Kini Rama sedang duduk bersandar di sofa ruang tengah sambil menatap layar ponselnya fokus. Ia sedang membuka akun media sosial miliknya. Tama yang kebetulan melewati ruang tengah –karena dia dari dapur, langsung berhenti dan terdiam selama beberapa saat, tepat di belakang Rama. Matanya menyipit sambil mendekati Rama secara diam-diam. Ya, dia penasaran, karena setahunya, Rama bukanlah anak yang senang memainkan ponsel. Ia lebih menyukai PS dan komputer. Tapi, Rama sudah mengetahui keberadaan Tama di belakangnya melalui bayangan Tama yang terpantul lewat layar ponsel pintarnya.
"Lo ngapain liat-liat gue? Kepo?" Tanya Rama sambil mengunci layar ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celana pendeknya.
Tama mendengus kesal saat tahu kalau Rama menyadari keberadaannya.
"Iyalah gue curiga. Lo tuh bukan orang yang suka merhatiin ponsel segitu fokusnya. Jangan-jangan lo liat model majalah dewasa, ya?" Tuduh Tama sambil ikut duduk di sofa.
"Ck, wajar kali kalo cowok liat kayak gitu. Kayak lo enggak aja, Tam." Ucap Rama.
"Iya, gue juga gitu sih. Tapi, sekarang gue udah tobat." Rama mengangguk-angguk mendengar ucapan Tama.
Tama kembali menatap Rama curiga. Rama yang kembali diperhatikan seperti itu langsung mendorong Tama dengan kakinya. Sontak, Tama terkejut.
"Anjir, songong lo!" Teriak Tama. Rama yang melihat respons Tama hanya memasang wajah tak sukanya.
"Abis, lo ngeliat gue gitu banget." Ucap Rama.
"Tapi gak usah nendang gue." Ucap Tama sambil mencoba membalas tendangan Rama di bokongnya. Namun, gerakan Tama terbaca oleh Rama sehingga dengan mudah, Rama menjauh dan pindah ke sofa lain. Senyum jail mulai tercetak di bibir Rama, seolah ia menantang Tama untuk membalas menendangnya. Tama yang mengerti maksud Rama juga memasang senyum miring.
"Awas lo, ya!"
"Tangkep aja kalo lo bisa, pendek! Hahaha."
Jadilah, adegan kejar-kejaran khas anak umur lima tahun yang dilakukan oleh dua remaja tampan berumur tujuh belas tahun. Ha, untung mereka tampan, ya.
~~~
Sesampainya di kamar, Petra langsung melempar tas dan sepatunya ke sembarang arah. Senyum penuh arti masih melekat di wajahnya. Ia sungguh senang, benar-benar senang.
"Ah..." Suara napas lega keluar begitu Petra membanting tubuhnya di atas kasur ukuran besar miliknya. Dipejamkan matanya sesaat, masih tetap tersenyum. Dalam hati, ia merasa telah mengambil jalan yang benar, mulai dari menerima pertemanan dengan Maya, memaafkannya, sampai tadi menolongnya.
Deretan kejadian itu telah berhasil membuatnya bisa sedikit lebih dekat dengan Maya, bahkan sampai dirinya bisa mengantar Maya pulang. Haha, jika sudah seperti ini, dunia terasa indah.
Petra segera bangun sambil melonggarkan dasinya. Diraihnya ponsel di dalam saku celananya.
"Chat Line dia kali, ya?" Gumam Petra sambil mengetuk-ketuk ponselnya pada tepi ranjang. Ditatapnya ponsel itu, lalu dihadapkannya di depan wajahnya.
Petra: Siang menjelang sore =)
Ah, awalan klasik ya, tapi, tidak apa. Kalau sampai dibalas, berarti Petra benar-benar memiliki peluang untuk bisa lebih dekat dengan Maya.
~~~
Maya dan Naya sedang berkumpul di ruang tengah, duduk di sofa sambil memakan camilan santai.
Line!
Bunyi notifikasi Line di ponsel Maya sukses membuat Naya dan Maya yang semula berebut keripik kentang terakhir di bungkusan menjadi terdiam mendadak.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose To Love You ✔
Teen FictionWanita dikodratkan untuk dikejar, sedangkan lelaki dikodratkan untuk mengejar. Setuju? Yup, kebanyakan manusia setuju akan hal itu. Tapi, pengecualian untuk Maya. Seorang gadis yang nyaris 3 tahun mengejar seorang lelaki yang ia sukai, Rama. Hmm...