chap delapanbelas

586 56 3
                                    

Fanya dan Lenka akan bermain gunting-batu-kertas. Permainan ini dibermainkan sebanyak tiga kali. Yang menang akan menghukum yang kalah. Jika Lenka menang, ia akan mencekik Fanya sampai mati. Jika Fanya menang ia akan melemparkan bola apinya pada Lenka tanpa Lenka menghindar sampai Lenka mati.

Lenka berdiri kira kira 5 meter dihadapan Fanya. Asap yang tadinya memenuhi ruangan kini sudah menghilang entah apa yang membawa Asap itu menghilang dengan cepat. Wajah Lenka sudah tidak bersih lagi, penuh debu dan keringat.

"Kau sudah siap?" Tanya Fanya.

"Harusnya aku yang bertanya, apa kau sudah siap?" Kata Lenka. Fanya tersenyum sinis.

"Kalau begitu, apakah kau sudah siap mati konyol dengan permainan konyol yang kau buat ini?" Tanya Fanya dengan masih tersenyum sinis pada Lenka.

"Ya, kalau aku memang mati." Balas Lenka dengan wajah yang datar.

"Hitungan ketiga-"

"Hitungan ketiga, kita mulai." Potong Lenka. Lalu, Fanya dan Lenka sudah bersiap siap, mengepal tangannya di belakang kepalanya. "Satu,.... dua,..... tiga,..!" Lenka dan Fanya bersamaan mengeluarkan telapak tangan mereka, menunjukan pilihan mereka dari Gunting-batu-kertas.

Lenka mengangkat dua jarinya

Fanya mengangkat kepalan tangannya.

Skor sementara, 0-1 , babak ini  Fanya yang menang.

"Satu,... dua,... tiga..!"

Lenka mengangkat kelima jarinya dan

Fanya mengepal tangannya.

Skor 1 - 1

"Aha!" Kata Lenka bangga.

"Ini belum berakhir!" Balas Fanya. Lenka tidak membalas lagi.

"Satu,....dua,...  tiga!"
--

--

--

Lenka mengepal tangannya

--

--

--

--

--

--

--

Fanya,

--

--

--

Mengangkat lima jarinya.

Tentu saja Skor akhir 1-2. Dan Lenka yang kalah dalam permainan ini.

Fanya tersenyum dingin pada Lenka.

"Aku rasa, kau memang orang yang tepat untuk mati konyol dengan permainan konyolmu ini.." Kata Fanya. Rasa kemenangan menjulur dinadi dan setiap saraf Fanya. Lenka yang setengah mati terkejut entah harus berbuat apa. Perasaa takut yang sangat, khawatir, sekaligus malu bercampur aduk. Keringat dingin bercucuran diseluruh tubuh Lenka. Lenka belum siap mati. Dia belum bisa menemui kematiannya.

Sedangkab Jevon yang pura pura mati pun terkejut dan tidak percaya ketika mendengar perkataan Fanya. Ia tidak bisa membayangkan ketika Lenka mati dan apa yang harus ia lakukan.

Lenka,kau tidak boleh mati! Aku melarangmu mati! Kau harus tetap hidup!   Batin Jevon.

Kaki Lenka gemetar melihat Fanya yang puas. Ia sangat berharap jika permainan yang ia buat itu pemenangnya adalah ia, seperti di film film action yang pemeran utama selalu menjadi pemenangnya. Namun sayang, ia kalah dan harus pasrah menerima hukuman mati karena permainan konyol yang ia buat sendiri. Ia ingin sekali memutar waktu dan menarik perkataannya untuk mengajak Fanya bermain permainan kuno itu.

FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang