Bagian 1 : Whats Up!

304 18 5
                                    


"Pagi Ram." Sapa seorang gadis pada seorang lelaki yang sebaya dengannya.

Lelaki itu hanya menatap gadis itu sebentar, lalu mengalihkan pandangannya lurus ke depan seperti sebelumnya dan melanjutkan langkah kakinya.

Gadis itu melirik lelaki bernama Rama itu dengan tatapan, 'gue-gak-akan-nyerah-gitu-aja'. Gadis itu pun berusaha menyamai langkah kakinya dengan Rama. Tapi, itu tidak mudah karena langkah kaki Rama sangat besar. Tingginya saja mencapai 180 cm, sedangkan Maya, ia hanya memiliki tinggi 170 cm.

"Hari ini lo latihan basket lagi?" Tanya gadis bernama Maya. Ya, biasa, basi-basi.

"Iya." Jawab Rama cuek. Melihat respon itu, Maya tak habis kehilangan akal dan semangat untuk mendekati Rama.

"Terus, terus, PR Matematika udah lo kerjain?" Tanya Maya lagi. Ya, walaupun berbeda kelas, tapi Pak Leo -Guru Matematika- mengajar semua kelas XII dan memberikan tugas yang sama. Kali ini Rama menghentikan langkahnya, membuat Maya yang dengan setianya mengekorinya dari belakang ikut berhenti. Hampir saja Maya menabrak punggung Rama.

"Ngapain nanya-nanya gue terus?" Ucap Rama tajam. Saat Rama berbicara tadi, Maya harus mendongakkan kepalanya agar bisa melihat wajah tampan seorang Rama, ketua tim basket di sekolah mereka.

"Eh, gak apa-apa sih. Cuma care aja. Gak boleh?"

"Gue gak berharap ada orang yang peduli sama gue, apalagi cewek model lo. Please, ngaca!"

JLEB!!

Sakit.

Itu rasa hati Maya sekarang. Dia memang sudah terbiasa dengan kata-kata tak mengenakkan yang keluar dari mulut Rama. Selama dua tahun mengejar Rama, ia tak pernah mengeluarkan kata-kata sekejam dan setajam ini. Ini adalah pertama kalinya Rama melakukannya. Entah ia sadar atau tidak.

Tubuh Maya sudah bergetar perlahan, tenggorokannya terasa tercekat, bahkan menelan salivanya saja terasa susah dan sakit.

"Ngerti kan, apa yang gue omong?" Tanya Rama.

Maya masih terdiam. Kata-kata tajam dan menyayat hati yang baru beberapa detik keluar dari mulut Rama seakan-akan terus terngiang dan menghantui pendengaran, perasaan dan otaknya.

Tanpa perasaan sedikit pun, Rama meninggalkan Maya yang masih mematung di tengah-tengah koridor.

~~~

"May, lo kenapa?" Tanya Rara, teman sebangku Maya dari SMP.

"Gue gak apa-apa, Ra." Jawab Maya dengan mata menatap kosong ke arah depan. Tak ada titik fokus di penglihatannya. Mulutnya memang bilang 'gue-gak-apa-apa'. Tapi, air mukanya tidak bilang begitu. Sekarang, ia malah terlihat seperti vampire yang kehabisan stok darah. Lemas dan tak bertenaga.

"Ke kantin yuk! Lo pasti lemes karena belum sarapan. Iya, kan?" Tebak Rara asal. Maya langsung menatap Rara yang berdiri di depan mejanya. Rara langsung mengangguk, karena menurutnya Maya sedang mengatakan 'lo-beneran-care-sama-gue-kan'.

Tapi, sesuatu yang tak terduga terjadi.

"Ah, gue gak mau makan, Rara. Gue maunya deket sama Rama. Haaaa..." Rengek Maya bak seorang anak kecil yang merengek pada ibunya karena tidak dibelikan permen.

Rara menghela nafas.

"Tuh kan, bener kata otak gue. Pasti Rama lagi yang lo pikirin. Udahlah, May, move on dong. Rama itu beda level sama kita." Maya langsung menoleh pada Rara dan bangkit dari duduknya.

"Lo gampang Ra, bilang 'move on, dong.'. Sekarang gue tanya sama lo, lo udah bisa move on dari Fernan belum? Belum, kan?" Hujam Maya, ia paling tidak suka ada orang yang dengan mudahnya berkata 'Move on' karena menurut dia, move on itu susah dan butuh waktu yang panjang sampai kita menemukan pengganti orang itu.

I Choose To Love You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang