#36

158 29 0
                                    

Author

Eve terduduk diam di tepi ranjang tempat tubuhnya terbaring. Masih dengan suara lambat yang terdengar oleh alat pendeteksi detak jantung. Dirinya kini bingung. Sangat bingung. Pikirannya melayang, bertanya-tanya apakah benar bahwa Niall adalah dalang dari semua yang menimpanya?

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya. Liam masuk ke dalam ruangan dengan wajah pucat dan kantung mata yang terlihat jelas. Eve terkejut melihat kondisi kakaknya yang sekarang sangat berbeda. Sudah berapa lama ia tidak melihat keadaan keluarganya?

"Kau tidak lelah tertidur terus, hm?" Gumam Liam pada tubuh Eve. Liam mengusap lembut kepala adiknya dan mencium keningnya. Eve merasakan desiran hangat meski ia tidak berada di dalam tubuhnya. Jiwanya merasakan kehangatan atas perilaku lembut kakaknya.

Ia berpikir bagaimana bisa ia pergi meninggalkan keluarganya yang menyayanginya? Ia ingin merasakan kehangatan keluarganya. Dia merindukan keluarganya. Tapi dia teringat dengan satu hal. Ia sudah memberikan harapan kepada Niall untuk ikut bersama pria bermata indah itu.

"Liam." Panggilan dari seseorang yang tak asing menghentikan kegiatan Liam. Orang yang memanggil nama Liam terkejut melihat kehadiran Evelyn tapi ia berusaha bersikap sewajarnya. Terutama di depan Liam karena Liam tidak bisa melihat jiwa Evelyn di ruangan ini.

"Aku membawakanmu makanan. Ibumu bilang kau belum makan." Ujar Jennifer. Liam mengambil makanan yang Jennifer bawa dan meletakkannya di atas nakas samping ranjang.

"Aku makan nanti. Terimakasih." Jennifer hanya bergumam dan mengangguk. Dirinya sesekali melihat ke arah Evelyn yang sedang menatapnya dengan tatapan tanpa arti. Dalam hati, Jennifer sangat bersyukur Evelyn masih berada di dunia ini tapi tidak menutup kemungkinan dia sangat khawatir apabila dugaannya tentang ia yang akan pergi bersama saudara kembar James itu akan menjadi kenyataan cepat atau lambat.

Evelyn mendekat ke arah Jennifer dan memeluknya. Tentu saja Jennifer terkejut. Ia melirik Liam yang duduk memunggunginya. Berharap Liam tak melihatnya sedang terdiam seperti patung karena di peluk oleh roh adiknya.

"Jika aku pergi, apa kau bisa menjaga kakakku?" Jennifer membelalakkan matanya mendengar penuturan Evelyn dan melepas pelukan Evelyn.

"Tidak!" Seru Jennifer spontan dan membuat Liam melihat ke arahnya.

"Ada apa?" Tanya Liam. Tubuh Jennifer bergetar. Ia mencoba menetralkan tubuhnya yang terguncang karena Evelyn. Dia sungguh takut. Evelyn akan benar-benar pergi.

"Eve, kau harus tetap tinggal." Ucap Jennifer dengan suara agak bergetar.

"Apa yang kau katakan, Jennifer?" Liam semakin bingung dengan apa yang terjadi. Sementara Evelyn dan Jennifer saling bertukar pandang dengan tatapan sedih satu sama lain.

"Maafkan aku, Jennifer." Ucap Evelyn dan hendak untuk pergi meninggalkan ruanganya.

"Tidak, Eve. Berhenti! Tetap disitu!" Jennifer menjadi hilang kendali hingga berteriak berusaha membuat Evelyn mengurungkan niatnya untuk keluar ruangan.

Liam yang mulai memahami apa yang terjadi terkejut melihat Jennifer yang sedang 'berteriak dengan angin'.

"Ev-Evelyn ada disini? Kau bisa melihatnya, Jennifer?"

"Dia ada disini. Hentikan. Tolong hentikan dia, Liam!" Liam terlihat kebingungan mencari-cari dimana kiranya jiwa adiknya berada. Evelyn hanya terkejut melihat reaksi Jennifer.

"Di-dimana?" Tanya Liam.

"Tidak jauh dari samping kananmu, Liam. Kumohon Eve, tetap disitu. Setidaknya biarkan kakakmu mengatakan sesuatu." Evelyn hanya terdiam. Dia berpikir mungkin Jennifer benar untuk membiarkan Liam mengatakan sesuatu, sebelum Evelyn benar-benar pergi.

"Eve, apa kau bisa mendengarku?" Tanya Liam dengan suara bergetar. Ada nada keraguan dalam suaranya. Dia sempat berpikir bahwa Jennifer hanya berhalusinasi.

"Ya, Liam." Jawab Evelyn yang bisa terdengar oleh indera pendengaran Liam. Rasa tak percaya menyelimuti Liam. Dia tak menyangka bahwa adiknya benar-benar berada di ruangan ini.

"Apa kau ingin pergi, Eve?" Tanya Liam sedikit tenang, tapi tersirat kekhawatiran di wajahnya.

"Aku hanya ingin tenang, Liam. Maafkan aku." Seperti tersambar petir, Liam terjatuh duduk mendengar jawaban adiknya.

"Apa kau tidak menyayangi keluargamu? Apa kau ingin melihat aku, mom, dan dad menderita?"

"Tidak, Liam." Evelyn berjalan menuju Liam dan entah mengapa jiwa transparan Evelyn dapat terlihat oleh Liam. Kini posisi Evelyn duduk menghadap Liam.

"Evelyn." Ucap Liam melihat wajah pucat adiknya sembari mengelus pipi Evelyn dengan sayang.

"Aku menyayangi kalian semua." Bisik Evelyn yang dibalas dengan pelukan oleh Liam. Ya, dia bisa memeluk roh adiknya layaknya memeluk tubuh manusia.

"Jangan. Kumohon, jangan tinggalkan kami. Kau adikku satu-satunya. Mom dan dad juga sangat menyayangimu. Teman-temanmu juga pasti akan sangat kehilanganmu. Jangan tinggalkan aku." Liam memohon dalam pelukan adiknya dan ini pertama kalinya Evelyn melihat Liam selemah ini. Liam menangis dan terus memohon kepada adiknya untuk tetap tinggal.

Jennifer yang menyaksikan adegan pilu itu hanya bisa terisak tertahan. Dirinya sangat tidak ingin kehilangan sahabat satu-satunya. Dia sudah sangat yakin, bahwa adik kembar James itu berhasil dengan rencananya.

"Brengsek!" Geram Jennifer dalam hati. Dia sangat membenci Niall saat ini karena Niall-lah penyebab Evelyn lebih memilih meninggalkan dunia ini daripada tetap tinggal.

"Jika kau meninggalkan kami, maka aku akan menyusulmu!" Ucap Liam. Jennifer tersentak mendengar penuturan Liam, begitu juga dengan Evelyn.

"A-apa katamu? Tidak! Kau harus tetap hidup! Mom dan dad sangat membutuhkanmu." Teriak Evelyn tidak terima.

"Kau pikir mom dan dad tidak membutuhkanmu? Kau adalah penyemangat hidup mereka! Kau anak kesayangan mereka dan adik kesayanganku. Jika nanti aku mendengar berita kematianmu, maka dalam waktu dekat kau akan bertemu denganku di alam sana." Ekspresi wajah Evelyn berubah menjadi sangat sedih. Dia tidak menyangka kakaknya akan mengatakan hal itu.

"Apa yang kau katakan, Liam?" Kali ini Jennifer yang berbicara. Mata dan hidungnya merah karena menangis.

"Ini keputusanku, Jennifer." Liam menghapus jejak air matanya dan bangkit dari posisi duduknya kemudian pergi keluar ruangan rawat Evelyn.

"Apa ini yang kau mau, Eve?" Evelyn menatap raut wajah kecewa Jennifer.

"Kau mencintainya dan lebih memilih pergi dengan Niall-mu itu, huh? Aku sangat yakin kau pasti tahu bahwa pelaku yang menembakmu adalah Louis. Dan aku juga sangat yakin bahwa Niall menghasutmu untuk pergi bersamanya daripada tinggal  di dunia ini dengan alasan khawatir akan ada yang menyakitimu."

"Tidak, bukan begitu."

"Lalu apa, huh? Kau tidak berpikir bahwa kami menyayangimu. Hanya karena kau jatuh cinta dengannya bukan berarti kau harus ikut kemanapun dia pergi. Kumohon, pikirkan lagi. Apa kau tega melihat keluargamu kehilangan semangat hidup mereka karena dirimu?"

Evelyn terpaku mendengar kalimat pedas dari mulut Jennifer. Kata-kata Jennifer bagai sebuah hantaman untuk Eve. Selepas kepergian Jennifer yang entah mungkin menyusul Liam atau pulang, Evelyn hanya terdiam bak patung manekin.

"Aku harus mencari Niall."

——^——
Tbc..

Be Mine (Sedang Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang