1. Angin Pujaan Hujan

19.7K 1.9K 22
                                    

1. Angin Pujaan Hujan

Duduk berdua menatap langit dari sisi yang berbeda karena semuanya tak selalu sama jika dipandang dari sisi yang sama. Bulatan matanya masih senang berlama-lama menatap senja yang hadir pada pukul lima sampai enam sore. Cahaya matahari kian menipis kala senja menampakkan warna merah muda.

"Tidak apa, kan yang menjalani hubungan aku bukan Ibuku." Saka mengaitkan tangannya ke gadisnya, Mandira, yang berarti bangunan kokoh;suci dalam bahasa sanskerta.

Mandira menatap mata Saka dalam-dalam, "Tapi Ibumu punya kuasa dalam hubungan kita selain kau, aku dan Tuhan."

"Tuhan lebih banyak berkuasa atas hal itu, Ndira. Aku tak akan berhenti sampai nanti Tuhan yang menentukannya." Saka berucap tanpa ragu, sementara Mandira masih diam. Betul yang diucapkan Saka, tak pantas jika manusia mendahulukan kehendak Tuhan.

"Kamu belum lelah memperjuangkannya kan?" tanya Saka penuh yakin sambil menatap mata Mandira.

Mandira mengangguk pelan.

"Besok kita coba lagi ya." kata Saka yang mencoba menguatkan langkah yang hampir saja terhenti.

Jatukrama—

"Tidak Saka! Kalau ibu bilang tidak ya tidak!"

Sudah jelas sekali, ini kali ke enamnya Mandira mendapatkan penolakan dari keluarga Saka, terutama Ibunya. Mandira memang kuat seperti harapan yang dicetuskan kedua orangtuanya yang menamainnya Mandira, bangunan kokok;suci. Meski untuk saat ini rasanya ia ingin segera menangis.

"Dia tidak pantas untuk kamu, dia hanya wanita kelas bawah yang bermimpi mendapatkan pria seperti kamu!"

Bola mata Mandira berputar mengalihkan pandangan dari Saka, pikirannya melayang. Mandira memiliki karir bagus di tempat kerjanya, penghasilannya cukup untuk membeli barang-barang mewah untuknya sendiri. Dengan begitu, apakah kata 'kelas bawah' memang pantas untuknya? Entahlah yang pasti orangtua selalu mempunyai alasan yang kadang tidak bisa dijelaskan.

"Ayahnya di penjara karena korupsi, dia akan menjadi calon koruptor seperti Ayahnya, ingat itu!"

Saka diam, Mandira diam, semua diam setelah mendengar kalimat yang di lontarkan Nyonya Rani, rasanya getir, pahitnya mengecap rasa cinta yang katanya manis ini harus Mandira telan kembali.

Rasanya mulut Mandira sudah kelu ingin bicara, ia marah sangat marah terlebih lagi Nyonya Rani berkata di depan Ibunya, wanita yang amat sangat dijaga perasaannya oleh Mandira kini harus meneteskan air matanya karena perbuatan Mandira yang terlalu memaksakan ingin bersatu dengan Saka.

"Ibu tuh gak bisa jaga omongan ya? Saka sama Mandira cuma meminta restu bukan mau di hina-hina sama Ibu!" Saka berdiri dari kursi makannya, menantang Ibunya sendiri yang sedang menyunggingkan senyum.

"Ibu bilang tidak ya tidak!" Tukas Nyonya Rani lantang. Suasana menjadi tegang, terlihat Saka yang berkali-kali mengusap wajahnya kasar sambil terus melirik ke arah Mandira memastikan gadisnya baik-baik saja.

Mandira mencoba menarik napasnya yang terasa begitu menyakitkan sebelum akhirnya ia berdiri menggengam tangan Ibunya erat.

"Terima kasih," pamitnya yang di protes Saka, ia ingin Mandira tetap berada di situ lebih lama lagi, menemaninya yang sedang bersusah payah membuat Nyonya Rani luluh.

Namun,

Langkah Mandira tak henti untuk segera keluar dari rumah milik Nyonya Rani, dengan berat hati Saka merelakannya menjauh karena ia percaya hati dan bibir mungil Mandira tetap merapal doa pada semesta untuk memberikannya sebuah kebahagiaan. Yaitu, kebersamaan dirinya dan Mandira.

JatukramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang