Toping 1 : Dinner? Damn!

47.7K 978 30
                                    

- Zara -

Langit Jakarta telah berubah menjadi awan yang gelap beberapa menit yang lalu. entah apakah barusan telah terjadi hujan, badai, topan, tornado atau apa sore tadi mama dan ayah telah memarkirkan mobilnya di depan teras rumah ini. setauku mereka adalah pasangan workaholic. Kemudian mama mengetuk pintuku sejam yang lalu dan mendesak untuk masuk sambil membawa pakaian yang sepertinya baru di laundry.

"Apaan sih mah?" mama menyeretku ke depan meja rias kamarku.

"We have special dinner tonight. Kamu harus berdandan yang cantik." Mama mengedipkan sebelah matanya sambil mengurai rambut berwarna kecoklatan sebahuku yang tadi aku jepit.

"Special? Tapi aku gabisa dan gamau dandan. Zara mau ngerjain tugas buat lusa aja deh gausah ikut." Tawarku. Aku tak terbiasa di buat seperti badut ancol yang penuh dengan warna warni di wajah. Aku lebih suka natural. dan aku pikir saat make up ku natural saja banyak yang mengejar-ngejarku. Apalagi jika aku berdandan. Aku tak bisa dan tak ingin membayangkannya.

"Mulai sekarang kamu harus mau dan bisa dandan. Biar mama ajarin." Kemudian mama menjepit rambutku kembali. Memoleskan bedak tipis. Yah karna kulitku memang sudah putih. Kemudian menyapukan sedikit blush on. Melukis alisku sedikit. Memberikan eyeshadow bergliter pink tipis. Dan terakhir mewarnai bibirku dengan warna peach.

"Nah berdiri berdiri." Mama memaksaku berdiri dan aku menurutinya. Apalagi ini. masih berapa ritual lagikah yang harus aku lakukan untuk makan malam sial itu. Mama mendorong tubuhku namun sebelumnya menyambar baju yang baru di laundry itu.

"Ganti dengan baju ini!" mama memberikan baju yang masih tergantung dengan rapi itu kepadaku dan menutup pintunya. Aku menghela nafas dan memakai baju itu. Jika aku menolak pun tak ada gunanya. Mama kan pantang menyerah. Ditolak sekali, masih ada seribu kali untuk mencoba agar bisa berhasil. Setelah selesai berganti pakaian, aku sempat mematut diriku di depan cermin. Hanya sedikit memastikan apakah aku sudah seperti badut ancol atau belum. Tapi ternyata...

"Zara jangan lama-lama!!" mama mengetok-ngetok pintu kamar mandi dengan tidak sabaran. Aku membuka pintu kamar mandi dengan sedikit terburu-buru.

"Waow... sentuhan terakhir. Rambutmu..." mama kembali menarikku ke depan meja rias.

"Maaa!! No! aku ga bakal biarin alat itu nyentuh rambut aku!! Nanti rusak mah..." rengekku ketika mama membawa alat catok. Sebenarnya rambutku sudah lurus alami. Buat apalagi alat itu.

"Diamlah. Mama akan memberikanmu uang berapapun yang kau minta jika rambutmu yang bagus ini sampai rusak!" kata-kata mama membuatku bungkam. Lima, sepuluh, lima belas dan...

"Taraangg.... Udah selesai." Aku menaruh handphone yang sedari tadi menjadi pelampiasan sesaatku. Aku sempat tertegun dengan bayangan diriku yang ada di cermin ini. aku meraba wajahku. Kenapa aku tidak terlihat seperti badut ancol. Kenapa. Kenapa aku lebih mirip dengan putri dari dongeng-dongeng Disney?

"Mama akan berganti pakaian, ini wedges buat kamu pakai malam ini. Turunlah. Ayahmu telah menunggumu di bawah." Mama menutup pintu kamar dan aku masih mematung. Hingga iphone ku menerima panggilan skype. Aku meraih dan mengangkatnya. Tak lama kemudian ada wajah yang taka sing lagi bagiku. Matanya yang berwarna abu-abu, rahangnya yang kokoh, rambutnya yang pirang karna dia warga kenegaraan asing, dan kulitnya yang putih jika dibandingkan dengan pria-pria lainnya.

"Nathan..." panggilku manja.

"Hai Ra... Kamu... mau kemana?" sebelah alisnya terangkat.

"Dipaksa mama buat ikut ke makan malam sial." Ujarku bersungut-sungut.

"Si...al?" Nathan terlihat bingung.

Ice Cream LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang