3. Cerita Tentang Gunung dan Laut

13K 1.4K 13
                                    

3. Cerita Tentang Gunung dan Laut

Tak ada yang lebih nyaman dari pangkuan serta peluk Ibu, meski banyak keluh kesah hidupmu ketika berada di pangkuan Ibu, semua hilang tak membekas sedikit pun.

"Maafin kami nak, karena kami, kamu jadi sulit untuk berbahagia dengan priamu." ucap Nyonya Kinar seraya mengelus-ngelus rambut hitam legam milik Mandira.

"Orangtua Ndira baik, dunia aja yang jahat, kebahagiaan yang tak pernah memihak serta penindasan yang tak kenal aral." ucap Mandira dengan senyum yang tak terlihat oleh Nyonya Kinar, Mandira ingin orangtuanya tahu jika mereka adalah kebanggan Mandira.

"Sejatuh-jatuhnya Ayah di mata orang lain, sekeras apapun usaha mereka untuk menghakimi Ayah, Ayah tetap Ndira cintai sepenuh hati, Bu." dengan perasaan yang membuncah, Mandira melontarkan kalimatnya dengan di akhiri helaan napas yang begitu berat.

Nyonya Kinar terseyum lalu mengecup puncak kepala putri satu-satunya yang ia miliki.

Jatukrama—

Hampir setiap menjelang malam Mandira selalu menghabiskan waktunya disalah satu kafe yang berada di sebrang kantornya sambil ditemani teh hitam hangat yang tak pernah ia sesap habis, pikirannya tak pernah di tempat ia selalu berpindah-pindah dari satu luka ke luka yang lainnya, ingin rasanya Mandira duduk tenang tanpa memikirkan apapun. Namun, rasanya sulit sekali.

"Aku pernah menapaki tanah tandus yang terbakar karena panasnya matahari di Gunung, aku pernah menapaki pasir, air selalu menggodaku untuk segera memeluknya padahal aku tahu, bisa saja Laut menenggelamkanku hingga ke dasar."

Mandira melupakan seorang pria dengan ice macchiato nya yang sudah menanti Mandira sejak pukul lima sore tadi.

"Apa yang akan kamu dongengin tentang Gunung dan Laut?" Tanya Mandira yang berusaha memfokuskan pandangan dan pikirannya pada prianya, Saka.

"Layaknya Gunung dan Laut, tak perlu menangis ataupun tertawa. Karena aku tak pernah melihat Gunung menangis karena terbakar matahari dan tak juga melihat Laut tertawa meski kesejukkan selalu ia tawarkan." ucap Saka sambil menyesap ice macchiato nya yang mulai berkeringat menanti di teguk oleh sang pemilik. "Layaknya hidup saja. Ibaratnya nggak ada yang seratus persen bahagia dan seratus persen menderita. Semesta menyeimbangi." Lanjutnya lagi.

Mandira tersenyum, Saka adalah salah satu alasa mengapa ia begitu kuat selain Ibunya. Tangannya bergerak mengaduk cangkir putih yang berisi teh hitamnya ke arah kanan secara perlahan, seperti waktu yang berjalan ke arah kanan bukan ke kiri, karena jika waktu berjalan ke kiri bersiaplah kau mati dengan kenangan di masa lalu. Begitu kata Saka beberapa hari yang lalu.

Perlahan Mandira teguk teh hitamnya, pahit, hanya itu rasa yang di berikan teh hitam seperti lukanya, meskipun begitu, untuk pertama kalinya Mandira meneguk habis-habisan teh hitamnya.

JatukramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang