Chapter 7: Konferensi dan doa seorang ayah

2.4K 233 0
                                    


Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam


Saat ini disebuah ruangan besar yang tampaknya terisolasi dan dijaga dengan ketat, terdapat beberapa pemimpin negara yang sedang duduk melingkar, sepertinya mereka mengadakan sidang. Lebih tepatnya Konferensi Asean.


"Oke, semuanya sudah berkumpul?" pemimpin Konferensi memulai sidangnya.


"Presiden Myanmar dan Laos belum datang" ujar salah satu anggota Konferensi.


"Kita mulai saja, jangan membuang banyak waktu. Pertama tentang penyebab pandemi ini" ujar pemimpin Konferensi yang tak lain adalah Raja Thailand.


"Saya rasa penyebab pandemi ini kita serahkan saja kepada PBB. Sekarang yang terpenting adalah cara mengantisipasi pandemi, dan mengevakuasi penduduk sipil yang masih hidup" saran Presiden Filipina.


"Bagaimana dengan pemimpin yang lain, apakah ada yang sudah mempunyai cara mengantisipasi wabah ini?" Tanya Pemimpin Konferensi.


"Karena mendadak dan tak ada banyak waktu lagi. Kami hanya memberikan peringatan nasional lewat TV, radio, dan satelit tentang cara mengantisipasi dan lokasi pengungsian. Kami sudah mengirim beberapa tentara elit dari Angkatan Darat untuk menjaga beberapa stasiun listrik, lokasi pengungsian, dan beberapa tempat penting lainnya. Kami juga sudah menyiapkan KRI untuk tempat beberapa ahli dan orang penting lainnya, serta pangkalan militer negara kami" jelas Presiden Indonesia.


"Kami mengevakuasi beberapa warga selagi sempat dan membawanya ketempat yang aman. Kami sudah merelokasi beberapa tempat, yaitu negara bagian Serawak dan Sabah. Dan sekarang kami mengirim angkatan perang kami keseluruh penjuru Malaysia untuk mencari dan mengevakuasi penduduk sipil yang masih hidup." Jelas Perdana Menteri Malaysia, disamping Sultan Yang Dipertuan Agung.


"Sebenarnya negara kami belum terkena wabah. Saat mendengar wabah yang menyebar di Asia, kami tanpa pikir panjang menutup akses lokasi kami, baik darat, laut, atau udara." Jelas Presiden Singapura.


"Negara kami sebagian sudah hancur karena wabah itu. Kami mengevakuasi penduduk sipil yang tersisa ke pulau-pulau terdekat. Kami mengamankan sumber listrik dan akses komunikasi sehingga akses internet masih bisa berjalan" jelas Presiden Filiphina.


Begitu selanjutnya, setiap wakil negara menceritakan dan memberi saran tentang antsipasi wabah itu.


"Jadi pertama kita harus menentukan zona aman untuk mengungsi. Ada yang punya usul?" Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam mengusulkan pulau Kalimantan.


"Di pulau itu belum terkena wabah, lagipula ukuran pulau itu sangat besar" jelas Sultan Brunei Darussalam.


"Apakah ada yang punya usulan lain?"


Semua terdiam.


"Baiklah dengan ini kita putuskan pulau Kalimantan sebagai zona aman dan tempat pengungsian. Konferensi ini saya tutup!" seru Raja Thailand mengakhiri konferensi ini.


. . . .

Alun-alun Kota Tanggerang, Tanggerang, Indonesia.


"Terus periksa selama 1 jam sekali, apakah ada yang tergigit atau tidak! Perketat penjagaan disekitar area alun-alun!"


Alun-alun Kota Tanggerang sangat ramai oleh pengungsi. Banyak yang mendirikan kemah ditengah alun-alun. Dibeberapa tempat, terdapat dapur umum. Dan dipinggir alun-alun terdapat pos penjagaan yang berisi tentara militer lengkap dengan senjata. Diluar alun-alun, terdapat barikade yang dibuat dengan kawat.


Seorang pria yang sudah berusia 30 tahunan duduk ditepi sebuah bangunan di alun-alun"


"Ya Tuhan, semoga anakku selamat"

Journey to Survive in a Zombie ApocalypseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang