"Apa kau kaget?" Tanya Femi dengan tajam. Tiba tiba, gejolak aneh mengalir pelan diujung kaki Lenka, mengalir dengan pelan namun cepat mengalir keatas. Emosi Lenka meluap luap, kemarahannya sudah diubun ubun, namun ia belum bisa mengeluarkannya.
"Aku tidak kaget, aku hanya senang berjumpa denganmu." Balas Lenka. Lalu, muncul dipikirannya tentang kata 'mama' yang pernah dikatakan Naomi. Ia mengingat pengorbanan mamanya untuk orang lain yang begitu menyakitkan dalam cerita yang pernah Naomi ceritakan. Lenka sudah bisa merasakan sangat menyakitkan ketika orang yang dicintai dikorbankan begitu saja.
"Apa sekarang kau akan membunuhku?" Tanya Lenka dengan dingin. Tidak lama, Femi mencabut pisau yang tadi ia tusuk diperut Soraya.
"Kenapa tidak?" Kata Femi. Lalu, gejolak aneh yang merambat kaki Lenka kini sudah sampai dilengan Lenka.
"Sebelum kau mencoba membunuhku, aku ingin bertanya satu hal. Kenapa kau menulis namamu didaftar pinjaman buku diperpustakaan Sedangkan saat itu kau berpura pura menjadi Naomi?" Tanya Lenka dengan dingin.
"Itu tidak disengajakan. Saat itu aku lupa kalau aku menjadi Naomi. Aku pergi tanpa kacamata, namun aku lupa kalau aku sedang menjadi Naomi. Tapi, kejadian terlupanya aku ternyata sangat menguntungkan bagiku dan juga bagi Naomi. Karena aku punya bukti kuat kalau aku tidak si toilet bersama kalian." Kata Femi. Ia lalu memutarkan pisau yang ujungnya sudah dipenuhi darah.
"Apa yang akan kau lakukan dengan pisau itu?" Tanya Lenka. Kini gejolak itu ada sudah diubun ubun. Telapak tangan Lenka sudah terasa sangat panas. Emosinya sudah meluap luap. Namun ia masih menahannya. Ia merasa bahwa belum waktunya.
"Apa kau sudah siap?" Tanya Femi.
"Harusnya aku tanya itu padamu. Apa kau sudah siap, untuk ----mati?" Tanya Lenka balik. Mendengar itu, Femi merasa lucu dan ia tertawa terbahak bahak.
"Ahahahaha, kau kepedean sekali!" Kata Femi. Namun Lenka tetap tenang. "Baiklah, aku tidak akan basa basi lagi." Kata Femi lagi. Lalu ia memakai topeng putih polos dengan segaris merah yang membusur membela samping topeng itu dan pisau yang tadi ia cabut dari perut Soraya yang ujungnya masih ada darah itu ia arahkan kearah Lenka.
"Boo" kata Femi. Dengan cepat ia berlari kearah Lenka dengan pisau itu. Lenka hanya diam ditempat. Tubuh Lenka terasa panas, seperti api yang membara membakar tubuhnya. Lalu, Femi yang sudah dekat Lenka itu lalu mengacang ngacang pisaunya lalu mulai menusuk lengannya.
Namun, sesuatu seperti melindungi Lenka. Pisau itu meleleh ketika ditusuk kearah Lenka. Femi yang melihat itu langsung melepaskan pisau itu dan mundur beberapa langkah. Ketika dilihatnya pisau itu meleleh dan meninggalkan ganggang saja, ketakutan langsung menjalar seluruh nadi/urat Femi.
"AHHH!!! MAHKLUK SEPERTI APA KAU?!!" Kata Femi histeris dan terjatuh tidak jauh dari Lenka. Saat itu juga, api biru yang besar muncul diatas kepala Lenka.
"Apa kau sudah siap? Apa kau sudah siap menuju neraka?" Tanya Lenka dengan senyuman sinis dan tatapan tajam. Ia lalu berjalan pelan dengan kobaran api birunya itu. "Jika kejahatanmu mulai tercium dan dicurigai, seharusnya kau berhati hati, karena di saat itulah ketidakamanan dirimu." Kini Lenka sudah berdiri dihadapan Femi.
"A-apa ya-ng ma-"
"Namun karena kau sudah menampakan kejahatanmu," Lenka mengelus kepala Femi lalu menarik rambut Femi. Femi mencoba untuk melepaskan tarikan itu, namun tak bisa. "PERGILAH KE NERAKA!" Ketika itu juga, rambut Femi terbakar. Femi berteriak histeris lalu mencoba memadamkan api itu dengan memukul mukul. Namun lambat, api itu merambat sangat cepat, wajah Femi Kini sudah terbakar dan api itu menjalar terus. Hingga, ia menjadi debu seperti kertas yang dibakar.
"Wah Wah Wah!" Suara yang tak asing ia dengar berasal dari jendelanya diiringi dengan tepukan tangan. Lenka sontak langsung berbalik. Seorang perempuan dengan rambutnya yang diikat tinggi tinggi, ia memakai baju ketat berlengan berwarna hitam mengkilat, celana panjang ketat berwarna hitam mengkilat dan sepatu booth(kalau salah tulis mohon maaf∪ˍ∪) hitam. Wajahnya tidak terlihat karena gelap dan tidak mengenai cahaya bulan purnama.
"Siapa kau?" Tanya Lenka.
"Kau lupa aku?" Tanyanya balik.
"Bagaiman aku bisa melihatmu jika kau tidak menunjukan wajahmu?" Kata Lenka.
"Kau? Emm, baiklah." Lalu, perempuan itu yang tadinya berdiri dijendela, Kini ia turun dan berjalan beberapa langkah. Sinar bulan purnama terpancar diwajahnya, memperlihatkan wajahnya yang indah dimalam hari. Ia memperlihatkan lekuk lekuk Tubuhnya yang ramping dan berbentuk dengan pakaian serba ketat dan hitam itu. Mata Lenka membulat. Ia tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Astaga.." kata Lenka.
"Kenapa? Kau terkejut?" Tanyanya balik. Ia lalu memperlihatkan tangannya. Tiba tiba api muncul dari kedua tangan Lenka.
"Kau bisa-"
"Dulu kita berteman, aku bahkan menemani makan bersama. Kalau begitu, mari kita ganti pertemanan kita dengan sebuah peperangan."
Maaf karena agak lambat, dan Maaf karena chap bagian ini sedikit. Chap berikutnya lagi dalam proses. Setia terus yaa...
Jangan lupa vote ☆ nya..
Salam hangat untuk kalian yang para pembaca dan yang Setia ngevote♡ ...
Sarange 쇼♡
![](https://img.wattpad.com/cover/57570610-288-k875733.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fire
Mystery / Thriller'Jangan pernah percaya pada siapa pun' Sebuah asrama yang penuh dengan keanehan. Asrama yang semuanya diisi oleh kebohongan. Asrama dengan cerita para murid yang entah itu benar ataupun Sebuah kebohongan semata saja. So, gak usah panjang panjang l...