Extra Part 1 - Epilog

12.6K 815 12
                                    

"Kebahagiaan tak pernah pergi." - Epilog (Fiersa Besari)

Suatu hari, Sapardi pernah menceritakan tentang hujan di bulan Juni yang ia rangkai dalam sebuah bait yang mendalam dan menikam.

Katanya, tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni, tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni.

Sekarang, sudikah hujan bulan Juni turun? Membasahi kepala lelaki yang isinya hanya rasa sakit serta menurunkan segala keinginan hati yang terlalu bengis tuk ditulis.

Atau bisakah hujan bulan Juni menenggelamkan masa lalunya? Menciptakan sebuah awal yang entah apa mulanya, bagaimana akhirnya pun tak mau tahu, asal tidak seperti sekarang, diterkam rasa asing yang begitu bising meneriakan sakit di dalam hati.

Tapi sudahlah, hidupnya pun sudah berhenti ketika mengetahui wanita yang dicintainya dipinang lelaki yang lebih siap dan mampu menjaganya. Selain rasa sakit, penyesalan pun seolah menghantuinya. Cintanya terlalu besar untuk wanita itu sampai-sampai mematikan jiwanya.

"Saka Maheskara," yang dipanggil meluruskan pandangannya menatap seorang wanita cantik di depannya.

"Kembalilah Saka, jangan siksa dirimu. Aku mohon." pinta sang wanita penuh iba, Saka berdiam tidak bergeming. Sesungguhnya tidak ada yang menyiksa bagi Saka karena untuk sekarang, ia sudah merasa lebih baik ketika melihat wanita itu tersenyum begitu senang di samping lelaki yang tentu bukan dirinya.

Mandira, Saka menggumamkan nama itu pelan-pelan.

"Bundaaaaaa~" Mandira mencari arah suara tersebut, melihat anak dan suaminya pun tersenyum. Tentu, organ serta indera Saka masih berfungsi dengan baik. Di depannya terlihat keluarga kecil yang sangat bahagia.

Hatinya bergetar, ngilu sekali rasanya.

Dan hatinya pun masih berfungsi dengan baik, meski turut berbahagia tapi rasa cemburu sedikit menyentil hatinya. Harusnya dia yang bersama dengan Mandira, iya harusnya pun seperti itu. Tapi, kenyataannya tak pernah memihaknya.

Saka mengaku kalah dengan semuanya, dengan takdirnya, dengan cintanya dengan segala di hidupnya. Ia mengalah, asal Mandira bahagia.

Sesederhana itu.

—Jatukrama—

Seperti sore hari sebelumnya, Saka akan berjalan ke arah kaca besar, mengintip langit indah yang sedang menampakan gradasi-gradasi warna. Sore yang indah namun baginya tidak, hidupnya hanya berputar pada ke kosongan serta hampa yang tak berasa, hambar.

"Dok, kapan anak saya sembuh?" sayup-sayup ia mendengar suara yang kini memenuhi kamarnya yang senyap.

"Sejujurnya Saka sudah menunjukkan perubahan yang bagus, tapi kami pun belum bisa memastikannya. Bu." Dokter itu memberi penjelasan. Wanita yang menjadi teman ngobrolnya mengalihkan pandangan, menatap punggung Saka yang begitu ringkih.

Dokter Sam pamit pergi, meninggalkan Ibu dan Anak di satu ruangan.

Nyonya Rani mendekati putranya. Air mata menyelimuti kelopaknya sejak tadi. Dosanya terlalu besar, barangkali terlalu sukar untuk dimaafkan rasa-rasanya. Jika punya keinganan dan kesempatan, ia hanya ingin kesembuhan putranya jika semesta berbaik hati, ia pun ingin kebahagiaan memeluk putranya suatu saat nanti.

Nyonya Rani menggapai punggung Saka, mengelusnya perlahan berharap bisa menguatkan anaknya.

"Maafin Ibu nak." gumamnya pelan dibanjiri air mata.

Saka berbalik, tatapannya kosong. Nyonya Rani semakin gencar mengucapkan kata maafnya.

"Bu."

"Ibu."

"Aku bahagia."

••••

Namanya juga extra part 1, pasti ada yang ke dua, ke tiga, dan seterusnya kan?

Wkwk, kita lihat nanti....

Minds / de

JatukramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang