Part 4

5.9K 405 4
                                    

Aku terbaring di tempat tidur, mencoba membuka mata perlahan. Terasa berat dan rasa pusing di kepala. Aku memijat pelipis untuk menghilangkan rasa pusing.

Aku kembali membaringkan tubuhku. Ucapan Faiz saat menelepon pagi tadi, seolah terus memenuhi setiap sudut pikiranku.

"Hari ini Venus nikah, kan, Nay. Kamu mau aku fotoin dia atau aku videoin?"

Hari ini memang hari pernikahan Venus. Dan aku tak bisa menyaksikannya, mungkin aku tak ingin. Tiba-tiba air mataku mengalir begitu saja.

Aku berusaha bangkit untuk mengambil segelas air di meja. Menyandarkan punggung di kepala ranjang dan mencoba menenangkan pikiran.

Tiba-tiba aku teringat ucapan kak Ahmed saat itu.

... setelah itu aku akan menemui orang tuamu.

Apa kak Ahmed benar-benar akan melakukan itu.

🍀

Lima bulan berlalu begitu cepat. Setelah kepulangan kak Fatimah ke Indonesia dan juga kabar pernikahan Venus. Dua hari kemarin Faiz datang dari Indonesia untuk menemani saat-saat wisudaku. Mama dan abah memutuskan untuk tidak ikut. Setelah menerima kelulusan aku akan kembali ke Indonesia.

"Astagfirullah." Aku terbangun dari tidur nyenyakku. Kulihat jam di dinding menunjukkan pukul dua dini hari. Faiz masih tertidur pulas di sofa yang ada di samping tempat tidurku.

Apa maksud mimpi itu.

Aku mencoba memejamkan mata kembali. Namun, gagal. Mimpi itu membuatku terjaga sepanjang malam. Padahal seharusnya aku tidur nyenyak saat ini, besok adalah wisudaku.

Aku beranjak ke kamar mandi. Memutuskan untuk bermunajat pada-Nya. Setelah mengambil air wudhu, aku membalut tubuhku dengan mukena.

Setelah melaksanakan salat malam. Aku duduk termenung dan memejamkan mata, seolah ingin menceritakan mimpi yang mendatangiku.

Ya Allah. Ini kah cara-Mu membuatku bahagia. Hanya dalam mimpi saja. Memang, aku menginginkan kebahagiaan bersamanya. Aku pernah meminta pada-Mu kalau aku ingin merasakan kebahagiaan bersamanya. Ini kah yang Kau maksud. Hanya dalam mimpi saja aku bisa merasakannya? Benar juga, dia sudah menjadi milik hamba-Mu yang lain. Bagaimana mungkin aku tetap menginginkannya. Kalau memang Kau sudah menjodohkannya dengan wanita lain, kenapa perasaan ini belum Kau hapuskan juga? Kenapa rasa cinta terhadapnya masih bersemayam di hatiku. Seolah ia enggan pergi meninggalkan tempatnya.

"Nay, lagi apa? Kenapa nangis?" suara Faiz membuatku membuka mata.

"Aku habis salat malam," jawabku.

Aku terdiam melihat sorot mata itu. Faiz selalu seperti itu saat khawatir. Melihatnya yang hanya diam, seraya menanti penjelasanku. "Aku bermimpi," ucapku pelan. "Aku bermimpi kalau Alif melamarku. Dia datang ke rumah. Tapi, bukannya Alif udah nikah sama Venus? Kenapa mimpi itu datang?" ucapku. Aku duduk menatapnya, menanti jawabnya.

Terlihat Faiz tersenyum sesaat, ia membelai lembut kepalaku. "Allah sudah menunjukannya padamu, Nay," katanya.

"Faiz, aku mau tanya," ujarku. Tiba-tiba pertanyaan itu melintas begitu saja. Faiz mengangguk, memerhatikan. "Waktu itu kamu nelepon, terus bilang udah ada laki-laki yang akan menjagaku? Emangnya siapa?"

"Nanti juga kamu tahu, Nay." Seringaiannya membuatku curiga.

Saat itu Faiz berkata bahwa ada seorang laki-laki yang datang ke rumah dan bermaksud untuk meng-khitbahku. Tapi, Faiz tidak memberitahu namanya.

Great QadarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang