Seusai makan malam bersama, Maya dan Naya pergi ke kamar mereka berdua. Ya, sejak kecil mereka memang ditempatkan di satu kamar.
Mereka pun berbagi cerita dan saling menceritakan urusan asmara mereka.
"Jadi, lo bener-bener ngejar dia dari kelas satu, Kak?" Tanya Naya sambil ngemil biskuit coklat. Maya hanya mengangguk sambil terus memperhatikan ponselnya yang sudah dicharger.
"Tapi, lo ngejar dia direspon gak? Ntar nggak lagi, kan nyesek." Jawab Naya.
"Ya, emang dia gak respon." Mendengar ucapan Maya membuat Naya ingin menyemburkan potongan-potongan biskuit yang sudah hancur di dalam mulutnya.
Setelah bisa mengontrol dirinya, Naya langsung menghujam Maya dengan pertanyaan yang bisa dibilang JLEB!
"Jadi, cinta satu arah?" Maya mengangguk, matanya tak bisa lepas dari layar ponselnya.
"Gila, tragis lo, Kak." Ucap Naya. Tapi, Maya tidak menghiraukannya.
"Akhirnya, ketemu juga. Wohooo, baru diupload lima menit yang lalu. Itu tandanya, dia baru aja on. Hahaha.." Ucap Maya heboh sendiri. Naya sampai menatapnya ngeri.
"Lo ngapa dah?" Tanya Naya kepo sambil menghampiri Maya yang sedang berdiri di balkon.
Mata Naya melirik layar ponsel Kakak 4 menitnya itu. Terlihat Maya sedang mengecek akun Instagram Rama dan menekan foto itu dua kali secara cepat hingga tanda love muncul. Tanda bahwa kita telah menyukai foto tersebut.
"Dia main media sosial?" Maya mengangguk.
"Cuma ini satu-satunya cara dimana gue bisa tau tentang dia." Jelas Maya. Naya mengerutkan dahinya.
Maya langsung menyimpan ponselnya di saku jaket baseball berwarna merah abu-abu yang ia kenakan dan menatap Adik kembarnya yang sudah dua tahun tinggal di Korea Selatan untuk melanjutkan sekolahnya.
"Gue ini tipikal cewek yang berjuang demi cowok. Lagian, image gue di depan temen-temen gue udah kek gini."
"Kek gimana?"
"Ya, yang mereka tau, gue tuh cuma anak kelas biasa yang bokap nyokapnya kerja dengan gaji minim banget dan ya, gue tergila-gila sama Rama."
"Sekolah lo mandang harta orangtua?"
Maya menjawabnya dengan anggukan. Dengan cepat, Naya menepuk tangannya dengan suara kencang walau sekali tepukan. Kebiasaan jika dia merasa heran dan kaget.
"Gila, parah-parah. Sekolah gue aja gak mandang begituan. Lah ini, sok-sokan kek orang kaya semua. Emang sekolah lo standar Internasional apa?" Tanya Naya.
"Ya, gitu deh. Lumayan banyak sih murid blasteran gitu." Naya hanya ber-oh-ria.
"By the way, Mama Papa emang biasa gak pulang ya?" Tanya Naya. Maya mengangkat bahunya.
"Biasa, orang bisnis. Gue aja cuma ketemu pas hari Senin doang. Selebihnya? Paling ke rumah cuma buat ngambil baju sama berkas-berkas yang gak sengaja ketinggalan." Jawab Maya. Tersirat di matanya kalau dia sangat mengharapkan saat-saat dimana dia bisa berkumpul sekeluarga. Lengkap. Mama, Papa, dia dan Naya.
Naya yang bisa merasakan kesedihan yang Maya rasakan langsung memeluk Kakaknya dengan penuh kehangatan.
"Gue tau, di sini, lo yang paling terpuruk. Gue ngerti, Kak." Ucap Naya. Tanpa Maya sadari, air matanya turun begitu saja dengan mudahnya. Ia paling tidak bisa menahan air mata jika sudah membicarakan soal 'Keluarga'.
Maya memang lebih rapuh dari Naya, tapi, dia juga lebih tegar dan kuat dibanding Naya. Naya mengakui hal itu. Maya juga lebih penurut ketimbang Naya. Kepergian Naya ke Korea Selatan dua tahun lalu untuk melanjutkan sekolah juga karena dia ingin pergi menjauh dari Mama dan Papa. Ia tak kuat melihat Mama dan Papanya yang sama sekali jarang mengunjunginya. Bahkan untuk sekedar mengucapkan kalimat-kalimat simple seperti, 'Ayo, Nak, kita makan bareng.' atau 'Selamat malam, sayang. Mimpi indah ya.'
Naya yang sudah tak kuat membendung air mata pun juga ikut menangis.
"Ah, lo sih, Kak, pake acara nangis segala. Ikutan kan gue jadinya." Ucap Naya sambil melepas pelukannya dan menyeka air matanya dengan kasar.
"Udah, gak usah muna lo, Dek." Ucap Maya sambil menghapus air matanya yang masih mengalir.
"Apaan sih lo?" Ucap Naya sambil menyenggol Maya. Maya yang disenggol langsung menatap Naya.
"Gak mood bercanda. Udah, ah, gue mau tidur. Besok ulangan Bahasa." Ucap Maya sambil pergi ke kasurnya yang bersarungkan seprai Pikachu.
"Aelah, Kak. Entar aja napa tidurnya. Masih kangen gue." Ucap Naya sambil ngintilin Maya.
"Lo kan bisa liat muka gue pas gue tidur. Ya, kan?" Maya sudah melepaskan jaketnya, menaruh ponselnya di sebelah bantal dan merebahkan tubuh mungilnya di kasur.
"Ck, gak asik lo." Ucap Naya yang sekarang juga sudah merebahkan diri di kasurnya yang berseprai Mickey Mouse.
Mereka berdua memang masih menyukai kartun tersebut.
"Udah, tidur aja. Good night." Ucap Maya.
"Too." Balas Naya.
Tak lupa mereka mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur yang berada di meja nakas.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose To Love You ✔
Teen FictionWanita dikodratkan untuk dikejar, sedangkan lelaki dikodratkan untuk mengejar. Setuju? Yup, kebanyakan manusia setuju akan hal itu. Tapi, pengecualian untuk Maya. Seorang gadis yang nyaris 3 tahun mengejar seorang lelaki yang ia sukai, Rama. Hmm...