“Kamu kapan mulai kuliah Lea?” tanya opa saat aku baru duduk di meja makan.
“Minggu depan opa, memangnya ada apa?”
“Ah ternyata sudah dekat, bagaimana ini Arka?” papah menoleh mendengar namanya disebut. Ia memegang dagunya tampak berpikir.
“Emang ada apa sih? Kok malah nanya sama papah?” tanyaku bingung.
“Lusa saja bagaimana yah?” sahut papah, tidak menghiraukan ku sama sekali.
“Hm, baiklah. Nanti ayah hubungi mereka.” Opa kembali memakan makan malamnya dan membuatku mengerutkan kening. Apa sih yang mereka bicarakan? Lalu ada apa dengan lusa? Dan apa hubungannya dengan kuliahku?
“Opa, papah, ada apa sih? Kok malah bikin penasaran?” tanyaku lagi.
“Udah, entar juga tau sendiri.” Tiba-tiba mamah buka suara.
“Wah asyik dong ada kejutan.” Celetuk Reza. Aku mendelik tajam kearahnya, tanda aku masih kesal kepadanya.
“So misterius nih sebel” rutukku.
“Siap-siap aja lo, surprise opa biasanya kan ga biasa.” Bisik Reza. Aku terdiam memikirkan kata-katanya barusan. Benar juga apa kata Reza, biasanya kalo opa merencanakan sesuatu pasti tidak terduga sama sekali. Sama seperti hal nya saat Tante Rose diberi tiket bulan madu ke Kenya saat ia menikah dengan Om Farel atau saat Indah, sepupuku, dikirim ke daerah pedalaman di Bandung agar ia tidak manja lagi. Duh masa aku mau di kasih “kejutan gila” juga sih. Aku masih seneng hidup deh. Huft.
***
Waktu terasa begitu cepat berlalu, dua hari ini hidupku terasa begitu tidak menyenangkan. Dengan rasa penasaran yang luar biasa, orang satu rumah, kecuali Reza, selalu memberiku tatapan aneh. Terlebih lagi Mamah yang kadang tersenyum geli kepadaku. Setiap aku bertanya pasti tidak ditanggapi. Aku benar-benar pusing dibuatnya.
“De ke salon yuk.” Ajak mamah yang tiba-tiba muncul di balik pintu.
“Salon? Males ah mah. Lagian tumben banget ngajak Lea nyalon, kan mamah tau Lea gasuka begituan.” Jawabku malas.
“Ih kok gitu? Ayo dong temenin mamah. Opa mau ngajak makan malam di luar nih, emang kamu ga mau tau kejutan yang opa janjiin? Kan hari ini kejutannya.”
Aku menutup majalah yang sedang kubaca, benar juga, kan hari ini opa mau ngasih tau kejutannya. Ah, akhirnya rasa penasaranku akan terbayar.
“Tapi kok pake ke salon segala? Kalo makan malem diluar ya tinggal pergi kan” seruku mencoba menolak lagi untuk menyalon bersama mamah. Bukannya aku tidak suka dengan segala sesuatu yang berbau “perempuan banget”, tapi biasanya ke salon sama mamah tuh ga cukup 1-2 jam.
“Pokoknya udah deh nurut aja sama mamah. Malem ini bakal special banget.” Ucap mamah menyudahi tawar-menawar ku. Dengan paksaan, akhirnya aku diseret ke luar oleh mamah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do Men Cry?
Teen FictionPerpisahan mana yang tidak memberikan rasa hampa? Setidaknya rasa kehilangan itu pasti terasa tanpa disadari. Azalea baru saja berpisah dengan Alfaro yang pergi melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Ternyata benang merah sudah menyatukannya deng...