PS: Aku selipin lagu Holy Grail-nya Jay-Z ft. Justin Timberlake di multimedia. Mungkin dengan dengerin lagu ini bisa bikin feel tersendiri pas baca hohoho
Enjoy Reading~
CLAUDIE's POV
Tubuhku limbung dan kedua kakiku tak lagi bisa menahan beban tubuhku. Aku terjatuh kelantai dan menangis tersedu. Aku tak mengira bisa bertemu dengan tunangan Max atau Raka disini secara tidak sengaja. Pertama kali melihatnya tentu saja aku marah. Bagaimanapun juga aku belum mengakhiri hubungan dengan Max apalagi aku sedang mengandung anak Max. Lalu perasaan ingin menyingkirkannya begitu kuat sehingga aku bisa berkata kejam kepada Lea. Tapi satu hal yang dia tidak tahu adalah aku sebenarnya merasa..................takut. Dengan kehadiran dia di hidup Max membuatku mau tak mau merasa terpojokkan. Perubahan sikap Max kepadaku pun menambah kekhawatiranku. Aku harus bagaimana?
Perlahan aku mengelus perutku. Di dalam perutku ada sebuah nyawa. Aku tak berbohong saat mengatakan aku hamil. Aku benar-benar hamil anak Max. Tapi ini adalah hasil dari kebodohanku sendiri. Ini bukan salah Max. Aku yang menjebaknya agar ia bisa meniduriku dan membuatku hamil karena aku sudah kehabisan akal untuk membuatnya terus disampingku. Jadi saat aku mengatakan aku dan Max sering melakukan 'itu' adalah bohong belaka. Aku hanya ingin membuat Lea marah. Max yang baru aku beri tau beberapa hari yang lalu benar benar mengamuk dan mengatakan aku tidak boleh mengatakan ini pada siapapun. Tapi saat melihat Lea aku tak bisa lagi menahan rahasia ini. Kehidupanku sudah berantakan akibat ulahku sendiri.
Setelah puas menangis aku akhirnya bangkit dan merapihkan dandananku. Aku pun meninggalkan toilet dan keluar dari butik. Saat akan membuka pintu mobil handphoneku berdering. Max's Calling.
"Ada apa sayang?" tanyaku setelah menekan tombol answer.
"APA YANG UDAH LO BILANG SAMA LEA?" aku menjauhkan handphone dari telinga saat terdengar teriakan Max diujung sana.
Aku berdehem sebelum menjawab, mencoba untuk tenang.
"Emang aku bilang apa?" tanyaku balik.
"Jangan pura pura bodo. Lo tuh ya udah gue bilang jangan pernah bilang kalo hamil ke siapapun APALAGI LEA." geram Max dengan penekanan di kata kata terakhir. Aku tersenyum kecut saat mendengar kata kata kasar Max. Dia benar benar sudah berubah padaku.
"Max, aku sayang sama kamu." lirihku pelan.
"Basi lo. Ngapain lo bilang sayang sama gue sekarang. Ga guna buat gue."
Hatiku remuk mendengarnya. Tanpa terasa air mata mengalir ke pipiku.
"Max, kenapa sih kamu berubah sama aku? Kenapa kamu jadi kasar sama aku? Aku sayang kamu Max. Apa salah aku sama kamu?"
Terdengar dengusan Max. "Kenapa gue berubah? Kenapa gue kasar sama lo? Harusnya lo sadar apa kesalahan lo sialan-"
"MAX! CUKUP! Plisss..." aku memotong ucapannya yang membuatku makin sakit. Aku menangis makin keras. "Bisa ga kita ngomong baik-baik sekarang? Aku butuh ngomong sama kamu."
"Buat apa lo-"
Aku lagi lagi memotong kata kata Max. "Sekali ini aja tolong." kataku memohon. Hening lama.
"Oke, gue tunggu di cafe bambu sekarang."
"Iya Max, aku kesana."
&&&&&&&&&&&&&
Aku mengatur nafasku agar tidak gugup sebelum aku memasuki cafe tempat Max sudah menunggu. Setelah gugupku sedikit mereda aku berjalan memasuki cafe dan mengedarkan pandangan mencari tempat duduk Max.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do Men Cry?
Teen FictionPerpisahan mana yang tidak memberikan rasa hampa? Setidaknya rasa kehilangan itu pasti terasa tanpa disadari. Azalea baru saja berpisah dengan Alfaro yang pergi melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Ternyata benang merah sudah menyatukannya deng...