Sejak pertemuan terakhir kami yang berakhir dengan tidak menyenangkan, aku dan ibu Mathilda tidak pernah lagi bertemu, kami hanya berbicara lewat telepon. Ibu Mathilda selalu mencari alasan supaya kami dapat bertemu lagi dan berkali-kali pula ku tolak secara halus. Pekerjaan yang padat merayap kujadikan alasan untuk menolaknya. Jujur saja aku merasa serba salah dalam hubungan pertemanan kami. Aku sebal setengah mati dengan Vanno yang notabene adalah anaknya tetapi ternyata aku berteman baik dengan ibunya. Aku tak ingin hubungan pertemanan kami merenggangkan hubungan mereka sebagai ibu dan anak hanya karena aku sangat kesal dengan tingkah anaknya, begitu pula dengan dia yang tanpa alasan selalu membuatku tersinggung. Mau memutuskan silahturahmi dengan ibu Mathilda ya sangat tak adil, lagipula dia benar-benar baik dan tulus kepadaku, membuatku selalu nyaman ketika berbicara dengannya. Ku ibaratkan ibunya sehangat mentari pagi, eh anaknya keras ga punya perasaan macam patung, berlawanan banget deh.
Ibu Mathilda sepertinya menyadari kalau aku sedang berusaha menghindarinya. Seperti pada siang ini, dia kembali meneleponku dan berusaha mengajak ku kembali bertemu dengannya.
"Masih banyak juga kerjaanmu nak? Ibu kangen banget nih sama kamu".
"Maaf bu...Saya dan rekan-rekan beberapa hari ini sedang sibuk sekali. Kami harus lembur demi menepati timeline kami".
" Oh begitu ya..." kentara sekali nada kecewa dalam suaranya. Aku mendengarnya menghela nafas.
"Mmm nak Vanka, besok kamu libur kan?"
"Iya bu, besok kan hari Sabtu ya jadi Saya libur"
"Bagaimana kalau besok saja kita ketemuannya. Bisa tidak? Ajak anak mu sekalian saja".
" Ibu tahu pada hari libur kamu mempunyai quality time dengan anakmu ya jadi sekalian ajak dia saja. Ibu ingin melihat malaikat kecilmu juga" bujuknya dengan cara halu tanpa jeda.
Fiuhhh...kalau begini bagaimana caraku menolaknya ya. Besok sudah pasti aku memang libur. Vandra besok akan main ke rumah adik ku, sudah lama sekali dia ingin bermain dengan Favor, anak dari adik ku. Aku tahu Vandra merasa kesepian akhir-akhir ini mengingat aku yang sering pulang larut malam, itu sebabnya dia merengek meminta ijinku untuk menginap disana. Niatku sebenarnya ingin bersantai-santai di rumah dengan perginya Vandra. Ya sudahlah, tak tega juga aku terus membohongi ibu Mathilda. Akhirnya aku mengiyakan saja permintaannya yang disambut dia dengan sukacita.
"Vanka...bagaimana kalau kita bertemu di rumah ibu. Kita masak bersama, katanya kamu pintar memasak"
"Haah, apa??" aku terperangah mendengar permintaanya. Memang iya aku tidak tega menolak permintaanya tetapi aku akan berpikir berulang kali kalau aku harus ke rumahnya yang berarti aku bisa saja akan bertemu dengan anaknya yang sangat menyebalkan itu. Apa ibu Mathilda tidak menyadari situasi yang terbentuk tak enak semenjak pertemuan kami tempo itu.
Seakan bisa membaca pikiranku ibu Mathilda menjawab keraguanku.
"Tenang saja Van...Vanno tidak tinggal dengan ibu. Memang biasanya dia suka pulang ke rumah tapi percaya deh besok itu tidak ada Vanno di rumah. Dia sedang tugas di luar kota dan baru akan kembali pada hari minggu siang, jadi pasti kamu tidak akan bertemu dengannya"
Aku hanya garuk-garuk kepala saja mendengar penjelasannya walau dia tidak bisa melihatku, malu juga karena dia berhasil menebak pikiranku sebelum aku melontarkan penolakan lagi.
"Benarkah bu" gumamku ragu.
"Iya benar kok" Ibu Mathilda meyakinkanku sekali lagi.
"Mmmm...ya sudah baiklah bu, besok Saya akan ke rumah Ibu, nanti Ibu berikan saja alamatnya ya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Hati
RomanceAku mencintainya dengan segenap hatiku. Kuberikan pengabdian tiada batas untuknya. Kuletakkan kesetiaanku pada tempat yang paling tinggi. Tapi... Itu semua hanya menjadi keping yang terserak tanpa bisa dipungut lagi. Aku berharap melabuhkan bahtera...