Chapter 4: Kabur, Minimarket, dan roda sepeda

3.6K 269 29
                                    

Mulmed: Fajar Latiful Habib

 




Banyak orang yang dikejar-kejar zombie disepanjang jalan. Ada yang berlari, mencoba melawan dengan senjata seadanya, bahkan ada yang berteriak panik sehingga yang berteriak dikerumini banyak zombie. Sangat mengecewakan banyak yang tidak tahu informasi bahwa zombie-zombie itu hanya tertarik dan merespon dengan suara. Jika saja semua orang tahu, pasti banyak selamat.

Kulihat dari teropong, ada orang yang sedang berlari menghindari kejaran zombie. Tapi sayang, kakinya tertangkap, dan dia dimakan hidup-hidup. Walau aku tidak mendengarnya, dari gerakan mulutnya aku tahu bahwa dia sedang berteriak kesakitan. Beberapa saat kemudian zombie yang mengerumuninya meninggalkannya, sepertinya orang itu sudah mati. Tapi hanya beberapa saat setelah dia meninggal, dia bangkit lagi dengan sorot mata kosong dan penampilan berbeda. Dia mulai mengejar orang-orang disekitarnya.

"Baru kali ini kulihat perubahan dari orang ke zombie" ujarku.

"Oh" ujar Rangga.

Akupun melanjutkan melihat melalui teropong. Banyak orang yang dikejar, dimangsa, dan bangkit lagi seperti mereka. Jadi jika kulihat semakin lama, zombie itu semakin banyak saja disini.

"Oh ya Rangga" ujarku.

"Apa?" tanya Rangga.

"Jika orang-orang sudah diberi peringatan lewat sistem peringatan nasional di TV, kenapa masih ada orang di kawasan ini?" tanyaku.

"Mungkin mereka tidak percaya dan menganggap pemerintah membohongi mereka. Kau tahu kan', seberapa persen kepercayaan orang kita kepada pemerintah" jawab Rangga "Dan alhasil, mereka jadi menanggungnya sendiri" ujar Rangga melanjutkan perkataannya.

Aku hanya mengangguk-angguk dan melanjutkan melihat melalui teropong.

"KREK!"

Tiba-tiba bunyi derak pintu menggema diruangan lantai 2. Kami berdua mulai memasang mode siaga, tapi ternyata...

"Ah! Aku tidak bisa tidur, berisik sekali diluar sana" keluh Enggar yang tiba-tiba keluar dari kamarnya.

"Manfaatkan waktumu untuk tidur" ujar Rangga "Bisa jadi ini jadi tidurmu yang terakhir" ujar Rangga menakut-nakuti Enggar.

Enggar yang berdigik ketakutan pun berbalik kekamarnya "Baiklah aku akan coba tidur" dia langsung menutup pintu kamar.

"Sini gantian" pinta Rangga meminta teropongnya. Aku langsung melemparkannya ke dia, dan dia langsung menangkapnya.

. . . .

05.15 WIB.

Kami sudah bersiap-siap untuk pergi. Setelah menunaikan sholat subuh, kami mempersiapkan apa yang perlu kami bawa. Fitria memasukkan beberapa botol air mineral berukuran besar kedalam tasnya. Fajar pergi ke balkon luar untuk melihat situasi di luar, Rangga memasang paku baru di tongkat baseballnya, Enggar memperkuat pisau di kedua ujung tongkatnya dengan selotip, sedangkan aku memasang sarung sabit di pinggangku (Aku menemukan sarung itu di gudang belakang rumah Rangga).

"Kalian!" seru Fajar sekembali dari balkon luar "Kalian harus melihat ini" ujar Fajar sambil pergi keluar, sepertinya mengajak kami keluar. Kami pun mengikutinya.

Sesampainya disana kami semua terkejut.

"Lihat" ujar Fajar.

Semua zombie, baik yang besar maupun yang kecil, mengerumuni jalan gang depan rumah Rangga sampai-sampai jalanan penuh sesak dengan zombie. Dan yang membuat kami lebih terkejut, pagar depan rumah Rangga ternyata sudah separuh miring. Hanya lemari dan meja makan yang kami taruh kemarin yang masih bisa menahannya walau sudah tampak tak kuat bertahan lama lagi.

Journey to Survive in a Zombie ApocalypseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang