Part 2

7.1K 396 3
                                    

Waktu bagaikan peluru yang melesat begitu cepat. Satu tahun pertama telah kulewati di tempat ini. Kesulitan yang awalnya kurasakan, kini berangsur-angsur mudah. Hal ini berkat kak Fatimah yang membantuku.

Semua buku yang ku bawa berhamburan ke lantai saat seseorang berbalik dan menabrak tubuhku. Aku membereskan buku yang berserakkan. Gerak tanganku terhenti, ketika seorang lelaki membungkuk dan membantuku membereskannya. Setelah itu dia menyerahkan semua buku kepadaku. Sempat aku melirik ke arahnya, tubuhnya tinggi, jauh di atasku, matanya sedikit sipit.

"Syukran," ucapku seraya kembali berlari.

Selepas kelas berakhir. Aku memutuskan untuk pulang jalan kaki. Di sepanjang jalan aku melihat orang-orang Maroko yang sangat ramah. Mataku tertuju pada pasangan yang terlihat sedang makan siang, mereka terlihat serasi, terlebih ada dua orang anak kecil yang menemani mereka. Entah apa yang aku rasakan, tiba-tiba terlintas di pikiranku.

Alif. Bagaimana kabarnya. Bagaimana hubungannya dengan Venus. Mereka mungkin sedang bahagia.

Damn!!! Kenapa aku jadi memikirkan dia.

Setelah pindah ke Maroko aku dan Venus sudah jarang sekali berhubungan. Bahkan mengirim pesan hanya sesekali saja. Saat melihat sepasang makhluk Allah itu, entah kenapa tiba-tiba aku teringat pada Alif. Satu-satunya alasan utama yang memaksaku untuk melanjutkan pendidikan ke Maroko.

Bertahun-tahun berlalu, tapi kenangan itu masih tersimpan di dalam hati.

Sesampainya di apartemen aku memutuskan untuk menemui kak Fatimah.

Wanita itu datang membukakan pintu dan mempersilakanku masuk. Dengan senyuman indah di bibir tipisnya, ia menyuguhkan secangkir teh hangat yang di taruh ke atas meja.

"Kak Fatimah, aku mau cerita," kataku.

Ia memadatkan pandangannya ke arahku, menatapku dengan lekat seolah ingin mendengarkan semua ceritaku. "Cerita aja, Nay."

"Salah gak sih kalau sampai saat ini aku masih merasakan cinta sama seseorang yang—" belum sempat aku menyelesaikan ucapanku.

"Kamu jatuh cinta?" potongnya. "Enggak, gak ada yang salah. Allah memberikan rasa cinta untuk semua umat-Nya, agar mereka saling menghargai satu sama lain," jelasnya dengan teliti.

"Tapi, Kak. Dia itu pacar sahabatku." Terlihat kak Fatimah yang tiba-tiba terdiam saat mendengar kata-kataku.

"Eh? Kok bisa gitu?" tanyanya.

Aku menceritakan semuanya pada kak Fatimah. "Jadi, dia itu mantanku pas SMA dulu. Terus pas aku kuliah, dia jatuh cinta sama sahabatku. Aku memutuskan untuk membantunya. Tapi aku malah jatuh cinta sama dialagi. Ini salah satu alasanku pergi ke Maroko, agar aku bisa melupakannya."

"Jadi, gitu ya. Kakak rasa kamu salah menjadikan itu sebagai alasan. Kalau kamu mau ngelupain dia, dengan pergi seperti ini kamu gak akan bisa. Sejauh apa pun kamu pergi, kalau di hatimu dia tetal jadi seseorang yang spesial, bakal susah. Emang siapa namanya?" kak Fatimah mengangsurkan setoples camilan.

"Namanya Alif. Gak tau deh, padahal aku udah berusaha buat lupain dia. Tapi, sampai sekarang susah." Aku meneguk teh yang disuguhkan.

"Alif? Alif siapa?" tanyanya seraya membelalakkan mata.

"Alif Hafizh Sharkan," ujarku.

Entah kenapa raut wajah kak Fatimah berubah terkejut saat mendengar nama itu.

"Kenapa, Kak?" tanyaku heran melihat perubahan ekspresinya.

"Ng-nggak. Kakak kira Alif teman sekelas Kakak." Dia tertawa kecil.

Great QadarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang