Chapter 19

2.1K 261 4
                                    

Hampir setengah jam aku dan jeonghan menunggu di depan ruang operasi. Dokter memutuskan untuk melakukan tindakan operasi kecil pada kepala bagian belakang ayah jeonghan. Setengah jam yg lalu pula, aku memberikan kabar pada ibu jeonghan bahwa suaminya ada di rumah sakit. Aku menjauh dari jeonghan sebentar untuk menelepon ibunya.

"Lalu seungcheol-ah, bagaimana dengan anakku? Apakah dia bersamamu? Tadi dia meneleponku untuk mengajakku makan malam di rumah. Jadi kemungkinan dia ada di rumah saat ayahnya jatuh."

"Ya bu, dia ada bersamaku saat ini. Dia sangat shock, jadi sekarang ini dia masih belum mampu untuk berbicara. Oh ya bu, nanti jika ibu sudah sampai di rumah sakit, bisa tolong mengabariku? Ada yg mau kuceritakan pada ibu, sebelum ibu bertemu dengan jeonghan dan melihat keadaan suami ibu."

Ibu jeonghan terdiam. Suasana di telepon menjadi hening dan canggung. Aku seperti mendengar otak ibu jeonghan berpikir keras.

"Baiklah, ibu akan mengabarimu."

Operasi masih berlangsung. Belum ada satu pun tim dokter yg keluar dari ruang operasi. Jeonghan masih membisu. Kepalanya diletakkannya di pundakku. Aku sempat berpikir bahwa dia tertidur. Kuangkat lenganku dan kupeluk dia. Aku berusaha membuat posisi tubuhnya nyaman di sampingku. Wajahnya yg tadi menghadap ke depan, kini menghadap ke arahku. Kurasakan hembusan napasnya di leherku. Kupeluk dia semakin erat dan kuletakkan kepalaku di atas kepalanya. Aku merasa dia semakin mendekatkan tubuhnya. Hidungnya kini menempel di leherku, dan tangannya memeluk erat pinggangku dari samping, seakan-akan dia ingin meminjam kekuatanku untuk tetap berfungsi.

Selama 2 bulan tak bersamaku, apakah kamu mendapatkan kekuatanmu untuk hidup dari kekasihmu?
Selama 2 bulan tak bersamaku, apakah kamu mendapatkan kenyamanan darinya?
Selama 2 bulan tak bersamaku, apakah tiap malam dia akan melindungimu di balik selimutnya?

Aku merindukanmu baby doll. Aku merindukanmu di sampingku.

Tiba-tiba terdengar suara handphone dari arah jeonghan. Hangat tubuhnya kurasakan menjauh dariku. Dia mengangkat teleponnya di ujung lorong. Jelas dia tak ingin aku mendengarkan pembicaraannya.

Aku masih menunggu ibu jeonghan datang. Belum ada kabar apapun darinya. Kukirimkan 1 pesan singkat pada ibu jeonghan untuk menanyakan keberadaannya. Tak lama kemudian dia membalas pesanku dan mengatakan bahwa dia baru sampai di rumah sakit.

Kulihat jeonghan masih berbicara di telepon. Tanpa pamit padanya aku pergi menemui ibunya.

Di pintu masuk rumah sakit kulihat ibu jeonghan.

"Ibu."

"Seungcheol-ah. Bagaimana keadaan ayah jeonghan?"

"Masih di ruang operasi bu."

"Baiklah. Lalu, apa yg mau kamu ceritakan pada ibu?"

"Di depan kulihat ada taman. Mungkin kita bisa berbicara di sana bu."

Kubimbing ibu jeonghan menuju taman di depan rumah sakit. Ada sebuah kolam kecil dengan patung malaikat di tengahnya dan dikelilingi air mancur mini. Di dekat kolam itu ada sebuah bangku. Aku mempersilahkan ibu jeonghan duduk di sana dan aku duduk di sampingnya.
Kuarahkan pandanganku menuju wajah ibu jeonghan. Kutahan tatapannya dan aku mulai menceritakan semua kejadian yg selama ini dialami baby doll.

Aku menceritakan kejadian 5 tahun lalu, dimana jeonghan pertama kalinya menerobos jendela kamarku dengan luka di sekujur tubuhnya dan kunjungan-kunjungannya tiap malam ke kamarku. Mata ibu jeonghan mulai berkaca-kaca.

Aku juga menceritakan mengapa jeonghan tak mau ibunya tau mengenai pemukulan itu. Air mata ibu jeonghan mulai menetes.

Ceritaku mengenai kejadian beberapa bulan yg lalu saat ayah tirinya untuk pertama kalinya mencoba menyentuh tubuh jeonghan, berhasil membuat ibu jeonghan berwajah merah menahan marah. Matanya yg lembut berubah menjadi pandangan benci.

Dan saat ceritaku mengenai apa yg terjadi hari ini telah selesai kuceritakan, ibu jeonghan menarik tanganku. "Apa yg ada di pikiran anakku itu seungcheol-ah? Mengapa dia memilih untuk menanggung semuanya sendiri? Apa dia tidak tau jika aku 1000 kali akan lebih memilih dia daripada suamiku itu? Jeonghanku yg malang. Ya Tuhan, aku sangat berdosa padanya seungcheol-ah, aku berdosa pada anakku sendiri."

Ibu jeonghan menangis sesenggukan. Napasnya tersengal-sengal. Terus dipanggilnya nama jeonghan. Kupeluk tubuh ibu jeonghan. Ini kali kedua dalam hari ini aku berusaha menenangkan orang yg sedang menangis.

Kukatakan pada ibu jeonghan, bahwa semuanya belum terlambat. Tidak ada yg perlu disalahkan di sini. Kubujuk dia untuk menemui jeonghan dan membicarakannya.

Kami bangkit dari tempat duduk kami dan menuju ke tempat jeonghan kutinggal tadi. Jeonghan tak sendiri. Dia kini berada dalam pelukan joshua. Mungkin saat kutinggal tadi, telepon yg diangkatnya adalah telepon dari joshua.

Bodohnya aku menganggap bahwa jeonghan masih sangat membutuhkanku. Dia kini sudah memilikinya. Kekasihnyalah yg sekarang memiliki hak untuk memeluknya dan bisa membuatnya tenang.

Suara tangis ibu jeonghan mengalihkanku pada rasa cemburu ini. Kulihat wajah jeonghan terkejut melihat ibunya di rumah sakit, dan dia lebih terkejut lagi melihat ibunya menangis memanggil namanya.

Ibu jeonghan berlari menuju tempat jeonghan duduk, dan tiba-tiba berlutut di hadapan jeonghan sembari meminta maaf atas semua kesalahannya dan atas semua dosa-dosanya.
Jeonghan yg terkejut ikut berlutut di hadapan ibunya, berusaha membuat ibunya berdiri dari posisi berlututnya itu.

Setelah beberapa saat saling berlutut di lantai, jeonghan menangkap semua kata-kata ibunya, kata-kata yg menyebabkan ibunya harus berlutut di hadapannya dan meminta maaf padanya.

Tangisnya pun pecah. Mereka saling berpelukan dan mencurahkan segala isi hati. Sungguh pemandangan yg mengharukan. Tapi syukurlah, akhirnya ikatan ibu dan anak itu akan kembali sempurna.

Kualihkan pandanganku dari jeonghan dan ibunya. Kutepuk bahu joshua dan menyuruhnya ikut denganku, untuk membiarkan jeonghan dan ibunya membangun kembali ikatan ibu dan anak mereka.

Aku terus berjalan dan kudengar suara langkah joshua di belakangku untuk mengikutiku. Aku berhenti di sebuah lorong yg sepi. Kusandarkan punggungku di tembok dan kulihat joshua juga melakukan hal yg sama di hadapanku.

"Masa kritis ayah jeonghan sudah berlalu. Tim dokter mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yg perlu dikhawatirkan dari ayahnya dan jeonghan belum menceritakan padaku apa yg telah terjadi pada ayahnya. Mungkin kamu tau sesuatu Choi?" Joshua mengawali pembicaraan kami.

"Hanya jeonghan yg berhak menceritakannya padamu. Aku mengajakmu kemari bukan untuk menjelaskan padamu tentang apa yg sebenarnya terjadi pada ayah jeonghan. Aku mengajakmu kemari karena aku ingin meminta tolong padamu, mengenai jeonghan. Bersediakah kamu membantuku?"

"Kau tau, untuk jeonghan apapun akan kulakukan. Jadi, kamu mau minta tolong apa Choi?"

End of Chapter 19

BEST FRIEND? - PrivateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang