“Ngapain lo ngikutin gue masuk?” tanyaku saat Ken malah mengikutiku dari belakang.
“Loh? Masa gue langsung pulang?” tanyanya polos.
Aku memutar bola mataku kesal.
“Emang gue mempersilahkan lo masuk? Jangan kepedean deh.” Kataku sadis.
“Gue udah berbaik hati nih nganterin lo pulang. Minum-minum bentaran doang kek, haus gue.” Wajahnya super memelas dan membuatku menghela napas pasrah.
“Terserah lo deh. Tapi jangan sampe lo nganggep rumah gue sebagai rumah lo sendiri aja.” Aku langsung masuk kedalam rumah dan saat kumelirik kebelakang, Ken tersenyum senang seperti anak kecil yang baru diberi permen lollipop.
Suasana rumah keliatan masih sepi. Orang tuaku dan opa tadi sempat mengabariku kalo mereka akan pulang agak sore karena ada keperluan, entah apa itu. Dan Reza sepertinya belum pulang.
“Lo tunggu disini, gue ambil minum dulu.” Kataku saat kami sudah berada di ruang tamu. Aku bergegas pergi kedapur dan menuangkan jus untuk bocah kampret yang sekarang sedang memainkan handphonenya dengan asyik. Mimpi apa gue semalem sampe sesial ini.
“Nih minumnya. Udah itu lo langsung pulang gih.” Usirku.
“Jahat bener. Entar gue pulang lo kangen lagi.” ujarnya kepedean. Aku menoyor kepalanya karena aku yakin otaknya sudah terbalik dan tidak berfungsi.
“Kangen sama lo kayaknya hal terakhir yang bakal gue lakuin kalo dunia ini udah kacau. Udah ah males banget gue dengerin lo ngomong yang ngawur.” Aku mengambil bantal senderan kursi dan memeluknya erat sembari mulutku yang kumonyongkan.
“Dih sewot. Yang ngawur siapa coba? Ckckck.” Ia meminum jusnya lagi dan melihatku intens.
“Apaan lo liat-liat?” kataku jutek.
“Lo cantik.” Tanpa kompromi mukaku terasa panas dipuji seperti itu. Duh ni muka kayaknya lagi ga bersahabat banget sama gue.
“Baru nyadar lo? Hahaha” pedeku dengan ketawa garing.
“Engga juga, lo cantik dari dulu.” Mimic mukanya terlihat serius.
“Serah lo deh.”
“Eh btw, rumah lo kok sepi? Bonyok lu mana? Mumpung gue disini mau kenalan sama calon mertua.” Reflek aku memukulnya dengan bantal.
“Mertua pala lo peak. Males banget gue punya calon suami kayak lo. Ortu gue lagi pergi.”
Ia meringis dipukuli oleh ku. Lalu matanya berbinar jenaka.
“Alaaah bilang aja lo seneng kan kalo gue jadi suami lo.” Godanya yang membuatku ingin mencakar wajah mulusnya itu.
“Apa lo kata deh.”
“Tuh kan lo nyerah, beneran naksir gue nih.”
“Hueeeekkkkkk.” Aku berpura-pura ingin muntah mendengar kenarsisannya. Saat aku mau membalas ucapannya terdengar pintu gerbang dibuka. Saat aku intip ternyata Reza sudah pulang.
“Eh ada tamu ternyata.” Reza melirik Ken dan memandangku seolah bertanya siapa laki-laki yang sudah membuatku jengkel daritadi ini.
“Oh Za, ini sepupunya Raka, Ken, dan Ken, ini kakak gue, Reza.” Mereka berdua bertos ria ala cowok dan Ken langsung nyengir kuda.
“Ngapain lo cengar-cengir gitu?” tanyaku dan langsung mendapat pelototan dari Reza.
“Jangan jutek gitu dong dek sama tamu.” Nasihat Reza. Aku hanya mendelik tajam melihat bocah sialan di depan ku itu tidak cepat-cepat angkat kaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do Men Cry?
Teen FictionPerpisahan mana yang tidak memberikan rasa hampa? Setidaknya rasa kehilangan itu pasti terasa tanpa disadari. Azalea baru saja berpisah dengan Alfaro yang pergi melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Ternyata benang merah sudah menyatukannya deng...