HANCUR [REVISI]

8.3K 269 1
                                    

Rania POV

Jika harus memilih, bahagia mana saat kecil dan sekarang . Aku akan mengatakan kalau aku lebih bahagia saat kecil, saat tubuhku dengan mudah di peluk, saat wajahku penuh dengan kecupan kasih sayang. Saat rambutku tak pernah absen untuk selalu dibelai.

Tapi aku tahu, waktu terus berjalan. Waktu lalu , ya telah berlalu. Tak akan pernah terulang lagi.

Andai saja setitik nila
Tak ada...
Mungkin si noda
Tak akan hadir...

"Ran..tuh kan lo ngelamun lagi.Kenapa sih lo?" ucap Lala yang disebelahku

"Ah..enggak-enggak kok" jawabku agak tergagap.

"Terus kalsu gak ngelamun apa? Bengong? Mikirin sesuatu? Sama aja kali Ran, emang lu kenapa sih? Cerita dong."

"Tolong jangan ribut di kelas. Kalau gak niat belajar silahkan keluar."

Gertakan Bu Sara guru matematika sukses membuat Lala yang dari tadi ngoceh diam bak kutu. Memang sekarang kami sedang belajar. Dan guru yang mengajar kami adalah Bu Sara yang sangat terkenal dengan keketatannya.

*****

"Nih gue bawain sambel yang masih penuh buat Rania tercinta!" Lala segera menyodorkan sambal itu dihadapanku.

"Kenapa sih lo Ran? Biasanya lu langsung nyamber tuh sambel!! Lha sekarang malah di anggurin gitu!" Ucap Sania karena aku yang sedari tadi hanya diam saja .

"Lo sakit Ran???"

"Lebih dari itu," ucapku dingin.

"Lo kenapa Rania!?" Lala dan Sania berbarengan.

"Tapi kalian janji buat gak ngebocorin ini kan?"

***********

Mungkin sudah saatnya mereka tahu tentang apa yang sedang aku alami. Karena aku pun semakin tak kuat menanggungnya sendirian.

Aku butuh sandaran, aku butuh orang yang mengerti aku. Dan entah benar apa ayang aku ambil ini.

Semoga saja ....

"Ran.. lu cepetan ngomong napa? lama-lama disini serem tahu! mana mendung lagi!"

Sania terlihat sedikit takut karena aku mengajak ngobrol mereka di belakang sekolah yang memang tak terjamah oleh siswa.

"Lu mau ngomong apaan sih? Dari tadi malah diem!"

Lala mulai kesal karena aku hanya bisa diam dan sesekali menghembuskan nafas kasar.
Sungguh aku pun tak tahu apa yang aku perbuat ini benar atau tidak. Tapi dilain sisi aku sangat-sangat tak tahu harus menceritakan hal ini. Karena semakin lama ku pendam,semakin sakit dan hancur.

"Lu mau ngomong apa? Tentang Rehan? Udahlah lupain dia! Udah dua bulan lo gak bisa move on dari Rehan? Lo cantik bisa dapetin yang lebih dari Rehan!" Lala mengebu-gebu.

"Bener tuh kata Lala, Ran! Lo harud MOVE ON! "

Aku harus bisa... aku harus bisa

"Ini bukan soal Rehan."

"Soal keluarga lo? Udahlah biarin aja! Kita itu sama! Sama-sama kekurangan kasih sayang! So... kita happy aja! Kita buat kekurangan itu jadi kebahagiaan!" Sania ceria

"Ini bukan masalah keluarga gue! Ataupun Rehan.."

"Terus masalah apa?"

Aku memejamkan mata. Semoga apa yang aku alakukan saat ini tepat. Walau bibir ini sulit untuk mengucapakannya.

"Kalian masih ingat kejadian dua bulan lalu?"

Mereka mengernyitkan dahi,mungkin mereka belum mengerti karena kejadian itu sudah lama. Mungkin aku harus memperjelas ... ahhh mengapa air mata ini terus mendobrak ingin keluar?? Sial! Kumohon.. jangan dulu.. nanti daja kalau aku sudah selesai menceritakan apa yang aku pendam selama dua bulan ini.

"Apaan sih? Lo bikin kita penasaran aja!" ucap Lala tak sabar.

"Kalian masih inget kan ketika malam dimana kita ke club itu ....?" Aku mencoba tak mengucapkan kata itu.. karena rasanya sakit bila mendengar kata laknat itu. Dan semoga saja mereka mengerti apa yang aku maksud.

Mereka mengangguk.

"Dan gue hilang kan waktu itu? tiba-tiba aja gue pulang ke rumah Sania jam 10 kan? Dan lo nanya keadaan gue? Waktu itu gue jawab gue gak apa-apa,tapi.."

"Jangan bilang kalau lo emang...."

Aku mengangguk.

"Ran..lo....?"

Setetes air mata itu ahirnya keluar mencurahkan segala yang ku pendam selama dua bulan ini.

*****

Aku terus berlari menjauh dari jangkauan Ayah . Ayah kenapa kau semenakutkan ini?

Kau membawa celurit ? Dan mengejarku?

AH TIDAK

Ma..maafkan Rania..maafkan Rania..

Ayah semakin mendekat dan..

JLEB

"Anak tak tahu di untung!"

Aku meringis dengan tusukan itu aku melirik ternyata ada Bunda.

"Bun... tolong Rania..," air mataku membasahi pipi aku menggapai wajah cantik Bunda... tapi

SRET

Astaga, Bunda malah melukai tanganku.

"Kamu bukan anakku!!!"

Dan kali ini mereka mengarahkan pistol tepat dikepalaku.

"Tidak!!!!!!!!"

Aku terengah-engah. Ternyata hanya mimpi.

Mimpi yang sangat menakutkan.

Dan aku tak mau hal itu terjadi .

Ayah.. Bunda maafkan Rania..
Rania sayang Ayah .. Bunda
Cepatlah pulang....jeritku dalam hati.

*****

This Is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang