Aku menjauhi ruangan itu dan kembali ke halaman menemui Rezza dan Raka. Keringat dingin membasahi telapak tangan dan leherku. Pikiranku mendadak jadi blank.
"Lo kenapa dek?" Tanya Rezza panik saat aku datang dengan wajah pias.
"Hah? Ga. Gue.....gapapa." Jawabku terbata. Masih terlalu shock.
"Ada apa Zel? Lo kayak yang abis liat hantu gitu." Raka ikut cemas.
Aku menggelengkan kepalaku, "gapapa"
Lalu terdengar suara langkah kaki menuju ke arah mereka, dan terlihatlah para tetua memasuki halaman tempat acara dilangsungkan.
Ekspresi semuanya terlihat tenang tapi tak urung terlihat wajah khawatir mereka walaupun tidak terlalu kentara.
"Kalian ternyata sudah berkumpul, ayo duduk." ayah Raka mempersilahkan kami untuk duduk dan aku menempati kursi bersebelahan dengan Raka.
"Sebelumnya, opa ingin menyampaikan pengumuman penting kepada kalian." Ucap opa setelah semuanya sudah duduk. "Ini sudah opa pikirkan baik-baik dan opa sudah bicarakan dengan orang tua kalian. Azalea dan Raka akan bertunangan minggu depan"
Raka menatap opa dan aku bergantian dengan terkejut. Rezza hanya melongo mendengarnya.
"Kenapa secepat itu opa?" Tanyaku saat tidak ada yang berbicara.
"Karna opa ingin kalian memiliki ikatan secepatnya, sedangkan untuk pernikahan sepertinya kalian terlalu muda." Opa menjawabnya dengan tenang dan menatapku lembut.
"Tapi opa, kenapa harus minggu depan? Lagipula Lea kan masih 19 tahun opa." Aku mengajukan keberatanku.
Opa menggelengkan kepalanya, "Bulan depan opa akan kembali ke Jerman dan opa ingin melihat kalian bersama dulu."
"Opa akan kembali ke Jerman?" Tanya Rezza.
"Tentu saja." Opa menghela nafas pelan, "maka dari itu pertunangan ini akan digelar secepatnya."
&&&&&&&
Sepanjang perjalanan pulang aku hanya diam dan Rezza sepertinya mengerti dengan tidak mengajakku mengobrol. Aku menatap pemandangan luar dengan pikiran kusut. Segalanya terlalu cepat. Apakah aku harus bertunangan dengan Raka? Apakah itu benar? Aku masih ragu dengan perasaanku, ditambah dengan kemunculan Alfa kemarin. Walaupun ini hanya pertunangan tapi tetap saja itu adalah sebuah ikatan yang lebih intim dibanding hanya "pacaran" saja.
"Ga usah dipikirin gitu. Entar lo malah sakit." Ujar Rezza khawatir.
"Hm" gumamku.
"Kalo lo mau gue bakal bujuk mamah papah deh supaya dibatalin aja. Kasian lo nya kan kalo malah jadi banyak pikirin gini." Tawar Rezza. Aku menengok ke arahnya dan terlihatnya kecemasan dimatanya.
"Gue gapapa kok Za." Aku tersenyum tipis, "mungkin ini emang yang terbaik. Lagipula gue juga ga mau bikin kecewa opa."
"Beneran lo gapapa?" Rezza mengulurkan tangan kirinya dan mengusap pipiku pelan.
Aku mengangguk dan memberikan tatapan bahwa aku benar-benar baik-baik saja.
"Terus gimana perasaan lo sama Raka?"
"Gue gatau." Rezza mengerutkan keningnya, lalu buru-buru aku menambahkan, "tapi gue suka Raka."
"Lo tau kan suka aja ga cukup?" Tanya Rezza tajam.
"Cinta tumbuh karena terbiasa kan? Gue juga berusaha untuk membiasakan itu."
Rezza menghela nafasnya dan memijat pelipisnya lalu ia menatapku sayang.
"Lo tau kan kebahagiaan lo itu 1000 kali kebahagiaan gue dan kesakitan lo itu 1000 kali kesakitan gue. Gue cuma mau yang terbaik buat lo."
Aku menatapnya haru dan menganggukan kepalaku.
"Thanks Za."
&&&&&&&
Keesokan harinya mataku terdapat lingkaran hitam yang besar di sekelilingnya. Aku tak bisa tidur karena memikirkan pertunangan itu dan mengakibatkan berantakannya penampilanku.
"Lo kayak zombie aja tau ga?" Sabila menatap ngeri lingkaran hitam mataku.
"Biarin" jawabku cuek.
"Yee dasar lo ckck" sabila menggelangkan kepalanya. "Eh sekarang anterin gue beli kado. Lo udah janji kan"
"Iya iya gue inget kok."
"Makanya ayok!" Aku pun ditarik-tarik menuju parkiran dan didorong secara paksa menuju mobil Sabila.
"Kayak anjing aja gue di dorong-dorong sama lo." Aku mendelik kesal pada Sabila yang duduk di balik kemudi dan dibalas cengiran olehnya.
"Lonya sih lama banget." Katanya tanpa dosa.
Aku pun hanya memutar bola mataku.
Perjalanan menuju mall yang dekat dengan kampusku hanya diselingi obrolan tak penting. Aku belum menceritakan soal pertunanganku pada Sabila karena aku juga tidak tahu harus bagaimana memberitahunya. Mungkin ia akan sama shocknya denganku.
Jadi, aku berencana untuk memberitahunya saat menjelang hari pertunanganku.
"Kita mau beli apa?" Tanyaku setelah masuk ke gedung mall.
"Hmm apa ya? Gue juga masih bingung." Sabila melihat-lihat ke arah etalase yang terpajang sambil terkadang mengusap dagunya, berpikir.
"Yaaah gue kira lo udah ada bayangan mau beli apa."
"Makanya gue bawa lo juga supaya bisa bantuin gue." Ujar Sabila dengan bibir mengerucut.
Aku merangkul bahu Sabila dan ikut memerhatikan setiap etalase yang kami lewati.
"Iya iya, gue bantuin"
Kami pun melanjutkan pencarian kado lagi. Sabila masuk kedalam toko aksesoris dan melihat-melihat aneka anting anting yang cantik. Saat asyiknya melihat-lihat aku melihat ada bayangan seseorang yang aku kenal sedang melihat bandana di sudut kiri toko. Aku memperhatikan orang itu lebih seksama karena jaraknya yang lumayan jauh untuk dijangkau mataku. Orang itu membelakangiku dan beberapa saat kemudian orang itu berbalik dan ternyata itu adalah...........
Claudie?
Tiba-tiba seorang laki-laki merangkul bahunya mesra. Dan betapa kagetnya aku saat melihat siapa laki-laki itu.
Rezza?
&&&&&&
Author says:
Maaf kalo banyak typo dan banyak yg ga enak bahasanya karena aku bikinnya buru-buru hehehehe
Kira-kira kenapa ya Claudie bisa sama Rezza? Bukannya dia ngaka pacarnya Raka? Terus gimana sama pertunangannya Lea&Raka? Lalu nasib Alfa?
Thanks for reading, kiss&hug:*{}
KAMU SEDANG MEMBACA
Do Men Cry?
Teen FictionPerpisahan mana yang tidak memberikan rasa hampa? Setidaknya rasa kehilangan itu pasti terasa tanpa disadari. Azalea baru saja berpisah dengan Alfaro yang pergi melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Ternyata benang merah sudah menyatukannya deng...