#31

169 28 4
                                    

Eve

"Aku menyayangimu, Eve."

Kalimat itu berhasil membuatku membeku kembali. Tak pernah terbesit dalam otakku bahwa Niall akan berkata demikian.

"Kenapa kau hanya diam saja? Katakan sesuatu atau lakukan sesuatu. Kau membuatku takut." Ucapnya melepas pelukan.

Aku mengepalkan tangan dan membawanya ke depan dadaku. Merasakan kuatnya detak jantung yang berada dalam tubuh ini. Perasaan ini belum pernah aku alami. Sekalipun dengan Louis. Aku dulu memang sangat gugup ketika berdekatan dengannya. Tapi kali ini, kegugupan ini disertai dengan degupan jantung yang kuat. Jika seperti ini terus, aku khawatir jantung ini akan meledak.

"Kau.. Apa kau serius?" Itulah kalimat pertanyaan yang keluar dari mulutku.

"Kau ingin aku membuktikannya, hm?" Aku kembali terdiam dan itu membuat Niall menghembuskan napasnya. "Ayo bicarakan di dalam saja. Di luar sini semakin dingin."

Aku mengekor Niall untuk masuk ke dalam rumah setelah ia membuka pintu. Sebelumnya, ia mengambil kunci yang berada di dalam pot bunga kecil yang menggantung dekat pilar. Di dalam sini interiornya cukup sederhana. Sofa, lukisan dan beberapa perabot rumah lain layaknya rumah pada umumnya. Benar-benar sederhana.

"Aku pernah mempekerjakan seseorang untuk mengurus rumah ini selama aku belum kembali. Dan kurasa dia bekerja dengan baik." Niall tersenyum bangga melihat rumahnya masih tetap bersih. Aku hanya duduk di sofa putihnya dan menatap ke sekeliling rumah yang tertata rapih ini.

"Baiklah, sampai dimana kita tadi?" Tanya Niall seraya duduk disampingku. Niall terlihat seperti mengingat-ingat awal topik pembicaraan kita.

"Ah, iya." Ucap Niall setelah beberapa detik mengingat.

"Kau ingat, Eve. Aku pernah berkata padamu bahwa aku tertarik denganmu. Aku ingin mengenalmu lebih jauh. Waktu itu kita berbeda alam dan aku tak bisa berkomunikasi denganmu. Aku khawatir kau akan takut denganku. Jadi aku..." Niall mengantung kalimatnya sembari menggaruk tengkuknya yang ku yakin tidak gatal itu. Sepertinya dia gugup. "Maksudku, karena sekarang alam kita sudah sama jadi aku bisa berkomunikasi dengan bebas denganmu dan mengatakan apapun isi hatiku padamu." Lanjutnya.

"Aku menyukaimu, Eve. Aku menyayangimu."

Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Ini terlalu cepat dan kurasa aku belum mengetahui apa yang akan ku lakukan setelah ini. Niall baru bilang bahwa ia menyukaiku saja aku sudah gugup luar biasa seperti ini. Bagaimana jika ia berkata lebih dari itu? Astaga, aku tak ingin membayangkannya.

"Eve, katakan sesuatu. Kumohon." Pinta Niall.

"Aku tidak tahu harus berkata apa, Niall. Aku hanya tak mengira kau akan mengatakan ini. Bukankah ini terlalu cepat?"

"Bukankah waktu kita tidak banyak? Dan bukankah lebih cepat aku mengatakannya akan lebih baik? Tubuhmu di rumah sakit itu akan segera pulih dan kau akan meninggalkanku di sini." Aku tersentak mendengarnya. Jadi, aku akan kembali?

"Darimana kau tahu semua itu? Bagaimana kau bisa tahu tubuhku akan segera pulih?" Tanyaku tak sabar.

"Aku sering berkunjung ke rumah sakit, untuk melihat betapa menyedihkannya diriku. Dan sesekali melihat dirimu. Kau sudah dipindahkan ke ruang rawat. Tanpa selang apapun yang menempel di tubuhmu. Hanya infus dan alat bantu pernapasan saja yang masih terpasang." Ujarnya panjang lebar. Aku terkejut mengetahui kebenaran ini. Kenapa aku sampai bisa melupakan tubuhku disana hanya untuk mencari tahu siapa pelaku yang sudah menembakku?

"Niall, apa itu artinya sebentar lagi aku kembali? Apa aku akan hidup lagi? Katakan padaku." Aku tak bisa menahan perasaan senang ini. Sampai-sampai air mata bahagiaku keluar.

Be Mine (Sedang Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang