Aku bukannya tak mengerti maksud baik Rara padaku, hanya saja aku masih belum bisa sepenuhnya melupakan rasa sakit yang masih ada. Kalau dipikir-pikir rugi sih kalau gara-gara mas Rendra hatiku jadi seperti stuck. Aku tidak trauma tetapi aku hanya belum siap saja ku rasa untuk menerima kembali segala konsekuensinya, biar saja semua berjalan seperti air. Bukan tak pernah ada laki-laki lain yang berusaha dekat denganku tetapi beberapa diantaranya ada yang mundur teratur karena sikap ku yang biasa saja menanggapinya atau malah ada yang langsung mundur begitu tau statusku yang sekarang ini. Stigma miring masyarakat soal janda memang tak bisa dihindari apalagi sudah mempunyai anak tetapi aku hanya mencoba berlega hati saja.
Aku yang sekarang ini lebih senang menyibukkan diri pada pekerjaan. Bukan karena aku melarikan diri dari kenyataan tetapi lebih pada tuntutan hidup yang harus kujalani. Menjadi orang tua tunggal untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari dan menyediakan pendidikan yang baik buat anak bukan perkara yang mudah. Aku harus pandai-pandai mempersiapkan masa depan yang baik buat anak ku kelak. Motto ku sekarang adalah mencari sesuap nasi segenggam berlian. Pada awalnya aku memang melarikan diri dari masalahku dengan cara bekerja, menjadi seorang workaholic sejati tetapi pada akhirnya aku menikmati pekerjaanku. Merintis karir mulai dari bawah sampai aku sekarang mendapatkan posisi yang bagus di kantorku, dibalik semua itu aku lebih ingin membuktikan sumpahku waktu itu pada mas Rendra. Soal pasangan hidup biarlah nanti waktu yang menjawab.
Seperti siang ini, saking asyiknya berkutat dengan pekerjaan membuatku hampir melupakan waktu makan siangku sampai akhinya rekan ku mengajak untuk makan siang bersama. Suara panggilan dari handphoneku menghentikan aktivitas kerjaku, kulirik sekilas untuk melihat siapa yang meneleponku. Ah ternyata ibu Mathilda.Ah iya... semenjak perkenalanku dengan ibu Mathilda tempo hari, beliau memang menepati janjinya untuk menghubungiku dan kami jadi sering berrtelepon ria. Ku katakan pada teman yang mengajak ku makan siang tadi untuk berjalan duluan nanti aku akan menyusul karena mau menerima telepon dulu.
"Selamat siang bu, apa kabar? "
...............................
"Syukurlah bu kalau ibu sehat-sehat saja"
.............................
"Biasa bu, sedang menjadi orang sibuk demi sesuap nasi hehehe"
............................
"Kalau soal makan sih saya tidak lupa bu karena logika tidak akan jalan kalau tidak ada logistik bu alias telmi bu hahaha" gurauku ringan.
Begitulah kami berbincang cukup lama di telepon sampai akhirnya kami menyudahi pembicaraan kami, setelah sadar aku belum juga beranjak makan siang. Cukup sering aku dan ibu Mathilda berbincang-bincang di telepon. Tak jarang bersenda gurau dan bercerita tentang hari yang kami lalui layaknya seorang anak dan ibu. Ya...aku merasakan kehangatan seorang ibu dari ibu Mathilda. Ketulusan dan perhatiannya membuatku senang berbincang dengannya bahkan kami pernah janjian makan siang bersama dan kami senang karena bisa bertemu muka dan mengobrol panjang lebar. Pada dia juga akhirnya ku terbuka akan masa laluku dan dengan tenangnya dia mendengarkan ceritaku tanpa terkesan menghakimi dan usil. Dia hanya memberikan nasihat secara bijaksana bahwa segala sesuatu yang terjadi pada kita ada maksudnya dan pada akhirnya akan mendatangkan kebaikan di depan sana, mungkin sekarang aku belum mengetahuinya begitu katanya. Anak-anak bu Mathilda bukan tak pernah memperhatikannya, mereka bahkan sangat memperhatikan ibu mereka kata ibu Mathilda, tetapi menurut ibu Mathilda saat bertemu denganku dan berbincang denganku membuat dia menjadi seorang yang sangat dibutuhkan begitu katanya, makanya dia sering sekali menghubungiku lewat telepon atau mengadakan pertemuan-pertemuan singkat di sela-sela kesibukan ku.
Pada suatu hari dia kembali mengajak ku untuk makan siang bersamanya tetapi karena aku beberapa kali bolak-balik ke luar kota dan ada meeting dengan klien di luar kantor membuatku tidak bisa bertemu dengannya, baru lusa nanti aku bisa bertemu dan berjanji untuk menemaninya makan siang bersama. Ibu Mathilda senang sekali bahkan sampai meneleponku berkali-kali untuk mengingatkan janji kami pada lusa nanti, sudah kangen banget sama aku katanya.Hahaha ada-ada saja ibu satu itu.
Hehehe nyolong waktu buat update.
Komen, saran bahkan kritik pedas pembaca sekalian bisa menjadi bahan pembelajaran buat saya untuk lebih memperbaiki lagi tulisan saya.
Cheers ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Hati
RomanceAku mencintainya dengan segenap hatiku. Kuberikan pengabdian tiada batas untuknya. Kuletakkan kesetiaanku pada tempat yang paling tinggi. Tapi... Itu semua hanya menjadi keping yang terserak tanpa bisa dipungut lagi. Aku berharap melabuhkan bahtera...