#9

254 43 0
                                    

Eve

"Tapi.. tadi.. kau.." Aku kebingungan mencari kata-kata karena saat ini aku memang sedang dibuat bingung dengan keadaan sekarang. Niall hanya menyunggingkan senyum kemudian meraih pergelangan tanganku yang ku balas dengan tepisan kasar.

"Kau bukan Niall. Kau hanya hantu lain yang menyamar menjadi dirinya. Katakan padaku, apakah kau yang Niall yang waktu itu memberikanku sapu tangan?" Aku bertanya dengan menekankan nama Niall.

"Ikut denganku. Kau akan tahu jawabannya. Ayo." Niall kembali menarik pergelangan tanganku. Herannya, aku tidak menolak atau memaksa lepas dari genggaman tangannya. Padahal kami sama. Maksudku, sama-sama sebuah jiwa yang keluar dari jasad. Tapi entah kenapa aku memiliki perasaan aneh ketika dia menyentuh tanganku.

Sentuhan yang satu ini berbeda dengan Niall yang selama ini aku kenal. Niall yang satu ini dengan lembut dan hati-hati menarik membawaku ke suatu tempat yang aku sendiri tidak tahu kemana dia akan membawaku.

"Sudah sampai." Suara lembut Niall membuyarkan lamunanku dan membuatku kembali tersadar bahwa kami sudah berada di depan sebuah ruangan. Niall berjalan masuk menembus dinding dengan mudahnya dan aku mengekornya.

Di dalam ruangan hanya terdapat sofa, televisi, dan 2 orang yang ku asumsikan mereka adalah pasutri yang sedang berdiri di salah satu sisi ranjang dimana pada ranjang itu terdapat seorang pria yang sedang terbaring dengan alat-alat medis yang menempel di tubuhnya. Kenapa Niall membawaku kesini? Ada hubungan apa antara Niall dan ketiga orang itu?

"Kemarilah." Aku mengikuti instruksi yang Niall berikan untuk mendekat kepadanya. Namun langkahku terhenti ketika salah satu dari mereka angkat bicara.

"Kapan dia akan sadar?" Wanita paruh baya yang bertanya kepada suaminya tadi menarik kursi mendekat ranjang dan duduk sembari mengenggam erat tangan pria yang sedang koma itu.

"Aku yakin sebentar lagi dia akan sadar." Suami dari wanita itu mengusap lembut punggung istrinya. Niall yang berdiri tepat dihadapannya hanya melihat datar ke arah pasutri itu.

"Tidak akan." Suara Niall begitu pelan hingga membuatnya terdengar seperti sedang berbisik. Pendengaranku masih sangat tajam. Aku yakin tadi itu Niall mengatakan "tidak akan."

Apa maksud dari kata-katanya?

"Kau selalu berkata seperti itu, Bobby. Aku tahu kau berusaha menghiburku.Tapi jangan berikan harapan palsu padaku." Wanita itu mengecup punggung tangan dari pria itu dan aku melihat setetes air mata mengalir dari matanya.

"Baiklah. Maafkan aku, Maura. Tapi kau harus yakin semua akan baik-baik saja. Anak kita pasti akan sadar dan sembuh." Pria paruh baya bernama Bobby itu merangkul pundak istrinya, Maura, untuk menenangkannya.

Jadi pria yang sedang koma itu adalah anaknya. Pantas saja mereka terlihat sangat khawatir dan sedih.

"Kenapa kau masih berdiri di sana? Cepat kemari. Kau tidak penasaran dengan wajah anak pasutri ini?" Tanpa pikir panjang akupun kembali melangkah mendekati Niall.

Mataku menjelajahi tubuh malang pria yang sedang terbaring koma ini. Kepalanya di perban dan ada beberapa bekas luka di wajahnya. Lengan kiri pria itu juga dibalut dengan perban serta dibagian lehernya diberi penyangga. Mata pria itu terpejam dan wajah pucatnya menunjukkan kedamaian di sana. Entah kenapa aku tertarik untuk menatap wajah pria koma ini hingga melihatnya dengan seksama. Aku memperhatikan setiap inci dari wajahnya. Ada sebuah kejanggalan dalam diriku. Aku seperti pernah melihat pria ini.

"Astaga." Aku menutup mulutku karena terkejut setelah menyadari sesuatu. Pria ini, yang saat ini sedang terbaring koma adalah Niall. Niall Horan.

"B-bagaimana bis-" Pertanyaanku terpotong begitu pandangan mataku tidak menangkap sosok Niall di ruangan ini. Kemana perginya orang itu?

Be Mine (Sedang Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang