarakan masalah kami. Vanno ku minta untuk menemaniku karena aku takut akan hilang kendali lagi.

Di sebuah kafe yang menawarkan suasana tenang dan privasi menjadi tempat janji temu kami. Vanno duduk di sampingku dan memberi keleluasaan pada aku dan Rendra untuk berbicara tanpa sedikitpun ikut campur. Rendra tetap menginginkan keadaan kami seperti semula, dalam hati terdalam dia sungguh ingin melihat Vandra tumbuh utuh bersama kami. Kalau saja kesadaran itu datang lebih cepat dari dirinya mungkin kami tak harus berhadapan dengan situasi yang penuh rasa sakit hati itu. Kalau saja Rendra menyadari akibat dari perbuatannya di waktu itu berimbas pada orang-orang yang kami sayangi, maka tak perlu ada yang namanya rasa sakit hati berkepanjangan ini. Dengan rasa sesak di dada dan dengan air mata yang mengalir ku ucapkan permohonanku padanya untuk merelakan perpisahan kami.

" Mas Rendra....Aku yang membangunkanmu ketika kau terjatuh sampai titik nadir terendah"

"Aku yang membungkam mulut semua orang ketika mereka memandang remeh dirimu. Aku yang berjuang bersamamu dari titik nol sampai kau mencapai ketinggianmu"

" Mas Ren...Tidak kah kau mengerti betapa sakitnya hatiku ketika kau mengkhianati kepercayaanku? Tidak kah kau bisa merasakan betapa hancurnya hatiku kala itu?"

"Sekarang di saat aku mulai bisa berdamai dengan keadaan, di saat aku mulai bisa menata hati, kau menikam kembali hatiku. Kau tancapkan ulang sembilu di dadaku, perih ini kembali hadir karenanya"

"Tidakkah aku berhak bahagia mas? Tidak berhakkah aku atas jalan kebahagiaanku sendiri Mas?"

"Lepaskanlah aku. Biarkan aku bahagia dengan caraku sendiri. Ku mohon padamu Mas Ren, lepaskanlah diriku dan ikhlaskanlah perpisahan kita. Bahagialah kau dengan jalanmu, aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu"

"Terima kasih karena kau sudah mencintai diriku Mas. Sekarang berikanlah cintamu pada dia yang sedang menunggumu membalas cintanya"

"Biarkan aku pergi dari kehidupanmu Mas, ku mohon"

Vanno memeluk diriku yang bergetar saat mengucapkan semua isi hatiku. Ku tatap wajah mas Rendra dengan penuh permohonan dan dengan air mata yang semakin deras mengalir. Seketika itu ku lihat perubahan di wajahnya, ku lihat kembali sinar wajahnya dulu ketika pertama kali jatuh cinta padaku dan tanpa ku sangka dia mengalirkan air mata di kedua sudut matanya juga.

Tiba-tiba saja dia menggenggam jemariku, mencium ujungnya sambil menangis.

" Maafkan aku Vanka. Aku yang pernah mencintaimu dengan sepenuh hati tetapi aku pula yang menyakitimu"

" Aku yang membawamu keluar dari keluargamu untuk hidup mendampingi diriku, tetapi aku pula lah yang mencampakkan dirimu. Aku tak pernah mengira, apa yang kuperbuat dahulu seolah menancapkan sembilu di hatimu, dan kemarin luka itu ku sayat kembali disaat mulai mengering"

"Maafkan aku yang egois mencintaimu, yang dengan beraninya akan merebut paksa lagi kebahagiaanmu"

"Aku bodoh karena melepaskan cinta murnimu, aku bodoh karena tak pernah bersyukur atas anugerah cinta yang Tuhan telah berikan padaku. Aku memang sangat mencintaimu sayang, bahkan sampai pada detik ini aku masih sangat mencintaimu. Tetapi aku tak ingin egois lagi, aku tak ingin menyakitimu kembali. Pergilah Van, aku rela melepaskanmu. Pergilah untuk menjemput kebahagiaanmu"

Tak ku sangka hal seperti itu akan dilakukan oleh mas Rendra. Ku kira dia akan dengan egoisnya mengikatku kembali tetapi hari ini aku kembali melihat dirinya yang sebenarnya. Dirinya yang penuh dengan kasih sayang dan juga penuh cinta. Mas Rendra perlahan bangkit dari duduknya dan menghampiri Vanno,

"Hei bung...selamat untuk dirimu, kamu telah memiliki kebahagiaanmu. Beruntunglah kamu bisa memenangkan hati wanita cantik ini"

"Aku adalah lelaki yang bodoh, yang menyia-nyiakan cinta tulusnya sehingga membuatku harus melepaskan dirinya. Ku lepaskan dirinya untukmu, bahagiakanlah dia dengan sungguh"

"Jangan pernah mengecewakannya apalagi menyakiti hatinya karena kalau kau sampai melakukan itu maka aku akan membuat perhitungan padamu":

Kedua lelaki itu berdiri saling mengulurkan tangan dan berpelukan dengan erat. Aku tak pernah menyangka pertemuan ini berlangsung dengan kejutan tak terduga. Pada akhirnya Mas Rendra merelakan perpisahan kami, berusaha memperbaiki hubungan kami sebagai orang tua dari Vandra.

Kira-kira selesai sampai sinikah atau bagaimana ini kah?

cheers ^_^

Tentang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang