Drtt...drtt.. getar dari handphone yang terletak di meja membuatku mengalihkan sebentar pandangan mataku dari meeting pentingku dengan departemen lain siang ini, sebelum ku abaikan lagi bunyinya. Tumben banget kak Nathan nelepon siang-siang gini. Nanti sajalah ku telepon balik pikirku.
Ternyata meeting ini memakan waktu yang lama dan berakhir saat waktu beranjak sore sehingga niatku menelepon kakak jadi terlupakan. Sampai pada akhirnya dia meneleponku kembali."Van...kamu dimana?"
"Masih di kantor ka. Ada apa ya?"
"Bisa pulang agak cepet Van? Ada yang mau kakak sampaikan"
"Harus hari ini kak?"
"Iya hari ini Van, kalau bisa jangan malam-malam yah. Kakak sudah ada di apartemen mu nih"
"Hmm...oke lah ka, kira-kira satu jam lagi ya aku sampai, mudah-mudahan ga macet-macet amat"
"Oke..hati-hati ya"
Akhirnya kubereskan semua dokumen-dokumen yang tadinya akan ku kerjakan dan bersegera melangkahkan kaki untuk pulang. Ada apa gerangan sampai kakak ku memaksaku cepat pulang. Apa Vandra sakit? Ah tapi kalau Vandra sakit pasti Neni asistenku sudah meneleponku dari tadi. Ku pusatkan perhatian pada jalanan ibukota ini, sebisa mungkin berusaha sampai dengan cepat ke apartemenku.
Sesampai depan pintu apartemen, aku mendengar banyak suara di balik pintu, suara Vandra juga masih terdengar. Siapa ya yang bertamu malam-malam begini? pikirku.
Ku dorong pintu apartemenku dan melangkah masuk ke dalam.
Sungguh kejutan tak terkira yang terpampang di depanku. Di sana berdiri laki-laki itu, lelaki masa lalu yang tak ingin ku ingat lagi, mas Rendra mantan suamiku. Tanganku mengepal dan tubuhku menegang seketika, dengan emosi aku segera berteriak padanya."Siapa yang mengundangmu kesini hah? Pergi kamu!!" ku acungkan tanganku kepadanya.
"Sabar dulu Van" ibu dari mas Rendra, mantan mertuaku berusaha menenangkanku.
Aku melupakan Vandra yang ada di ruangan itu juga, ku lihat dia sangat ketakutan dan menangis. Ku suruh Neni untuk membawa Vandra ke kamar, aku tak ingin dia terluka lagi melihat kemarahan ku yang bisa berujung pada pertikaian.
"Van...sebelumnya Ibu mohon maaf yang sebesar-besarnya sama kamu. Maaf kalau Ibu mengusik kamu dengan kedatangan kami tetapi sungguh maksud kedatangan kami kesini adalah niat baik"
"Kami sangat menyesal atas kejadian yang menimpa adik Vandra. Sungguh-sungguh kami sangat menyesal atas kejadian itu"Hah...basa basi. Aku mengeraskan hati tak mau mendengar apapun dari mereka.
Heran aku mengapa mereka bisa menemukan keberadaanku, padahal aku berusaha menutup rapat semua jejak kepergianku dari lelaki masa lalu ini yang bisanya memberikan kepedihan padaku.
Aku hanya berdiri bergeming masih sambil mengepalkan tangan, nafasku memburu menahan luapan emosi."Van...aku datang kesini bermaksud ingin berdamai denganmu. Maafkan kelakuanku dulu padamu" Akhirnya lelaki itu angkat bicara.
"Apa katamu? Maaf? Kau pikir dengan kau datang bersama pasukanmu, aku akan memberikan maaf padamu hah?"
"Kau pikir diriku ini mainan? Semudah kau membuangku saat sudah bosan, semudah itu kau minta maaf padaku. Kau pikir maaf itu bisa kau beli dimana-mana, enteng sekali bibirmu mengucapkan kata maaf"
"Kamu lihat kan disana ada pintu besar yang terbuka untuk kamu keluar dari tempat ini. Keluar !! aku tak sudi melihatmu, cepat pergi!"
"Sabar Vanka" kak Nathan berusaha menenangkanku.
"Kalian yang keluar dari sini atau aku yang akan pergi dari sini" bantahku dengan suara dingin kepada mereka semua tanpa bisa ditawar lagi.
"Oke baiklah, kami akan pergi tetapi kalau kamu sudah tenang aku akan datang berbicara lagi padamu" lanjut mas Rendra.
"Tak ada yang perlu dibicarakan lagi" sahutku dengan ketus.
Akhirnya mereka semua pergi meninggalkan apartemenku. Segera ku alihkan pandanganku pada Kak Nathan.
"Kakak yang kasih tau mereka dimana aku tinggal?""Maafin kakak Van...waktu itu kakak bertemu dengan Rendra dan ibunya di acara kantor, kakak tak pernah mengira kalau perusahaan Rendra salah satu klien di kantor kakak. Kakak sudah berusaha menghindari mereka tetapi mereka terus mengejar dan memaksa kakak memberitahukan dimana kamu tinggal, Rendra sampai mendatangi kantor kakak"
"Rendra bilang sangat ingin ketemu dengan Vandra. Kakak berpikir kasihan dengan Vandra dan setelah didesak oleh dia akhirnya kakak kasih tahu ke mereka alamatmu".
"Sudahlah ka...apapun itu, aku tak ingin bertemu dengan mereka. Tak tahukah kakak kalau betapa sulitnya aku menghapus kepahitan yang pernah terjadi padaku kak?"
"Aku sedang berusaha menata kembali kehidupanku kak. Aku juga ingin jadi wanita yang bahagia kak. Kehadiran mereka mengusik ketenangan batinku"
"Sekali lagi maafin kakak, Van" bisik kak Nathan.
Kutinggalkan kak Nathan sendirian dan bergegas menuju kamarku. Di bawah pancuran air aku menggeram dan menangis sekali lagi untuk masa laluku.
**************************
Rendra dan ibunya tak pernah datang lagi sejak kejadian itu tetapi dua minggu setelahnya ibunya berusaha mengajak ku bertemu dengannya melalui kakak ku. Ku katakan dengan keras pada kakak ku kalau aku tidak mau menemuinya tetapi kakak ku mengatakan kalau aku harus menghadapinya agar semuanya bisa selesai dengan jelas dan aku tak terganggu lagi. Akhirnya dengan enggan ku ikuti permintaannya yang kusanggupi dengan syarat kalau kak Nathan harus ikut denganku.
Kami bertemu di suatu restoran. Mereka memesan ruangan pribadi untuk pertemuan kami. Di sana ada Rendra , ibunya beserta kakak dan adiknya. Ada apa lagi ini, kenapa mereka harus beramai-ramai hanya untuk bertemu denganku. Mereka mempersilahkanku untuk memesan makanan yang kuturuti dengan enggan. Akhirnya kakaknya angkat bicara memecah kekakuan di antara kami.
"Vanka, apa kabarmu" tanya kakaknya.
"Baik ka"
"Begini Vanka, maksud kami mengundang kamu adalah untuk membicarakan permasalahan di antara kalian"
"Permasalahan di antara kami? Apa lagi yang musti dibicarakan ka? Semuanya sudah selesai kan"
"Sebelumnya kami minta maaf kepadamu atas situasi dahulu yang pernah terjadi. Kami juga sangat menyesal akan kehilangan adiknya Vandra, sungguh kami sangat menyesal. Saat ini kami ingin memperbaiki semuanya lagi. Mmmm tapi biar Rendra sendiri yang menyampaikannya deh"
Rendra berdehem sebelum berbicara kepadaku.
"Vanka, aku minta maaf. Begini Van, selama ini kan Vandra tumbuh tanpa kehadiran orang tua yang lengkap. Dia pasti sangat membutuhkan kehadiran kita sebagai orang tua yang utuh untuk tumbuh kembangnya kelak. Aku tau aku yang membuatnya jadi sepert itu, untuk itu aku ingin memintamu supaya kita bisa bersama lagi""Bersama lagi?" tanyaku bingung.
"Iya...aku ingin kita rujuk" sahut RendraWhat the hell...dia pikir hatiku ini mainan. Saat dia lagi senang bisa dia ambil dan saat dia bosan bisa dia buang dan ketika ingin memainkannya lagi dia akan memungutnya. Manusia tak tahu adat, bicara seolah semua kendali ada di tangannya.
Ku pukul meja di hadapanku saking emosinya, lalu aku berdiri dan menunjuk wajah Rendra.
"Heh...kemana saja kau selama ini baru menyadari bahwa anakmu itu butuh orang tua yang sempurna. Kamu masih ingat kan saat aku memohon kepadamu untuk membatalkan keputusanmu demi Vandra dan demi anak yang masih dalam kandunganku?".
"Masih ingat kan? Tapi apa jawabmu Mas? Dengan kejamnya kau memutuskan secara sepihak hubungan antara kau dan anak-anak. Kau masih ingat itu kan? Sekarang dengan tak tahu malunya kau mengatakan ingin rujuk".
"Kemana perempuan yang kamu bela-bela itu? Apa dia sama denganku, hanya kau jadikan mainan hidup pemuas nafsumu?"
"Cih...sampai kapan pun aku tak akan sudi" semburku pada Rendra.
"Ku rasa pembicaraan kita sudah selesai, jangan tampak kan wajahmu lagi di hadapanku. Permisi!"
Ku langkahkan kaki ku dengan emosi yang masih tersulut. Kak Nathan terseok-seok mengejar langkahku.
Tuhanku...mengapa sesak ini datang lagi? Perih ini menghampiri lagi. Buru-buru ku hapus air mataku dengan sudut tanganku, aku tak mau menangis lagi untuk dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Hati
RomansaAku mencintainya dengan segenap hatiku. Kuberikan pengabdian tiada batas untuknya. Kuletakkan kesetiaanku pada tempat yang paling tinggi. Tapi... Itu semua hanya menjadi keping yang terserak tanpa bisa dipungut lagi. Aku berharap melabuhkan bahtera...