Ruangan yang di dominasi cat berwarna hijau cerah ini tak membuatku merasa tenang dan rileks. Seseorang di depanku sedari tadi memperhatikan kami. Aku semakin mengencangkan pegangan di lengan kiri Alif.
"Jadi, ada apa kalian kemari?" tanya pemilik rumah yang tak lain adalah orang yang mengirimiku paket satu minggu yang lalu.
Setelah melihat isi paket dan membaca surat yang dikirim bersama gaun itu, Alif memutuskan untuk mengunjungi Gio ke Jakarta. Awalnya Alif menolak aku ikut, alasannya karena kandunganku. Tapi aku memaksa, aku takut terjadi hal-hal aneh yang sama sekali tidak ingin kubayangkan.
Jadi, hari ini kami berkunjung ke rumah Gio. Setelah menunggu pekerjaan Alif tidak terlalu sibuk.
Aku sudah melarang Alif untuk menemuinya. Dan melupakan soal paket yang dikirimnya itu. Mungkin saja Gio hanya bercanda atau yang lainnya. Tapi Alif benar-benar tidak bisa membiarkan hal ini. Ia hanya ingin menyelesaikan permasalahannya. Sebenarnya ini masalahku.
"Kita cuma berkunjung," jawab Alif santai. Setidaknya itu lah yang bisa kutebak dari nada bicaranya.
Kulihat lewat ekor mataku Gio mengernyit. Tentu saja dia akan bereaksi seperti itu. Karena dia tahu, tidak mungkin aku dan Alif hanya berkunjung.
Tidak ada jawaban dari Gio. Akhirnya, Alif mengangsurkan kotak yang tak lain berisi paket yang Gio kirimkan untukku.
"Apa ini?" tanyanya.
"Saya cuma mau mengembalikan apa yang tidak seharusnya Anda kirim ke istri saya," ujar Alif berusaha sesantai mungkin.
"Oh, o-oke."
Gio menarik kotak itu perlahan. "Jadi, ini alasan kalian datang berkunjung?"
"Ya," jawab Alif singkat.
Sedari tadi aku diam. Hanya Alif yang berbicara dengan Gio. Lagi pula memang aku tak ingin bicara dengannya.
"Kita ke rumah Venus aja yuk," ucapku setengah berbisik, tak ingin Gio mendengarnya.
Alif menoleh. Ia tidak menjawab, hanya ada anggukkan sebagai tanda bahwa ia mengiyakan.
"Hanya itu saja. Kami permisi," ucap Alif lalu berdiri.
Tangannya menggenggam jemariku, seolah kalau ia melepaskannya Gio akan langsung menarikku darinya.
"Assalamualaikum."
"Wa-waalaikumsalam."
Kami berdua berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman rumah megah ini.
Sebelum masuk ke dalam mobil aku sempat berbalik. Kukira Gio sudah masuk ke dalam rumahnya. Ternyata dia masih berdiri mematung, memandangiku dan Alif. Saat mata kami tidak sengaja bertemu, ia tersenyum penuh arti. Aku segera memalingkan wajahku dan masuk ke dalam mobil.
🍀
Halaman rumah ini masih sama seperti terakhir kali aku mengunjunginya beberapa bulan yang lalu.
Aku keluar dari mobil. Dan pemandangan indah terpampang di depanku. Terlihat kebahagiaan yang sempurna di teras depan. Pasangan suami istri dan seorang anak yang diperkirakan berusia delapan bulan.
Aku dan Alif berjalan beriringan. Mereka tidak sadar dengan kedatangan kami, terbukti saat mereka terkejut melihatku dan Alif.
"Assalamu'alaikum," salamku dan Alif berbarengan.
"Waalaikumsalam."

KAMU SEDANG MEMBACA
Great Qadar
Espiritual[FINISH] *Sequel: Back On True Love* ____ Ketika takdir mengkhianatiku. Namun, akhirnya takdir juga yang membawa kebahagiaan untukku. Di setiap perpisahan pasti ada sebab yang Allah tetapkan. Ternyata rencana Allah senantiasa indah di akhirnya. -Ina...