Hari ini rencananya aku akan pergi dengan Raka tapi karena kejadian kemarin sepertinya rencanya batal. Mana mungkin aku sanggup bertemu Raka? Memikirkannya saja aku sudah sebal. Tapi apa yang dikatakan Ken kemaren tidak sepenuhnya kupercaya. Maksudku aku perlu bukti lain kan sebelum aku menjudge Raka seperti itu.
"Dek tuh ada Raka didepan." Mamah menghampiriku ke kamar dan menunjuk ke arah ruang tamu.
"Raka? Ngapain?" Tanyaku malas.
"Ya mana mamah tau. Udah samperin dulu aja." Mamah menarik selimut yang ku pakai dan menyuruhku ke kamar mandi.
"Aduh mah males ah. Bilang aja Lea masih tidur." Kataku mencari alasan.
"Jangan gitu dong dek. Raka udah jauh-jauh kesini kok malah diboongin. Ga baik tauk. Udah cepetan sana." Aku didorong ke kamar mandi dan diberi pelototan mamah karena tidak berhenti merajuk. Aku kan sedang malas bertemu Raka, mamah benar-benar tidak mengerti situasi.
Dengan enggan aku mencuci muka dan menggosok gigiku. Malas untuk mandi. Aku akhirnya turun ke bawah dan mendapati Raka sudah duduk bersama keluargaku di ruang makan.
"Pagi." Sapaku kepada semuanya.
"Pagi anak papah yang paling cantik." sapa papah. Aku mencium kedua pipi papah, mamah dan opa lalu duduk disebelah Reza yang tepat berada di seberang Raka.
"Kok gue sama Raka ga dicium juga? Wah ga adil." Tanya Reza tak terima.
"Apaan sih lo? Berisik." Kataku sewot.
"Cium dulu doooonggggg" Reza menunjuk pipinya dan menatapku puppy eyes. Aku memutar bola mataku kesal. Biasanya ia akan ngamuk kalo aku menciumnya, nah ini kok nyodorin?
Dengan terpaksa aku memegang wajahnya dan menempelkan bibirku ke pipi Reza dengan sangat erat. Reza berteriak histeris karena perlakuanku.
"Udah puas diciumnya?" tanyaku setelah melepas ciumanku dipipinya.
"Wah elu mah ganas. Napsu banget." Ia menggosok-gosokan pipinya dan menatapku sebal. "Nah sekarang giliran Raka dong?" Lanjutnya sambil melirikku dan Raka bergantian.
"Apaan ah. Sebelin." Aku memberengut dan menyilangkan tanganku di depan dada.
"Udah udah, berantem mulu kalian nih ga malu apa diliatin Raka gitu. Kamu juga Za jangan godain adeknya terus dong." Lerai mamah. Reza cuma nyengir.
Acara sarapan berlangsung sunyi. Tidak ada yang berbicara, hanya ada bunyi dentingan piring dan sendok yang bersentuhan. Dengan ragu aku melirik Raka. Ternyata Raka sedang menatapku dengan tatapan yang tak terbaca. Aku cepat-cepat memalingkan wajahku ke arah lain.
"Hm, sebenernya Raka mau ngajak Lea pergi om." Kata Raka setelah sarapan selesai.
"Ya om sih ga ngelarang selama kalian ga pulang malam-malam saja." Ujar papah tenang.
"Euuh..... Aku ada acara hari ini." Aku mencoba mencari alasan.
"Acara apaan?" Reza menaikkan alisnya, pertanda dia tau kalo aku sedang mencoba berbohong.
"Hm.....itu....aku mau....mau....beli....hadiah! Ya hadiah! Bentar lagi kan Sabila ulang tahun jadi aku mau beli hadiah buat dia" Reza semakin menaikan alisnya. Duh pasti ketauan.
"Kenapa ga beli bareng Raka aja?" Tiba-tiba opa mencetuskan ide yang membuatku langsung lemas ditempat.
"Iya, nanti kita cari barengan aja." Timpal Raka. Aku pun akhirnya mengangguk dan berjalan ke kamarku dengan mau tak mau.
***
Di dalam mobil kami tidak mengobrol sama sekali. Raka sepertinya mengerti kalo aku sedang tidak dalam mood yang bagus dan penyebabnya adalah dia!
KAMU SEDANG MEMBACA
Do Men Cry?
Teen FictionPerpisahan mana yang tidak memberikan rasa hampa? Setidaknya rasa kehilangan itu pasti terasa tanpa disadari. Azalea baru saja berpisah dengan Alfaro yang pergi melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Ternyata benang merah sudah menyatukannya deng...