“Lo pulang nebeng sama gue ga Le?” tanya Sabila saat kami berjalan menuju parkiran kampus.
“Eunggg…mmmm…gatau bil”
“Loh kok gatau? Emang lo mau kemana dulu?”
"Raka mau jemput katanya” jawabku akhirnya.
“Cie banget lo dianter jemput, gue kira lo gabakal setuju dijodoh jodohin sama siapa itu hhh oh ya Raka.”
“Yee sapa juga yang langsung setuju, dia aja yang maksa mau anter jemput, ya gue sih nerima dengan lapang dada aja, lumayan irit ongkos.”
Sabila menoyor kepalaku.
“Sedeng lo. Udah lah terima aja lagian kan si Raka kaga jelek kata lo.”
“Iye gue tau, udah ah bawel lo.”
Saat baru sampai gerbang parkiran, mobil Jeep hitam berhenti di depan kami berdua. Beberapa saat kemudian Raka keluar dengan senyum yang rrrrr…… menawan?
Dengan celana jeans hitam, kaos merah dengan dibalut kemeja jeans abu-abu, dan dengan kacamata yang bertengger di hidungnya, kulihat beberapa mahasiswi di dekat kami memandang kagum ke arah Raka.
“Hei Le.” Sapanya saat sudah sampai di depan kami.
“Hai Ka, gue kira lo becanda mau jemput gue.”
“Gue seriusan kali, nih buktinya gue udah dateng.” Raka terkekeh geli lalu menepuk pelan puncak kepalaku.
“Ehem…” Kulirik Sabila yang terlihat dianggurkan. Kubalas dengan cengiran lebar.
“Eh iya lupa, Ka kenalin ini sahabat gue Sabila. Bil ini Raka yang tadi gue certain.” Mereka pun bersalaman dan Raka melihatku penasaran.
“Wesss cerita apaan nih soal gue?” tanya Raka.
“”Lea cerita tentang kalian berdua sama gue ka.” Sahut Sabila santai.
“Oh , jadi lo tau dong gue sama Lea dijodohin?”
“Yes, I do. Tenang aja, kalo kalian beneran terima perjodohan ini gue bakal dukung kok.” Aku sontak melotot pada Sabila.
“Apaan sih bil? Emangnya gue mau nyalonin jadi caleg apa pake dukungan segala?” Raka tertawa mendengar gerutuanku, Sabila juga ikutan tertawa geli.
“Udah yuk Ka pulang keburu macet entar malah kesorean.” Ajakku akhirnya.
“Cie banget deh yang mau langsung berduaan.” Goda Sabila.
“Berduaan mata lo peyang.” Sahutku asal.
“Yaudah deh gue duluan ya bil.” Pamit Raka.
“Yedah ati-ati yak kalian berdua.”
***
Saat kami berdua sudah duduk di mobil tiba-tiba tubuh Raka mendekatiku. Tangannya terulur untuk memasangkan seatbelt tanpa mengucapkan apa-apa. Aku terdiam melihat sikap Raka yang tidak terduga. Ada perasaan yang menggelitik saat aku mencium wangi parfum Raka yang maskulin. Hatiku terasa hangat seperti saat aku dekat dengan Alfa.
“Hhhh thanks Ka.”
“No prob.” Ujarnya sambil tersenyum. “Lo mau langsung pulang atau mau makan dulu?” tanyanya saat mobilnya meninggalkan kampusku.
“Terserah lo sih, gue ngikut aja.” Jawabku.
“Ya udah kita makan dulu aja ya, gue laper hehe” katanya sambil nyengir.
“Oke.”
Kami akhirnya berhenti di restoran seafood langgananku dengan Sabila. Isi restoran terlihat agak penuh walau jam makan siang sudah lewat beberapa jam yang lalu. Kami pun memilih tempat duduk agak pojok supaya tidak terlalu ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do Men Cry?
Teen FictionPerpisahan mana yang tidak memberikan rasa hampa? Setidaknya rasa kehilangan itu pasti terasa tanpa disadari. Azalea baru saja berpisah dengan Alfaro yang pergi melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Ternyata benang merah sudah menyatukannya deng...