Chapter 16

2.1K 271 10
                                        

Hari untuk pameran fotografi telah tiba. Tanpa memberitahu siapapun soal hal ini, aku membolos sekolah untuk mengikuti pameran. Aku juga berpamitan pada orang tuaku akan pulang lebih malam karena kelas tambahan untuk ujian kelulusan yg jamnya harus ditambah.

Foto yg kupilih untuk kupajang di sini, tentu saja foto baby doll-ku dan kebiasaannya. Dia benar-benar terlihat sempurna di foto ini. Yg menjadi fokus pada foto kali ini adalah mata indahnya. Sayangnya mata indahnya ini memiliki tatapan yg terlihat kosong dan hampa.

Aku jadi teringat dengan percakapanku bersama joshua beberapa minggu yg lalu. Jika bagi joshua, jeonghan adalah sebuah misteri, menurutku bukan. Baby doll bukanlah sebuah misteri yg harus dipecahkan. Melainkan dia adalah contoh sebuah kesempurnaan. Kita harus berusaha mendekatinya perlahan-lahan, kemudian di saat kita semakin mengenalnya, maka kita bisa melihat kesempurnaannya yg akan semakin terpancar.

Beberapa reporter majalah fotografi mendatangiku dan meminta waktuku sejenak untuk wawancara. Melihat kesempatan ini sebagai peluang yg besar bagi karirku, aku menerima tawaran mereka. Handphone di dalam kantong celana jeans-ku, kupindahkan ke dalam tasku dan kusimpan di loker. Aku tak ingin ada gangguan-gangguan yg tidak penting saat aku melakukan interview.

Beberapa reporter tersebut rata-rata mengajukan pertanyaan yg hampir sama, mulai dari biodata diri, prestasi dalam bidang fotografi yg pernah kuraih, aliran fotografi, dan pertanyaan favoritku dari mereka adalah saat mereka menanyakan tentang siapa obyek di dalam fotoku dan mengapa aku memberi judul "Perfection" untuk foto itu.

Tak pernah bosan aku menjelaskan kepada mereka siapa obyek fotoku itu dan mengapa aku menyebutnya sebagai sebuah kesempurnaan. Wawancara itu berlangsung cukup lama. Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 20.00 malam.

Undangan makan malam bersama para fotografer yg mengikuti pameran sudah menanti. Saat aku sampai di sebuah aula yg telah disulap menjadi sebuah ruang makan, dengan meja makan yg panjang dan besar, serta berada di tengah-tengah ruangan, kulihat tak hanya para fotografer yg menikmati hidangan makan malam, tapi juga ada kunjungan dari para pembeli potensial. Orang-orang kaya yg suka mengoleksi barang-barang seni, sekaligus hasil fotografi.

Tak disangka ada sekitar 7 orang yg menawar hasil fotografi ku. Tapi aku benar-benar minta maaf pada mereka, karena aku tidak berniat sama sekali untuk menjualnya, berapapun harga yg mereka tawarkan. Biarlah foto itu menjadi koleksi pribadiku, agar aku bisa setiap saat mengagumi sosok dari kesempurnaanku itu.

Setelah makan malam, pameran masih akan berlangsung lagi hingga tengah malam. Sebelum kembali ke ruang pameran, aku menuju ke loker untuk mengecek handphoneku. Betapa kagetnya aku mendapati sekitar 17 panggilan tak terjawab tertera di display handphoneku. Dan saat kulihat siapa saja yg meneleponku, aku serasa tak percaya. Ternyata 17 panggilan itu semua dari baby doll. Ada apa ini? Setelah hampir 2 bulan dia membuang muka atasku, lantas kenapa tiba-tiba dia ingin meneleponku. Handphoneku berbunyi kembali dan kulihat baby doll kembali menelepon.

"Baby doll?"

" Seung-ah.. Seung-ah.. Tolong aku.. Apa yg harus kulakukan? Seung-ah.. Bagaimana ini? Seung-ah.."
Kudengar suara isak tangisnya, suara napasnya yg tercekat, dan berkali-kali dia memanggil namaku.

"Hei hei.. Baby doll.. Ssshh..tenanglah.. Jangan panik.. Ada apa baby doll? Jelaskan padaku pelan-pelan.."

"Tolong aku seung-ah, tolong aku.. Aku tak tau apa yg harus kulakukan.. Kumohon tolong aku.."

"Baiklah.. Baiklah.. Kamu tenang ya baby doll.. Aku akan menolongmu..oke? Sekarang, beri tau aku dimana posisimu.."

"Aku di rumah seung-ah.."

"Oke.. Aku akan meluncur kesana.. Akan kuusahakan secepat mungkin sampai di rumahmu.. Tetaplah berada di posisimu sekarang ini.. Apapun yg kamu lakukan, apapun yg terjadi, kumohon jangan panik.. Bisakah kamu melakukan itu untukku baby doll?"

"Ya seung-ah...."

Kudengar dia menjawab dengan suaranya yg lirih. Kumatikan handphoneku dan cepat-cepat kutinggalkan gedung pameran. Aku melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi. Rasa panik ikut menyerangku. Berbagai skenario buruk terlintas di pikiranku. Ada apa dengan baby doll? Mengapa dia meminta tolong? Apakah ayah tirinya mencoba melakukan sesuatu yg buruk lagi terhadapnya? Ya Tuhan, semoga aku tidak terlambat dan dia baik-baik saja.

Jarak tempuh dari gedung pameran ke rumah yg biasanya harus kutempuh selama setengah jam, kali ini bisa kutempuh hanya dalam waktu 15 menit. Kumatikan mesin mobilku dan aku berlari menuju rumah baby doll. Tanpa mengetuk pintu, aku berusaha menerobos masuk rumahnya. Jika aku harus terpaksa mendobrak pintunya, akan kulakukan itu. Tapi ternyata pintu depan rumahnya tak terkunci. Aku segera mempersilahkan sendiri diriku untuk masuk ke rumahnya.

Rumah yg tak pernah kusinggahi lagi beberapa tahun belakangan ini, semenjak ayah kandung jeonghan meninggal. Tak banyak yg berubah dari rumah ini. Mungkin hanya kini rumah ini semakin sepi perabotan dan kehilangan kesan hangatnya yg kurasakan beberapa tahun yg lalu.

Keadaan rumah sungguh gelap. Hanya ada penerangan yg masuk dari lampu jalan di luar. Saat aku akan menuju ke tangga untuk naik ke kamar baby doll, kulihat tubuh baby doll yg meringkuk di dekat sesuatu di bawah tangga. Suara isak tangisnya terdengar menyayat hati. Saat aku mendekati baby doll dan akan memeluknya untuk menenangkannya, tiba-tiba kulihat dengan jelas sesuatu yg ada di bawah tangga itu. Atau lebih tepatnya seseorang. Ayah tiri jeonghan terkapar tak berdaya di tengah-tengah simbahan darahnya sendiri. Oh Tuhan, apa yg terjadi?

End of Chapter 16

BEST FRIEND? - PrivateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang