#24

191 29 0
                                    

Eve

"Lupakan saja, Eve." Suara Niall membuyarkan lamunanku akan kenanganku bersama Louis dulu.

"Apa maksudmu? Kau ingin aku amnesia?" Tanyaku bingung. Niall menyisirkan tangannya ke kepalanya dan mengerutkan keningnya.

"Kau ini polos atau memang bodoh? Bukan melupakan yang berarti kau harus amnesia, melainkan melupakan kau pernah mencintainya. Buang rasa cintamu padanya dan anggap tidak pernah terjadi apapun di antara kalian. Kau masuk kampus ternama tapi tidak mengerti hal semudah itu." Jelas Niall panjang lebar dan aku hanya menganggukkan kepala tanda mengerti.

Tunggu dulu. Dia menyebutku apa tadi? Bodoh? BODOH?!

"Tidak perlu mencibirku. Aku tidak bodoh, dasar bodoh." Balasku tak mau kalah.

Niall hanya tertawa mendengar keluhanku dan aku kembali mengalihkan perhatianku kepada Louis. Kulihat Louis mulai menjalankan mobilnya bersama wanita itu yang duduk di kursi penumpang. Aku benar-benar tidak menyangka Louis akan melupakanku secepat itu. Tapi bukankah itu lebih baik? Maksudku daripada Louis harus bersusah payah menemuiku namun selalu dihalangi oleh Liam, lebih baik Louis menjalankan hidupnya untuk menikmati sesuatu yang dia inginkan. Louis menginginkan berhubungan intim. Dia tidak akan mendapatkan itu dariku kecuali jika kami menikah. Louis sudah mendapatkan apa yang dia inginkan dari wanita lain. Dan aku turut senang melihat Louis sudah mendapatkan kesenangannya meskipun hatiku teriris dan terasa sangat sakit.

"Seharusnya aku tidak membawamu ke sini." Aku kembali menoleh ke arah Niall yang kini tengah bersandar di batang pohon. "Tidak apa. Jika aku tidak melihatnya mungkin akan selamanya aku mengharapkan Louis masih mencintaiku." Ucapku.

"Louis sudah menemukan kebahagiannya. Bagaimana denganmu? Oh, bagaimana jika kita bersenang-senang hari ini?" Tawar Niall dengan mata berbinar-binar.

"Bagaimana caranya? Bahkan kita bukan manusia." Niall terlihat berpikir sejenak sebelum menjentikkan jarinya tanda dia sudah mendapatkan ide.

"Aku punya ide. Ayo ikut aku." Tanpa permisi, Niall kembali menggenggam tanganku dan membawaku pergi entah kemana. Pria ini kenapa selalu seenaknya?

Entah sudah keberapa kalinya Niall membawaku seenaknya dan aku lagi-lagi hanya diam tanpa berusaha untuk lepas dari genggaman tangan Niall. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi pada diriku. Kenapa aku diam saja?

"Mau sampai kapan kau menatapku dengan seringaimu itu?" Suara Niall menyadarkanku dari lamunanku.

"A-apa? Menyeringai? Aku tidak menyeringai." Bantahku. Aku baru tersadar Niall sudah melepas tanganku dan saat ini kami sedang berada di pinggir sungai Thames.

"Baiklah, baiklah. Aku hanya bercanda." Ujar Niall disusul tawa khasnya.

"Kau menyebalkan sekali." Niall hanya tertawa menganggapi kekesalanku padanya. Yang benar saja. Mana mungkin aku menyeringai.

"Hentikan tawamu, Horan. Sekarang bagaimana kau menunjukkan arti dari bersenang-senang versi dirimu?"

"Kau lihat mereka." Niall mengarahkan jari telunjuknya ke arah tempat pemberhentian bis yang mana banyak terdapat orang sedang menunggu bis di sana.

"Aku lihat. Apa yang akan kau lakukan? Menakut-nakuti mereka? Pada sore hari ini? Yang benar saja." Aku melipat kedua tanganku bertingkah seperti orang yang tidak tertarik dengan ide konyol pria pirang tampan satu ini.

"Ck!. Bukan halte itu, Eve. Lihat yang di sebelah sana." Niall mengarahkan kepalaku ke arah yang dia maksud hingga mataku menangkap figur dua orang remaja yang sedang berkutat serius dengan ponsel mereka. Tempat dua orang remaja itu memang tidak jauh dari halte bis.

"Lalu?" Hanya itu pertanyaan yang keluar dari mulutku karena aku masih sangat bingung dengan apa yang akan Niall lakukan.

"Ikuti aku." Ujarnya. Sedetik kemudian Niall sudah berada di sebelah remaja laki-laki yang tengah membenarkan kacamatanya. Niall tersenyum kecil kepadaku kemudian masuk ke dalam tubuh remaja laki-laki itu.

Seperti sudah mengerti apa maksud Niall, akupun tersenyum dan mengikuti langkah Niall masuk ke dalam tubuh remaja perempuan yang berdiri tak jauh dari remaja laki-laki yang kini raganya tengah dikuasi Niall. "Akhirnya kau mengerti maksudku." Ujar Niall setelah kami sama-sama berhasil menguasi tubuh dua remaja ini.

"Sekarang apa?" Tanyaku penasaran.

"Bersenang-senang tentu saja. Memangnya apa lagi? Ayo ikut aku. Aku merindukan ice cream." Ucapnya penuh semangat.

"Kau seperti anak kecil saja." Ujarku disusuk kekehan. Niall hanya mengedikkan bahu tanda tidak peduli dan berjalan menuju mobil ice cream yang letaknya tak jauh dari tempat kami berdiri.

"Tunggu dulu." Tahanku dan Niall langsung menghentikan langkahnya kemudian berbalik.

"Ada apa?" Tanyanya penuh selidik.

"Kau ingin memakai uang itu? Jahat sekali." Niall menghela napas seraya memutar kedua bola matanya.

"Haruskah kita bahas hal itu? Aku akan mengembalikan uangnya dan aku tidak jahat. Cepatlah, Eve. Kau membuang-buang waktu." Ungkapnya dengan cepat. Kurasa dia sangat merindukan ini semua. Maksudku, semua hal yang dapat manusia lakukan. Semoga Niall bisa cepat kembali, termasuk diriku.

"Hey, kau mau ikut atau berdiri di sana sepanjang hari dengan senyum anehmu itu, hm?" Teriak Niall dan itu membuyarkan lamunanku.

"I-iya." Ujarku kemudian menyusul Niall.

"Pantas saja James menyebutnya gadis aneh." Suara gumaman Niall yang sangat pelan itu masih terdengar olehku. Aku mengernyitkan dahi kemudian menatap tajam ke arah Niall.

"Kau bilang apa?" Tanyaku dengan nada sedikit kesal.

"Apa?" Dengan santainya dia kembali bertanya tanpa menjawab pertanyaanku.

"Aku mendengar apa yang kau katakan tadi, Horan." Ujarku kesal. Niall mulai memesan ice cream rasa caramel dengan taburan remahan cookies di atasnya. Dan dengan santainya Niall menjilat sisi ice cream itu sembari berkata "Kalau sudah dengar kenapa masih bertanya?"

Astaga, kenapa aku bisa terjebak satu dunia dengan makhluk tampan menyebalkan itu?

"Terserah kau saja, Tuan menyebalkan!" Ujarku kesal kemudian berlalu. Langkah kakiku terhenti ketika sebuah tangan meraih pergelangan tanganku.

"Hanya karena hal kecil seperti itu kau kesal denganku? Kau tak akan membiarkanku bersenang-senang sendiri, bukan?" Aku tidak menggubris pertanyaan Niall melainkan berusaha melepas pegangannya tapi justru diperkuat oleh Niall.

"Bisa kau lepaskan? Kau akan melukai gadis ini."

"Okay, nona. Maafkan aku. Tapi sungguh, jangan pergi. Aku bahkan belum mengajakmu bersenang-senang." Niall menunjukkan wajah memelas. Meski itu bukan wajahnya, tapi aku masih bisa melihat dengan jelas ekspresi lucu Niall di balik wajah remaja laki-laki itu.

"Hey, kau tersenyum! Ternyata tidak sia-sia aku memiliki wajah tampan. Dengan wajah ini aku bisa membuatmu tersenyum." Aku tertawa mendengar celotehannya. Dia percaya diri sekali. Untung kau memang benar-benar tampan, Tuan Horan.

****
"Eve, lihat aku!" Seru Niall seraya membuat gaya lucu dengan topeng opera yang melekat di wajahnya.

Aku hanya tertawa melihat tingkah konyol Niall yang sedang menari tidak jelas. "Ini. Pakai ini. Temani aku menari. Cepatlah." Niall memberikanku salah satu topeng opera dan memintaku mengenakannya serta melakukan tarian aneh versi Niall.

"Ini memalukan, Niall. Aku tidak mau." Tolakku.

"Ayolah. Mereka bahkan tidak tahu siapa kita. Kau lupa sedang berada di dalam tubuh seseorang?" Pertanyaan Niall mengembalikan pemikiranku ke dalam kenyataan. Dia benar. Kami sedang meminjam tubuh seseorang. Ini bukan tubuh kami. Astaga, bagaimana aku bisa lupa kalau saat ini kami berdua sedang kritis di rumah sakit?

"Ya, kau benar. Ayo kita bersenang-senang." Ucapku menyetujui ajakan Niall. Niall hanya tersenyum lebar menarik tanganku dengan lembut menuju sisi lain wahana bermain yang ada di pusat kota London ini.

--^--
Tbc...

All the love -A

Be Mine (Sedang Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang