Kini Maya dan Rama sudah berada di mobil Ferrari berwarna putih milik si Kembar, Maya dan Naya.
Hening.
Suasana benar-benar hening. Hanya terdengar suara deru mobil dan kendaraan lain yang juga sedang berlalu-lalang di jalan raya.
"Makasih." Ucap Maya tiba-tiba. Ia menoleh ragu ke arah Rama yang sedang fokus menyetir.
"Buat?" Sahut Rama dingin. Matanya menatap lurus ke arah jalan raya.
"Udah mau nganterin gue." Maya merasa suhu tubuhnya dingin secara mendadak. Padahal, air conditioner di dalam mobil tidak dinyalakan. Tapi, kenapa tubuhnya terasa dingin? Ya, dia gugup. Siapa yang tak gugup berhadapan dengan orang yang disukainya? Kalau kau tidak gugup, berarti kau hanya mengaguminya, bukan menyukainya.
Rama diam, tak membalas sepatah kata pun. Maya mencoba menatap wajah Rama lebih dalam. Lagi dan lagi. Wajah tampan yang dari dulu hingga sekarang sukses membuat Maya menyukainya.
"Gak usah liat gue kayak gitu, risih."
Satu kalimat yang keluar dari mulut Rama itu berhasil membuat Maya terbelalak dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia malu.
"Sorry." Ucap Maya tanpa berani menoleh pada Rama lagi.
Rama berdecak.
"Buat apa lagi?"Maya mencoba menoleh lagi. Kali ini ia tak benar-benar menoleh. Maya hanya menunduk sambil sesekali matanya melirik Rama.
"Udah ngeliatin lo sampe bikin lo gak nyaman." Jawab Maya.
Entah kenapa, kata 'nyaman' yang barusan diucapkan oleh lisan Maya terdengar menggelitik di telinga Rama. Membuat Rama mengulum senyum tipis tak berwujud.
"Eh, eh, Ram, belok kanan bukan belok kiri." Ucap Maya.
Rama segera tersadar dari lamunannya yang membuatnya tak fokus menyetir. Terbukti sekarang ia salah belok.
Rama langsung memutar-balik mobil dengan sigap dan cepat.
"Untung gue liat." Ucap Maya. Rama menoleh pada Maya yang sekarang sedang mengusap-usap dadanya yang sempat dibuat deg-degan karena panik. Tapi, itu tak berlangsung lama. Detik berikutnya, Rama sudah mulai fokus lagi menyetir.
~~~
"Ayo, Ram, masuk dulu. Gue yakin Tama gak bakal langsung nganterin Naya pulang." Ajak Maya saat dirinya dan Rama sampai di rumahnya.
Rama diam tak menjawab. Namun, gerak tubuhnya seperti mengiyakan ajakan Maya. Ia sudah membuka pintu mobil dan turun. Menunggu sang empunya rumah masuk lebih dulu.
"Maaf ya, berantakan." Ucap Maya merendah. Padahal, Bi Eti rajin bersih-bersih.
"Yo." Sahut Rama.
Mereka semakin memasuki rumah, hingga sampai lah di ruang tengah. Sepi, tak ada Bi Eti.
"Duduk, Ram. Gue mau ganti baju sekalian ngambil laptop." Rama menjawab dengan anggukan.
Setelah Maya naik ke lantai dua, tepatnya ke kamarnya, Rama mendudukkan diri di sofa ruang tengah keluarga Maya. Matanya melirik setiap sudut, mencari sesuatu yang sekiranya menarik perhatiannya.
Di sana, di sisi dinding sebelah tangga. Ada foto yang menarik rasa penasaran Rama. Ia pun mendekati foto itu. Terdapat foto keluarga yang diambil saat Maya dan Naya berusia 5 tahun, ada juga foto Maya dan Naya saat masih kecil. Mereka benar-benar terlihat mirip dan menggemaskan. Rama bahkan sampai tersenyum kecil melihatnya.
Tapi, ada satu foto yang terlihat lebih menonjol menurut Rama. Foto Maya saat dia sedang berlibur di Seoul pada musim dingin. Dengan mengenakan baju hangat, lengkap dengan sarung tangan dan sepatu boot. Terlihat kalau Maya sangat bahagia. Namun, ada satu lagi yang menarik dari foto itu. Maya memegang kertas bertuliskan '사랑해' dibawahnya juga ada tulisan angka '130716'.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose To Love You ✔
Teen FictionWanita dikodratkan untuk dikejar, sedangkan lelaki dikodratkan untuk mengejar. Setuju? Yup, kebanyakan manusia setuju akan hal itu. Tapi, pengecualian untuk Maya. Seorang gadis yang nyaris 3 tahun mengejar seorang lelaki yang ia sukai, Rama. Hmm...