chap lima

777 75 1
                                    

Pagi berlalu dengan sangat cepat. Pagi berganti dengan malam. Kini, Lenka dan Fanya sudah memakai piyama mereka, bersiap untuk pergi ke alam mimpi.

"Hei Fanya." Panggil Lenka ketika Fanya hendak menutup dirinya dengan selimut kodoknya.

"Ya Lenka?" Kata Fanya.

"Apa kau punya seprei kodok lagi? Aku iri melihatmu memakai seprei itu." Kata Lenka sambil melirik lirik seprei Fanya.

"Kau tertarik juga pada kodok?" Tanya Fanya. Dengan senyuman mengembang Lenka mengangguk angguk kearah Fanya. Fanya tertawa kecil.

"Hahaha, tentu saja Lenka. Aku punya tiga. Akan kupinjamkan kau seprei." Kata Fanya lalu bangun dari tempat tidurnya, ia berjalan menuju sebuah tas gandengnya yang bergambar kodok. Dari tasnya, ia mengeluarkan sebuah seprei yang mirip juga dengan tempat tidur kodoknya.

"Tadaaa!" Fanya memberikan Lenka seprei kodok yang masih terlipat rapi. Lenka sangat senang melihatnya. Ia langsung mengambil seprei itu dari tangan Fanya lalu memeluknya dengan erat.

"Aahhh, terimakasih ya Fan! Aku sangat senang mempunyai teman sepertimu! Kau teman yang baik!" Kata Lenka dengan gemas memeluk sperei kodok tersebut. Fanya hanya tertawa senang melihat teman barunya itu.

"Emm, Fan, aku boleh nanya tidak?" Tanya Lenka. Pikiran untuk bertanya tentang kedua orangtua Fanya terlintas dalam benaknya ketika ia mengingat album foto yang dilihatnya tadi siang.

"Tentu." Jawab Fanya senang hati.

"Kau bilang, kau tidak tinggal bersama orangtuamu, Tapi tinggal dengan pamanmu. Kalau boleh tau, sejak berumur berapa kau tinggal bersama pamanmu? Tanya Lenka dengan nada serius. Senyuman yang mengembang di pipi Fanya langsung turun, Fanya menampakan ekspresi serius.

"Kau pasti, sudah melihat albumku kan?" Tanya Fanya balik. Mendengar itu, Lenka merasa gugup kembali.

"Em, itu,anu-ak -aku-"

"Haa, kau ketahuan bohong! Sudahlah, santai saja, dari awal aku emang udah tau kok." Kata Fanya, senyuman mengembang lagi di pipinya. Pipi Lenka memerah karena ketahuan bohong. Pipi Lenka memang selalu merah ketika ia berbohong,ketawa dan saat ia malu, memperlihatkan sosok Lenka yang menarik ketika pipinya merah.

"Aku udah bersama pamanku kira kira berumur 6 atau 7 tahunan. Waktu itu, pamanku menginginkan seorang anak, makanya akulah yang orangtuaku berikan. Aku anak bungsu dari 5 bersaudara, jadi,orangtuaku memberikanku pada paman. 2 tahun setelah orangtuaku memberikanku pada paman, istri dari paman mengandung Seorang anak laki laki. Ketika anak itu sudah dilahirkan dan sudah tumbuh, paman mulai kasar denganku. Anaknya juga. Istrinya tidak peduli dengaku. Suatu hari, istri dan anaknya berpergian, dan ideku untuk menipu paman muncul. Dan,.. beginilah aku." Kata Fanya. Lenka hanya menatapnya dengan senyuman yang simpul.

Malam semakin larut. Fanya sudah tertidur pulas. Semua lampu sudah dimatikan. Hanya Lenka yang masih terjaga. Ia berusaha untuk tertidur. Namun, semakin ia berusaha semakin ia tidak bisa tertidur.

TOK TOK TOK.

Ketukan dari jendela membuat Lenka terkejut. Ia melihat kearah jendela yang tidak tertutup itu. Tidak ada apa apa. Ia kembali tidur lagi. Ia berfikir mungkin hanya perasaannya.

TOK TOK TOK

Ketukan kedua kalinya membuat Lenka benar benar terbangun dari tempat tidurnya dan melihat keluar jendela. Kupu Kupu bercahaya berwarna merah muncul dihadapan Lenka.

"Cantik sekali.." kata Lenka menganggumi Kupu kupu merah bercahaya itu. Tidak lama kemudian, kupu Kupu itu mendekati Lenka. Lenka mengulur tangannya berharap kupu Kupu merah itu hinggap di telapak tangannya.

Tetapi, ketika kupu kupu itu mulai menyentuh telapak tangan Lenka, kupu kupu itu terbakar dan hangus seketika dihadapan Lenka. Lenka berteriak, ia membuang abu kupu kupu merah itu. Saat ia membuang kupu kupu itu, tubuhnya terasa kepanasan. Ia melihat kebawah. Api yang sangat besar membakar semua hutan di asrama itu. Lenka melotot melihat api yang buas membakar seluruh hutan dan ruangan kelas. Lenka berteriak teriak ketakutan. Dengan cepat ia berlari,membangunkan Fanya,teman sekamarnya. Lenka benar benar berada dalam puncak ketakutannya kali ini, Fanya, teman sekamarnya sudah menjadi mayat,korban kebakaran asrama. Lenka berteriak teriak histeris.

Tidak lama kemudian, sejumlah panah dengan ujung yang tajam terbang kearah Lenka. Salah satu panah mengenai wajah Lenka, lalu panah yang lain menusuk lengan kiri dan tulang rusuk Lenka. Lenka berteriak meminta pertolongan. Namun tak ada yang mendengar. Karena tak kuat menahan sakit tusukan panah tersebut, Lenka terjatuh ke lantai dengan berusaha mengeluarkan panah dari dalam perutnya. Darah menetes pada ujung panah saat Lenka berhasil mengeluarkan panah tersebut.

Masih satu panah lagi yang menancap pada lengan kirinya. Tapi, rasanya ia tak kuat untuk melepaskan panah tersebut dari lengannya. Akhirnya, ia terjatuh ke lantai dengan sangat keras. Bahunya membentur lantai tersebut sampai berbunyi.

"Ya Tuhan, aku masih ingin hidup." Katanya ketika ia merasa kalau ajalnya datang menjemput dia. Dia menutup matanya, hanya pasrah menerima keadaan.

Cahaya masuk menerangi matanya.

Malaikat sudah jemputkah?  Pikirnya. Ia lalu sedikit membuka matanya, berharap bahwa ada Malaikat yang Cantik menjemputnya.

"Lenka? Kenapa kau bisa disitu?" Lenka membuka matanya besar besar. Fanya yang ada dihadapannya, menutup Cahaya matahari Pagi.

"Aku belum mati?" Tanya Lenka.  Fanya mengerutkan dahinya.

"Apa yang kau katakan?" Tanya Fanya bingung pada Lenka. Lenka lalu bergegas bangun, ternyata, ia berada di bawah tempat tidurnya, melekukkan lututnya.

Ia mengecek perut,tempat tulang rusuknya berada,tidak ada luka juga darah, ia mengecek lengannya yang tadi tertusuk panah, tidak ada satu pun benda yang tertusuk pada lengannya bahkan luka pun tak ada. Ia juga meraba raba pipinya, tak ada luka, masih seperti kemarin, tak ada apa apa. Ia melihat sekitar, tak ada yang terbakar, melihat Fanya,ia masih hidup.

"Fanya?" Kata Lenka.

"Ya?" Jawab Fanya.

"Kau masih hidup?" Tanya Lenka. Fanya sedikit terkejut dengan perkataannya. Ia lalu menghela napas dalam.

"Emangnya yang sedang berdiri disini siapa? Setan? Udah Ah! Dari pada kamu ngarang terus, mandi sana!" Kata Fanya lalu pergi meninggalkan Lenka yang masih ternganga.

Lenka menikmati hangatnya air dalam bak pemandiannya. Ia menggosok tubuhnya dengan sabun sambil masih memikirkan kejadian tadi. Waktu kejadian tadi sangat cepat. Bahkan ia tidak sempat tidur. Jika itu mimpi, Kenapa rasanya seperti nyata sekali. Ia benar benar merasakan tusukan panah pada rusuk juga lengannya. Ia masih ingat betul ketika melihat tetesan darah yang terjatuh pada pucuk panah itu. Ia juga masih ingat persis kupu kupu merah yang terbakar hangus menjadi debu ditelapak tangannya dan mayat Fanya.

Apa arti semua ini? Ia sama sekali tidak mengerti dengan semua ini.



Chap 6 akan terbit segera mungkin •﹏• .. gak akan lama menunggu.. !!

Salam hangat dari Sefanya (^O^)  ... !!

Mohon vote nya ya, supaya makin SEMANGAT!!

FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang