Saat di dalam mobil, Naya menceritakan tentang kejadian saat dia bertanya pada seseorang yang tak lain adalah Rama.
"Suer deh, Kak. Tuh orang kek anying. Sebel gue." Adu Naya. Maya melirik dari kaca bagian atas, terkekeh pelan melihat raut wajah Naya ketika sedang kesal.
"Emang orangnya kek gimana rupanya?" Tanya Maya.
"Cakep sih, tinggi, gue aja cuma sebahu dia. Pake jaket baseball, rambut rada acak-acakan tapi terkesan keren, terus mukanya kek keturunan Korea gak jelas gitu. Tapi galak bat njir. Horor sendiri gue." Jelas Naya.
"Bukan Rama, kan?"
"Au dah. Emang kek gimana si Rama?"
Tepat saat Naya selesai bicara, lampu merah menyala. Kesempatan bagi Maya untuk memperlihatkan sosok Rama melalui foto.
"Nih dia." Ucap Maya sambil memberikan ponselnya pada Naya.
Naya meraih ponsel itu dan menatapnya dengan teliti.
"Iya, Kak. Mirip ini orangnya."
"Serius lo?"
"Iya. Jaketnya aja sama."
Maya kembali meminta ponselnya dan Naya mengembalikannya.
"Emang lo nanyanya gimana?"
"Gue kan nanya, kenal Maya anak kelas XII IPS 1 gak? Terus kata dia, yang matanya belo, terus rambutnya lurus gak pernah diapa-apain? Gue jawab iya. Kata dia, ada di kantin."
Senyum Maya langsung mengembang mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Naya. Ia juga membayangkan sosok Rama secara nyata yang sedang mendeskripsikan dirinya.
"Haha, ternyata, dia udah mulai nyadar sama keberadaan gue. Ck, Rama, gue bakal terus stalk you sampe skakmat." Ucap Maya intrapersonal. Naya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Tiba-tiba, ponsel Naya bergetar. Saat dicek, ternyata telpon dari Tama. Tanpa ragu, Naya menjawab panggilan itu.
"Halo, Tam? Kenapa? Kangen gue?"
"Halo juga, Nay. Bisa jemput gue di bandara? Gue udah di Indo nih. Hehe, iya miss you banyak banget, Nay."
Naya langsung ternganga. Tama di Indo cooyy..
"Soekarno-Hatta?"
"Iye, emang Indonesia punya berapa bandara internasional, hah?"
"Hehe, ok. Gue otw."
"Ya, jangan lupa pake papan yo."
"Males banget."
"Haha, iya deh iya, gak perlu banner. Tapi, serius ya, jemput gue."
"Iya, yaudah, gue puter balik dulu ya."
"Ok, thank you, My Naynay. Muach~"
"Iya, My Tamtam. Muach too. Udah ya, gue tutup. See you, boy."
"Iya. See you too, girl."
Telpon pun berakhir.
Naya terkekeh sendiri saat mendengar suara kecupan yang sengaja dibuat oleh mulut Tama. Maya yang duduk di kursi kemudi hanya menggeleng-geleng melihat tingkah Adiknya.
"Lo kenapa? Senyam-senyum sendiri. Ngeri kan gue liatnya." Ucap Maya.
"Hehe, seneng dong. Si Tama juga balik ke Indo." Ucap Naya.
"Si cowok yang jadi temen lo pas di Korea?"
"Iya. Oh ya, puter balik, Kak. Soekarno-Hatta."
Maya menatap Naya lewat kaca di atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose To Love You ✔
Teen FictionWanita dikodratkan untuk dikejar, sedangkan lelaki dikodratkan untuk mengejar. Setuju? Yup, kebanyakan manusia setuju akan hal itu. Tapi, pengecualian untuk Maya. Seorang gadis yang nyaris 3 tahun mengejar seorang lelaki yang ia sukai, Rama. Hmm...