Sesampainya dirumah, Louis langsung menuju kamar Brianna, membuka pintunya perlahan. Dia melihat Bri berbaring di sudut tempat tidur memandangi Freddie tidur.
"Kau sudah pulang?" sapa Bri.
"Kau belum tidur?" Kebiasaan Louis selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Tapi Bri sudah terbiasa dengan itu.
"Fredd dari tadi nangis terus, dia baru saja terlelap."
"Kenapa kau tidak mengabariku?"
"Aku tidak mau mengganggu mu hanya karena Freddie nangis, aku masih bisa menanganinya."
Louis diam, dia melihat ke arah Fredd yang tertidur pulas.
'My baby boy' batinya.
"Sebenarnya aku ingin tidur dengan Freddie malam ini, tapi dia sudah terlanjur tidur sudahlah. Aku tidak mau membangunkannya."
"Kau bisa tidur disini." Tawar Bri. Raut wajah Louis seketika berubah. "Maksudku, kita tidak tidur bersama Lou, aku bisa tidur di kamarmu, atau di sofa. Tidak masalah buatku."
"Tidak apa-apa Bri, besok saja aku tidur dengan Freddie."
Louis dan Brianna memang hidup bersama, mereka tinggal di satu rumah. Tapi bukan berarti mereka tidur di ruangan yang sama, tidur di bed yang sama. Mereka juga bergantian tidur dengan Freddie, hanya saja terkadang jika Fredd tidur bersama Louis dia sering terbangun tengah malam dan menangis. Itu membuat Louis harus membanguni Brianna.
Louis melirik Brianna sejenak, kemudian cepat-cepat dia memalingkan wajahnya ke arah Freddie.
"Baiklah, ini sudah terlalu larut." Louis bergegas meninggalkan kamar Brianna.
"Mau aku buatkan teh?" tawar Brianna. Dia tau Louis tidak bisa tidur sebelum meminum teh hangat.
"Boleh, jika kau tidak keberatan."
"Tidak mungkin aku menawarkan jika aku keberatan." Katanya tersenyum.
Brianna bergegas ke dapur dan membuat teh untuk Louis.
**
Brianna membuka pintu kamar Louis perlahan dengan membawa secangkir teh.
"Diminum selagi hangat."
"Thanks Bri."
Brianna membalikkan badannya bergegas keluar dari kamar Louis.
"Tinggallah sebentar." Pinta Louis.
"Hah?" Tanya Brianna bingung. Tidak biasa nya Louis seperti ini.
"Duduklah." Louis menepuk tempat tidurnya mengisyaratkan Brianna agar duduk disitu. "Sudah lama kita tidak bercerita." Lanjut Louis.
Tanpa basa-basi Brianna duduk di tempat yang di maksudkan Louis. Tidak bisa di pungkiri, dia pun merindukan saat-saat seperti dulu ketika dia dan Louis saling berbagi cerita. But, everybody's changing and everything has changed. Dan mereka tidak punya sesuatu untuk di salahkan. Hanya saja, media terlalu menyalahkan Brianna atas kejadian itu.
"Maafkan aku, kau mengalami hidup yang berat karena aku. Aku janji perlahan semuanya akan membaik Bri."
"Kau yakin ingin membahas ini?" Tanya Bri.
"Yah, kenapa? Ini sudah terlalu lama Bri, dan maafkan aku kalau aku sempat menjauhimu kemarin."
Louis memang pernah menimpahkan masalah itu ke Bri, dan menjauhinya. Lou merasa Bri lah yang patut di salahkan atas semuanya. Tapi karena dukungan ketiga temannya, Harry, Niall dan Liam akhirnya Louis tersadar. Tidak ada kesalahan di satu pihak, dan tidak mungkin hal itu terjadi jika tidak ada unsur mau dan mau satu sama lain.
"Sudahlah, lupakan Lou, itu semua sudah lama berlalu."
"Kita masih tetap sahabatan seperti dulu kan Bri?"
"Seperti yang kau lihat sekarang Lou, kita tidak akan pernah berubah."
'hanya saja hatiku yang mulai berubah' lanjut Bri dalam hati.
"Dari skala 1-10, seberapa berat kehidupanmu sekarang?" Tanya Louis.
Dulu, Brianna dan Louis saling bercerita tentang kehidupan mereka masing-masing. Tentang Ele, mantan kekasih Louis, dan tentang kekasih Brianna juga.
Mereka akan selalu menanyakan skala untuk mengukur seberapa sakit hati mereka, seperti saat Louis break up dengan Ele, Brianna menanyakan skala kepedihan hati Louis dan Louis menjawab 'delapan'. Itu berarti hatinya sakit, sangat sakit. Tapi dia masih menyisakan dua angka di belakang delapan untuk memperbaiki kehidupannya.
Dan sisa angka itu seperti semangat untuk menjalani kehidupan selanjutnya.
"Lima." Jawab Brianna.
"Lima?" Louis tertawa. "Setelah kau banyak mendapatkan hate dan kau masih berada di skala lima?"
"Ya, karena aku tidak menganggap serious kata-kata dari mereka. Walaupun....terkadang aku menangis membacanya, tapi yah aku menganggap itu tidak nyata. Yang nyata itu kau dan aku Lou, tapi kau malah menjauhiku kemarin." Brianna tersenyum. Louis tau, itu senyum palsu untuk menutupi rasa sakitnya.
"Bri, aku tau kau. Kita tau satu sama lain bukan dalam waktu dua hari. Aku tau ketika kau benar-benar tersenyum dan terpaksa tersenyum."
"Lalu maumu aku harus apa Lou? Menangis di depanmu?"
"Bukan itu maksudku Bri..." Louis menjadi serba salah. Ada rasa menyesal di hatinya memulai pembahasan ini.
Suasana hening sejenak.
"Aku harus kembali ke kamar, takut kalau kalau Freddie terbangun." Brianna berdiri bergegas pergi dari kamar Louis.
Sebenarnya masih banyak hal yang ingin dia tanyakan. Masih banyak hal yang ingin dia bahas. Tapi hatinya terlalu lemah untuk menerima kenyataan, dan dia belum siap untuk menerima hal itu.
Brianna keluar dan menutup pintu kamar Louis perlahan.
**
Louis meminum teh yang dibuatkan Brianna, setelah itu dia berbaring menatap langit-langit kamarnya. Mengingat apa yang terjadi sebelumnya dengan dia dan Brianna.
*flashback*
Saat itu di sebuah club di Las Vegas, Louis dan Brianna sedang bersama-sama merayakan ulang tahun teman mereka. Louis dan Brianna sama-sama tidak bisa mengontrol yang namanya alkohol dan mereka mabuk, sangat mabuk.
Yang sangat diingat Louis, dia menarik Brianna ke dance floor, mereka berjoget dengan gilanya. Setelah itu tidak tau apa yang terjadi. Dia tidak ingat sama sekali. Ketika tersadar, dia dan Brianna tertidur tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh mereka. Awalnya Louis berpikir, hanya sekali dan semua berjalan seperti biasanya.
Sampai Brianna memberitahu Louis bahwa dia hamil.
*
Kemudian Louis tertidur.
**
"LOUIS" teriak Brianna dari kamarnya. Louis tersentak, dia diam sejenak berpikir apakah teriakan itu nyata atau hanya halusinasinya.
"LOUIS" teriak Brianna dengan isakan. Dengan sigap Louis berlari ke kamar Brianna, dan membuka pintu kamarnya dengan tergesa-gesa. Kamar mereka bersebelahan.
"Ada apa Brianna?" Tanya Louis panik.
"Freddie Lou, badannya panas sekali." Brianna menangis.
Louis mendekati Freddie dan mengambilnya dari pangkuan Brianna.
"Kita harus ke dokter sekarang juga." Louis berlari keluar kamar tanpa memberi aba-aba pada Bri.
Bri berlari mengikuti Louis masih dalam keadaan menangis.
**
vomment please :(
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINITY
FanfictionLouis tersenyum dan mengecup kening Brianna. Dia menyayangi Bri, tapi hanya sebatas sahabat. Dan Louis menyayangi Danielle dengan hatinya. Tapi kenyataan berkata seperti ini, dia harus mempunyai anak dari sahabatnya sendiri, dan dia harus bertanggun...