21. Garis Terdepan

10.7K 885 8
                                    

Jatukrama

Tentang esok hari tak ada manusia yang mengetahui. Sebab ada beberapa hal yang tak perlu pertanyaan mengapa karena hidup adalah perihal menerima lalu mengikhlaskannya.

Tentang esok hari, tak ada yang menjaminnya.

Begitupun cinta. Tidak ada yang menjamin apakah cinta akan menyakiti yang menerimanya. Setulus apapun yang diberinya, apa kemungkinan untuk menyakiti tak ada?

Dahulu ia percaya pada doa yang berulang-ulang ia aminkan pada semesta akan membawanya kepada sebuah kebahagiaan. Sebab dulu ia selalu percaya akan takdir yang ia buat sendiri, terlalu sombong untuk disombongkan. Ia tak pernah tahu akan esok hari yang bisa kapan saja menjatuhkan harapnya.

Dengan cinta tanpa sadar ia telah memutus nadi pria yang menjadi detaknya. Bukan pula inginnya menancapkan belati yang paling dalam di dada seorang pria; sedang ia merasa lebih mati dari padanya.

Tibalah perempuan itu pada hari di mana kecemasan menggulungnya setiap hari, di mana tak ada warna yang menaungi langitnya yang hitam, di mana tak ada jawaban atas pertanyaan mengapa.

Sampai ia sadar bahwa hidup adalah perihal menerima dan mengikhlaskan.

Cemas esok hari tak akan hilang sebab ia belum mengikhlaskan apa yang sudah-sudah terjadi.

Langit berwarna hitam kan terus menaungi sebab yang diinginkannya hanya kelabu sedang ia punya warna yang lain yang bisa menggantikan kelabu di langitnya.

Tak akan ada yang menjawab sebab ia adalah jawaban dari segala pertanyaan mengapa.

"Saka Maheskara."

Ia menggumamkan nama Saka pelan. Pria yang kini di hadapannya duduk termenung, tatapannya tajam meski begitu perempuan itu bisa merasakan ke kosongan di sana.

Dahulu, ia tumpukkan harap di bahu si pria. Pintanya hanya sederhana, ingin terus bersama.

Namun rasanya terlalu sukar, hingga harap itu hilang dan menjatuhkannya.

"Kembalilah Saka, jangan siksa dirimu. Aku mohon." Mandira menyeka air matanya, rasa sesak di dadanya memaksa dia untuk menangis.

"Bundaaaaaa~" Mandira mencari sumber suara yang ia kenali, kepalanya memutar menatap anak kecil yang sedang berada dalam gendongan si bapak tersenyum kepadanya.

"Ngga apa-apa ya aku bawa dia kesini." Bapak itu menurunkan anaknya lalu sama-sama berjalan mendekati Mandira dengan senyum. Ya, mereka adalah Attir dan si kecil Resha.

"Resha, sini sayang. Ini om Saka, omnya Resha." Attir memperkenalkan Resha pada Saka.

Mandira terkejut oleh respon yang di berikan Saka.

Saka tersenyum pada Resha lalu menatap Mandira dan Attir bersamaan, mulutnya tak berbicara apapun namun Mandira sangat meyakini jika Saka pun turut berbahagia dengan kebahagiaannya.

Sekarang, meski tidak menjadi Jatukrama atau teman hidup yang dahulu Mandira dan Saka harapkan.

Inilah takdir.

Setidaknya masih bisa bersama walau terbatas, Mandira sudah sangat mensyukurinya.

-TAMAT-

Yess, tamat juga akhirnya.
Sebagai penutupnya, saya mau ngucapin banyak-banyak terima kasih pada kalian

Eaaa
Kalian-kalian yang udah berkenan membaca cerita indosiar ini, yang memberi vote serta comment, yang menambahkannya di daftar bacaan ataupun perpustakan. Ataupun yang baca dari ponsel temannya, canda hehe.

Pokoknya terima kasih banyak semuanya:))))))

Dan juga, baca ceritaku yang lainnya yah hehe kalau ngga kapok...

Makasih lagi ya,
Salam
Minds_

JatukramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang