Senyum lelah tercetak jelas di wajah Vanno saat menjejakkan kaki di bandara Soekarno Hatta . Masalah yang terjadi di dalam proyek yang sedang ditanganinya sungguh sangat menyita perhatiannya. Kalau saja Putra tak mendadak mengundurkan diri demi tawaran yang lebih menggiurkan maka dia tak perlu sampai sepusing ini menangani proyeknya. Putra lah yang seharusnya bertanggung jawab untuk mengawasi proyek pembangunan disana. Belum lagi laporan yang datang ke mejanya kalau proyek berjalan pelan dan terancam mundur tak sesuai timeline gara-gara kecurangan mandor dan kepala proyek disana yang menunda-nunda bayaran upah anak buahnya. Vanno memijat pelipisnya secara perlahan sambil berpikir heran bahwa di jaman serba susah ini kok masih ada orang-orang yang berusaha menggagahi hak-hak orang kecil"
Kedatangannya ke lokasi proyek pembangunan disana membuat masalah sedikit demi sedikit terurai. Dia membentuk tim kecil dan menempatkan orang kepercayaanya disana yang dibawa dari Jakarta. Kepada Pak Sujatmiko lah pada akhirnya Vanno menyerahkan pengawasan proyek yang ada di Kalimantan. Vanno hanya perlu memantau dari jauh dan jika kehadirannya diperlukan sajalah dia akan datang.
Masalah kantor kemarin membuat pikirannya teralih sebentar dari masalahnya bersama Vanka. Bukan tak mau menyelesaikan persoalan di antara mereka tetapi dirinya hanya memberikan keleluasaaan kepada Vanka untuk berpikir jernih tentang hubungan mereka belakangan ini. Lelaki itu percaya bahwa Vanka adalah wanita yang kuat dan akan dengan bijak mampu menyelesaikan permasalahan hatinya, dia hanya perlu waktu untuk berpikir jernih. Melihat kasihnya terhadap ibunya selama ini membuat Vanno percaya bahwa Vanka adalah wanita baik-baik. Hanya rasa sakit hatilah yang membuat Vanka kemarin seperti bukan Vanka yang sesungguhnya, Vanka yang dia kenal adalah Vanka yang penuh kasih. Lagipula lokasi proyeknya yang berada di daerah membuat Vanno agak kesulitan dalam berkomunikasi.
Atasannya di kantor sedang menunggu hasil tinjauan proyek kemarin, sehingga Vanno harus mampir terlebih dahulu ke kantor. Urusan lapor-melapor telah selesai, atasannya pun merasa puas dengan hasil usaha dan kerja kerasnya di sana. Sekarang tiba saatnya pulang ke rumah dan mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Di dalam mobilnya yang sempat dititipkannya di kantor Vanno meraih i-padnya yang tersimpan di dalam tas, bermaksud mengecek e-mail yang mungkin ada hubungannya dengan pekerjaannya. Jadwal kepulangannya hari ini membuat Vanno kemarin tergesa menyelesaikan semua masalah pekerjaannya sehingga dia tak sempat untuk sekedar membuka e-mailnya. Semua e-mail yang masuk ada hubungannya dengan pekerjaannya, tetapi ada satu e-mail pribadi yang sangat menarik perhatiannya. Satu e-mail dari Vanka yang menarik perhatiannya yang lekas dibuka dan dibacanya. Isi email itu membuat dia mengerutkan dahinya dan beberapa decak kegelisahaan keluar dari mulutnya.
"Apa-apaan sih Vanka ini. Mengapa dia menyiratkan seolah akan pergi dari kehidupanku? Tidakkah dia berpikir kalau aku ini akan dengan sabar menunggunya menyelesaikan semua permasalahan hatinya?"
Teringatlah Vanno akan handphonenya yang belum dia nyalakan juga setelah keluar dari pesawat. Tak sabar dia segera menyalakan handphonenya dengan tebakan bahwa Vanka pasti sudah beberapa kali mencoba menghubunginya. Lebih dari 2 kali rekaman pesan suara masuk ke kotak suara handphonenya, terakhir adalah dari ibunya.
" Halo Ibu, maaf tadi Vanno masih di dalam pesawat bu. Handphonenya baru saja Vanno aktifkan"
"................................."
" Iya ini Vanno dalam perjalanan pulang"
"Kenapa bu? Kurang jelas suara ibu"
".................................."
"Astaga naga, kok bisa sih bu? Sekarang bagaimana keadaannya? "
"................................."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Hati
RomanceAku mencintainya dengan segenap hatiku. Kuberikan pengabdian tiada batas untuknya. Kuletakkan kesetiaanku pada tempat yang paling tinggi. Tapi... Itu semua hanya menjadi keping yang terserak tanpa bisa dipungut lagi. Aku berharap melabuhkan bahtera...