Bagian 15 : Advancement

71 4 0
                                    

Pagi ini, Petra bangun dengan senyum merekah di bibirnya. Bagai bunga Ume yang baru mekar di Tokyo pada pertengahan bulan Februari. Tanda bahwa musim dingin segera berakhir. Mungkin itu juga yang Petra pikirkan. Permintaan maaf Maya semalam seperti tanda kalau hati yang membekukan Maya padanya sudah mencair perlahan. Pertanda bahwa Maya mungkin akan dapat menerimanya. Ya, semoga saja.

"Kamu kenapa sih, Nak? Senyum mulu. Mama jadi ngeri." Celetuk Mama Petra.

Sekarang mereka berdua ada di meja makan, tanpa Papa Petra, karena dirinya sedang ada tugas di luar kota.
"Hehe, gak pa-pa, Ma. Aku lagi seneng aja." Sahut Petra lalu menyuapkan sesendok nasi goreng andalan Mamanya.

"Oh ya, Ma, Mama tau kalo anaknya tante Rena sama om Indra itu kembar?" Tanya Petra tiba-tiba.

Mamanya mengangguk.
"Iya, Mama tau. Kenapa emang?"

"Ah, enggak."

"Ya udah, makannya dipercepat. Nanti kamu telat lagi."

"Iya, Ma."

Sementara itu, Maya Putri, bertekad untuk melupakan permintaan maaf yang menurutnya bodoh dan konyol itu. Ia sudah berniat memasang wajah tembok dan menghindari Petra Ray Moon. Ya, ini demi kesejahteraan dirinya pribadi.

Lebih baik mengingat hal indah bersama Rama semalam daripada mengingat hal konyol nan bodoh bersama Petra semalam, 'kan?

~~~

"Pagi, Rara." Sapa Maya penuh semangat dan senyum saat dirinya menemui Rara di koridor dekat kelas XI IPA 3. Dia benar-benar melupakan hal semalam dengan Petra.

"Eh, pagi juga, May. Tumben lo pagi-pagi gini udah dateng ke sekolah." Sahut Rara.

"Haha, iya. Eh eh, lo tau gak, Ra?" Tanya Maya sambil tetap mempertahankan senyuman di bibirnya.

Rara menatap Maya intens.

Pasti gara-gara si Rama. Pikir Rara.

"Rama?" Tebak Rara. Maya makin mengembangkan senyumnya.

"Haha, iya. Tadi di gerbang samping gue ngeliat dia, Ra. Ya ampun, ganteng banget. Mana dia pake motor ninja putih lagi. Makin mirip Sehun EXO di MV Lightsaber tau. Ahhh...." Oke. Ini ber-le-bi-han.

Rara menatap Maya malas.

"Ya, serah lo deh, May." Rara pun melanjutkan jalannya yang sempat terhenti karena Maya.

"Ih, Rara. Kok lo gitu sih?" Maya menjajarkan jalannya dengan Rara.

"Ya emang gue harus gimana, May?"

"Ya, gak harus apa-apa sih."

"Ya udah."

Maya menatap Rara yang berjalan di samping kanannya.

"Lo kenapa sih, Ra? Sensi banget." Ucap Maya.

"Gue kesel sama Fernan." Ucap Rara.

Seketika, Maya ingat saat Fernan menelepon dirinya menggunakan ponsel Rara. Di sana ada suara jeritan Rara meneriaki nama Fernan.

"Eh ya, kemaren lo kenapa Ra neriakin nama Fernan?" Tanya Maya. Rara berhenti mendadak, membuat Maya ikut berhenti dan menatapnya heran.

"Kenapa?" Ulang Maya.

"Lo bilang apa barusan, May? Gue? Neriakin nama Fernan? Kapan?" Kini giliran Rara yang bertanya.

"Kemaren dia tuh nelepon gue pake ponsel lo, Ra. Terus tiba-tib....."

"Ahhhh.... Fernan nyebelin, ah. Ih... Kesel, kesel, kesel."

Maya yang tidak tahu apa-apa menatap Rara heran.
"Lo kenapa, sih?"

I Choose To Love You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang