chap dua

1K 93 7
                                    

"Diam kau Soraya! Kau Sudah terlalu keterlaluan!" Telapak tangan ayah melayang menuju Soraya.

"Ayah!'' Lenka berteriak saat melihat ayahnya yang melayangkan Telapak tangannya di Soraya, tapi untung saja, Telapak tangan itu tidak mengenai pipi Soraya.

"Cukup ayah! Oke, maafkan Soraya karena telah berbicara kasar seperti itu, dan aku menerima hukuman ayah untuk tinggal di asrama dengan secepat ini." Lenka menjadi penengah. Diam sejenak. "Sudah cukup Sora, jangan berontak lagi. Ikuti saja perkataan ayah." Kata Lenka pada Soraya.

Setelah itu mereka pergi ke asrama menggunakan mobil. Matahari belum muncul sepenuhnya, tetapi pagi itu menjadi sangat buruk bagi Soraya,Lenka juga ayahnya. Dalam perjalanan mereka tidak berbicara sepatah katapun. Dalam sunyi yang dalam, tanpa ada yang memutar musik atau radio.

8 jam perjalan untuk sampai ke asrama. Lenka dan Soraya turun dari mobil dan mereka menganggumi bangunan asrama itu. Tinggi dan besar, punya menara dan pada puncak menara terdapat gambar burung merpati. Bangunan asrama itu kelihatan tua dan kumuh.

" selamat datang di asrama Baruh." Suara seorang paruh baya menyapa mereka yang sedang menganggumi asrama itu.

"Oh, nyonya Hanston,selamat pagi, anda ternyata disini." Ayah menyapa wanita tua itu yang bernama nyonya Hanston. "Aku menitipkan kedua anakku ke asrama ini, aku ingin membuat sifat mereka membaik di asrama ini."

"Tentu saja. Tapi, kemarin kau hanya mendaftar satu orang anak, bukan dua." Kata nyonya Hanston.

"Ah, benar. Tapi, bisakah saya mendaftar lagi untuk anakku yang bungsu?" Tanya ayah.

"Tentu saja, yang penting kau sudah membawa surat resmi kepindahan anakmu dari sekolah serta akta kelahiran dan kartu keluarga." Jawab nyonya Hanston.

"Tentu saja,Tentu saja saya membawanya." Dengan semangat ayah mengeluarkan suatu map yang berisi surat surat penting. Soraya sama sekali tidak menerima perlakuan ayahnya, emosinya naik, untung saja Lenka menahannya.

"Baiklah,nona nona,bawalah kopermu dan saya akan membawa kalian berkeliling. Sedangkan bapak bisa langsung keruang administrasi." Kata nyonya Hanston lalu berbalik pergi. Kembaran mengeluarkan koper mereka lalu berbalik mengikuti nyonya Hanston.

"Baiklah nona nona, saya akan menjelaskan bagian bagian bangunan ini. Disana, setelah taman ada aula, aula tersebut digunakan untuk olahraga, Sedangkan aula dekat hutan adalah aula untuk berkumpul atau untuk mengikuti tes praktek bioligi yang menjelajahi hutan. Dan,.." nyonya Hanston melanjutkan pembicaraannya mengenai bangunan asrama tersebut.

"Lenka, aku rasa ayah sengaja membawa kita disini." Soraya berbisik pelan pada Lenka agar nyonya Hanston tidak mendengar.

"Entahlah,Tapi aku tidak terlalu peduli sekarang dengan keputusan ayah karena mungkin ia mempunyai tujuan yang baik membawa kita kesini." Balas Lenka dengan berbisik juga.

"Keputusan ayah benar benar membuatku kacau." Kata Soraya. Lenka tersenyum mendengar kembarannya.

"Tak perlu merasa kacau,Sora. Kau hanya terlalu alay untuk menanggapinya. " Balas Lenka.

"Kamar dibagi dua. Sebelah kiri kamar laki laki dan Sebelah kanan kamar perempuan. Seluruh jumlah kamar ada 500 kamar. Bagian laki laki ada 250 kamar dan perempuan 250 kamar." Kata nyonya Hanston.

"Wow!pantas bangunan ini sangat besar" sambung Lenka.

"Kamar Lenka nomor 213 dan Soraya nomor 157." Kata nyonya Hanston dan membuat sikembar itu terkejut,mengapa mereka dipisahkan.

"Apa? Lenka berada di kamar nomor 213 dan aku 157? Kenapa kita dipisahkan?" Tanya Soraya.

" lampu akan mati ketika pukul tepat 12 malam. " perkataan nyonya Hanston tidak menjawab pertanyaan Sora dan langsung pergi.

"Maaf, Tapi Kenapa kita dipisahkan? " Tanya Lenka disela sela kepergian nyonya Hanston. Tetapi nyonya Hanston tidak menjawab dan hanya berjalan terus.

"Sial! Kenapa harus dipisahkan?" Kata Soraya gemas.

"Entahlah." Balas Lenka .

Lalu, mereka berjalan menaiki tangga ke kamar mereka masing masing. Mereka berjalan sambil mengobrol untuk menghilangkan rasa kecewa plus menghilangkan rasa kesal. Soraya dengan gemas mengulang kembali kejadian pemberontakan pada ayahnya karena tidak terima dengan keputusan ayahnya.

"Hei, kamarmu nomor 157 bukan?" Kata Lenka. Soraya mengangguk dengan mantap. "O-oh,kita harus berpisah disini." Kata Lenka melanjutkan. Soraya tampak kaget,lalu menoleh kearah sebuah pintu yang diatas bertulisan nomor kamar. 157, nomor yang tertera dipinti itu. Soraya menghela napas ketika melihat nomor tersebut.

"Ah tidak, aku benci perpisahan." Kata Soraya. Lenka tertawa kecil melihatnya lalu mendorong pelan kepala kembarannya.

"Kenapa Kau alay sekali? Sudahlah, aku mau pergi." Kata Lenka dan langsung beranjak pergi. Sedangkan Soraya masuk kedalam kamarnya. Suasana asrama masih sepi pada jam segini. Mungin mereka masih sekolah.

Lenka berjalan menelusuri lorong lorong kamar. Sunyi menusuk tulang rusuknya hingga terasa nyeri. Aura sekitar membuat Lenka bergidik ngeri.

Kamar 213 telah didepan matanya. Ia merogoh saku lalu mengambil kunci yang tadi diberikan nyonya Hanston. Setelah ia mendapat kunci, ia memasukan kedalam lubang pintu lalu memutarnya. KLEK. Lenka siap masuk kedalam kamar barunya. Ia membuka pelan pintu kamarnya hingga berderit. Suara pintu kamarnya berderit seperti adegan film horor.

Dan,....

FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang