7. Tidurlah

9K 1.2K 6
                                    

7. Tidurlah

Malamnya terlalu malam saat Mandira memikirkan tentang kejadian hari ini, terlalu lelah sehingga ia pun tidak dapat memejamkan matanya, ia hanya membolak-balikkan badannya di atas kasur dengan pikiran kalut.

Kata 'iya' yang ia ucapkan tadi siang bagaikan pisau yang membunuhnya perlahan-lahan, Mandira tau ia berhak bahagia, ia ingin bahagia dengan pria yang ia pilih bukan pria yang dipilihkan, namun rasanya semua sudah terlanjur saat ini ia hanya perlu menerima karena nyatanya ia tak akan bisa merubah apapun dari nasibnya untuk sekarang ini.

Berkali-kali ia merutuk dirinya sendiri, "Menyesal kah kau?"

Suara itu terus memenuhi otaknya. Menguasai akal sehatnya, menggerogoti pikirannya yang sudah kacau menjadi kacau balau.

"Menyesal kah kau?"

Berhenti, rancaunya dalam hati berusaha membunuh pikirannya sendiri. Tangisnya tak tertahan lagi, rasanya Mandira ingin teriak namun dengan cepat ia menutup mulutnya dengan bantalnya mencoba meredam tangisannya.

Maaf, kamu boleh benci aku karena aku yakini kamu sangat benci pengkhianatan terserah apapun yang akan kamu lakukan padaku. Namun aku mohon, pastikan kamu akan tetap tinggal. Hati Mandira berbisik entah untuk siapa, mungkin tertuju pada Saka.

Mandira menghapus airmatanya kasar dengan kedua tangannya, napasnya naik turun, dadanya begitu sesak tak ada yang bisa ia lakukan, maka dari itu ia lebih memilih untuk tertidur melupakan masalahnya sekejap meski ia tahu, esok hari pasti masih menghantuinya.

—Jatukrama—

"Kamu tuh apa-apaansih? Bukannya ini yang kita ingini?" Sambil mengatur napas yang memburu karena lelah mengejar Mandira yang tiba-tiba berlari kencang dan meninggalkan rumah Saka. Seharusnya Mandira senang karena ibunya Saka sudah merestui hubungan mereka, ini di luar rencana Saka, ia sama sekali tidak mengerti.

Mandira diam, tangannya masih dipegang erat oleh Saka, ia tak bisa berkutik kemana pun akhirnya Mandira memilih untuk duduk di sebuah kursi taman komplek tempat Saka tinggal.

"Kenapa?" Tanya Saka yang ikut terduduk di samping Mandira.

Dengan menarik napas panjang, meski ragu akhirnya Mandira harus mengatakan hal ini, "A...aku gak.. Bisa" katanya terbata, "Aku tahu Sak. Mamah kamu tak benar-benar kan? Aku tahu malam itu kamu pergi dengan seorang wanita. Aku tahu." lanjutnya dengan yakin.

"Apa? Apa yang kamu utarakan, Ndi?" Suara lantang Saka kini berubah menjadi lirih bahkan tak terdengar harapan dari sana, Saka putus asa, hampir.

"Bahkan aku tahu, cepat atau lambat kamu akan mempersunting wanita itu, wanita pilihan mamahmu."

Deg!!

Refleks Saka menghempaskan tangan Mandira kasar, sakit. Hanya itu yang Saka rasakan, sakit melihat Mandira menangis karena ulahnya. Sakit karena telah membohongi Mandira. Sakit karena telah mempersetujui permintaan mamahnya. Sakit.

"Dan kamu juga harus tahu, kalau aku telah menerima lamaran Attir demi Ayah."

Hati Saka tambah sakit, batinnya tergoyak. Kalau sudah begini, apakah ia boleh menyalahkan Tuhan?

JatukramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang