#4

311 44 0
                                    

Someone's POV

Cinta. Apakah sesuatu yang disebut cinta itu harus selalu diatur orang lain?

Dan apakah kita bisa mengatur dengan siapa kita akan mencintai seseorang? Aku yakin semua orang akan menjawab dengan 'tidak'. Tidak ada orang yang bisa mengatur ataupun memilih dengan siapa kita jatuh cinta. Begitu juga denganku. Aku tidak bisa memaksakan hatiku untuk mencintai wanita yang dipilihkan ayah. Tidak ada dari dalam dirinya yang bisa membuatku mencintainya. Dia sangat materialistik dan arogan. Laki-laki mana yang mau dengan wanita seperti itu? Cantik bukanlah jaminan seseorang untuk bisa dicintai. Seharusnya mereka mengerti itu. Apakah mereka tidak pernah muda? Jalan pikiran mereka begitu sempit. Hanya karena iming-iming kerja sama agar perusahaan mereka maju, mereka rela menukar kebahagiaan anak mereka dengan sebuah perjanjian konyol yang sangat ku tentang.

Maafkan aku jika aku bersikap egois. Aku tidak berniat meninggalkan kalian. Kalianlah yang memaksaku melakukan hal ini.

Perlu kalian ketahui, sebesar apapun usaha kalian untuk membawaku kembali, aku tidak akan pernah kembali sampai kalian mengerti dengan apa yang kurasakan.

Sebegitu tidak inginnya aku kembali hingga aku bertemu dengannya. Wanita yang mampu membuat mataku tidak berkedip ketika menatapnya. Wanita itu membuat keyakinanku untuk tidak kembali menjadi goyah. Aku menyukainya sejak pertama kali melihatnya. Ada sesuatu dari dalam dirinya yang begitu menarik perhatianku hingga aku hampir lupa dengan tujuanku yang sesungguhnya.

Aku baru mengenalnya secara tidak langsung selama beberapa hari. Dia tipe wanita yang berani. Aku suka melihat bagaimana dia berbicara dengan penuh keyakinan dan tanpa gentar.

Jika aku kembali, wanita itu adalah alasanku kembali. Tapi akankah 'mereka' menyetujuiku bersama wanita itu?
Namun jika aku tidak kembali, maka aku hanya akan mengagumi wanita itu tanpa bisa memilikinya.

Atau, apakah aku harus membawanya pergi?

****
Evelyn POV

"Kau bercanda? Kau melihat dua sisi Niall yang berbeda dalam waktu satu hari?" Beruntung aku dan Jennifer sedang berada di rumahnya saat ini. Suaranya yang kencang bisa membuatku malu jika kami berada di tempat umum saat ini. Padahal anak ini sedang sakit, tapi volume suara yang dihasilkannya sama sekali tidak membuatnya terlihat sedang sakit. Ya, meskipun memang wajahnya terlihat lebih pucat.

"Iya. Dan anehnya, Niall yang tersenyum ramah padaku selalu menghilang dengan cepat. Kurasa dia hanya hantu yang menyamar sebagai Niall Horan." Aku menutupi wajahku dengan telapak tangan karena begitu bingung dengan keadaan yang ada.

"Kau ini mengada-ada saja, Eve. Mana ada hantu setampan Niall?" Jennifer terkekeh atas ucapannya sendiri. Jika dipikir-pikir memang benar juga. Tapi tidak menutup kemungkinan ucapanku benar adanya juga, kan? Lagipula mana mungkin satu orang bisa berada di tempat yang berbeda dalam satu waktu hanya dalam hitungan tidak sampai lima menit?

"Percuma saja bicara denganmu. Kau sangat tidak membantu." Aku membuat tampang wajah kesal. Tujuanku bicara padanya hanya untuk mencari alasan masuk akal atas kejadian aneh yang ku alami kemarin. Tapi lihatlah, anak ini justru menganggapku mengada-ada. Atau memang benar aku hanya berhalusinasi?

"Baiklah. Baiklah. Maafkan aku, Payne. Kau mudah marah rupanya." Aku memutar bola mataku atas kalimat terakhirnya.

"Hey, aku mendapat berita bahwa besok Niall akan mulai masuk kuliah. Kau ingin menginterogasinya?" Mataku membulat mendengarnya. Itu hal yang sangat ingin ku hindari. Bagaimana jika yang besok ku temui adalah si pirang galak?

"Kau gila? Terakhir kali aku bicara padanya berakhir dengan ia yang menyentakku. Nanti apa lagi? Kepalaku yang terpisah dari tubuhku? Aku tidak mau menambah masalah dengannya." Aku mengibaskan tangan ke atas. Yang benar saja. Menginterogasi Niall? Dia bahkan sangat dingin dan kasar. Aku bahkan berharap Niall cepat lulus kuliah atau bahkan pindah kampus saja.

Be Mine (Sedang Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang